jpnn.com, TANGERANG SELATAN - Hingga saat ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) masih menggodok peraturan tentang penguatan pendidikan karakter (PPK).
Di tingkat sekolah diharapkan peraturan itu segera keluar. Sebab sekolah butuh panduan penerapan PPK.
BACA JUGA: Guru Dilarang Kasih PR ke Siswa
Wakil Kepala SMP Muhammadiyah 22 Setiabudi Pamulang, Tangerang Selatan (Tansel) Roni Boan Elarika mengatakan ketika muncul polemik penerapan lima hari sekolah (LHS) atau full day school, di sekolahnya biasa saja.
Sebab sejak lama sekolah yang satu komplek mulai dari TK, SD, SMP, sampai SMA itu sudah menerapkan full day school. ’’Orangtua tidak ada yang keberatan. Sabtu diisi ekstrakurikuler,’’ katanya seperti diberitaan Jawa Pos.
BACA JUGA: Pembentukan Karakter tak Semata Persoalan Agama
Roni menuturkan saat ini Peraturan Presiden (Perpres) soal PPK sudah keluar. Hanya saja butuh aturan teknis lagi dalam bentuk Peraturan Mendikbud (Permendikbud).
Dia berharap di dalam Permendikbud nanti, diuraikan tentang indikator capaian pendidikan karakter pada siswa.
BACA JUGA: Di Era SBY, Pendidikan Karakter Sulit Dijalankan
Dia menjelaskan saat ini masing-masing sekolah menjalankan model pendidikan karakter sendiri-sendiri.
Menurut dia upaya ini tentu baik untuk menumbukan karakter siswa. Tetapi Roni mengatakan sebaiknya tetap ada acuan pendidikan karakter yang bersifat nasional.
’’Sehingga kita tahu yang kita terapkan ini sudah benar atau masih bisa dikembangkan lagi,’’ jelasnya.
Dia menuturkan beragam kegiatan penanaman karakter dibiasakan kepada siswa. Diantaranya adalah menjenguk teman yang tiga hari tidak masuk sekolah karena sakit.
Kemudian juga pendidikan karakter melalui kegiatan Hizbul Wathan (HW). Dia mengatakan kepanduan di HW mirip dengan di Pramuka, tetapi muatan keagamaannya lebih kuat.
Kepala SD Al-Fath Listia Safitri menuturkan sekolahannya juga telah menerapkan sekolah penuh waktu. Untuk anak kelas I dan II SD pulang pukul 13.30 siang.
Sedangkan anak kelas III sampai VI SD pulang pukul 14.13 siang. ’’Jika ada kegiatan ekstra kurikuler bisa lebih sore lagi,’’ jelasnya.
Listia mengatakan beragam kegiatan pendidikan karakter sudah dilakukan di sekolahannya. Seperti program apresiasi oleh siswa kepada para office boy (OB), satpam sekolah, sampai driver yang antar-jemput sehari-hari. Kemudian pembelajaran sehari-hari juga menekankan aspek kejujuran serta disiplin.
Dia berharap Kemendikbud menyederhanakan penilaian atau evaluasi pendidikan karakter berbasis Kurikulum 2013.
Listia juga mengatakan sebaiknya sistem evaluasi siswa disederhanakan. Dengan jumlah siswa yang mencapai 680 anak, Listia mengakui agak kerepotan jika setiap isian rapor siswa ditulis esai atau uraian.
’’Sebaiknya dibuat ketentuan baru evaluasinnya menggunakan A, B, C, dan D. Atau model lain yang lebih mudah,’’ tuturnya.
Dia mengatakan dengan sistem evaluasi yang lebih mudah, bukan berarti pendidikan karakter akan menjadi kendur.
Mendikbud Muhadjir Effendy menuturkan masukan sekolah terkait dengan implementasi PPK akan ditampung Kemendikbud.
Dia menuturkan pada prinsipnya sekolah memiliki kewenangan untuk menjalankan PPK sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
’’Sebagai wujud nawa cita yakni revolusi mental, Kemendikbud terus mendorong program PP,’’ jelasnya.
Dia menuturkan selama ini ada yang mengkhawatirkan dengan PPK, anak menjadi tidak bisa membantu orang tua. Sebab lama belajar di sekolah bertambah.
Muhadjir menegaskan siswa yang sehari-hari membantu orangtua, tetapi bisa terus membantu orangtua. Sebab baginya membantu orangtua, misalnya berdagang, itu juga bagian dari pendidikan karakter.
Kemudian pendidikan keagamaan di pesantrean atau madrasah diniyah, menurut Muhadjir juga bagian dari pendidikan karakter.
Dia menuturkan siswa memiliki banyak minat dan bakat. Bagi yang minat dan bakatnya di bidang oleharaga, program PPK bisa diterapkan di ekstra kurikuler olahraga.
Muhadjir juga berpesan supaya sekolah segera menerapkan dua buku rapor. Buku rapor pertama untuk catatan akademik siswa.
Isinya murni soal catatan akademik siswa. Sedangkan buku rapor kedua adalah terkait dengan catatakan kegiatan ekstra kurikuler dan pengembangan diri siswa.
’’Buku rapor pengembangan diri itu isinya tidak perlu panjang-panjang. Jadi tidak merepotkan,’’ jelasnya.
Yang penting bagi Muhadjir adalah ada catatan rekam jejak pengembangan diri siswa mulai dari SD sampai SMA.
Sehingga catatan itu bisa dilihat dan dimanfaatkan oleh pihak lain. Misalnya untuk seleksi masuk perguruan tinggi atau bahkan seleksi bekerja. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Komisioner KPAI: Membentuk Karakter Tak Cukup dengan Perpres
Redaktur & Reporter : Soetomo