Harapkan Majelis Hakim Pertimbangkan Bukti Kementerian ATR soal Perkara Pengukur Tanah

Kamis, 05 November 2020 – 22:22 WIB
Sertifikat bukti kepemilikan tanah. Foto/ilustrasi: jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Advokat Wardaniman Larosa selaku kuasa hukum mantan juru ukur Badan Pertanahan Nasional (BPN) DKI Jakarta Paryoto mempertanyakan sikap Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur yang tidak memberikan kesempatan kepada Tenaga Ahli Kementerian ATR/BPN Iing Sodikin Arifin memberikan keterangan di persidangan.

Menurut Larosa, keterangan Iing sangat penting karena terkait dengan perkara kliennya sebagai terdakwa pemalsuan akta tanah di Cakung Barat, Jakarta Timur.

BACA JUGA: Komentari Mafia Tanah, Menteri ATR: Mereka Bisa Sewa Buzzer untuk Memelintir Fakta

“Hasil investigasi yang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN akan membuat terang perkara,” ujar Larosa dalam keterangannya kepada media, Kamis (5/11).

Menurut Larora, kepolisian dan kejaksaan mengesampingkan hasil investigas tersebut. Dia menegaskan, hasil investigas Kementerian ATR/BPN menjadi bukti penting bagi Paryoto.

BACA JUGA: Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil: Peran Penilai Tanah Semakin Penting

Sementara Iing mengatakan bahwa Kementerian ATR/BPN tidak pernah diminta penegak hukum menyediakan hasil investigasi tersebut. “Sampai saat ini pihak penegak hukum tidak pernah meminta hasil investigasi tersebut kepada kami," ujarnya.

Iing menambahkan, Paryoto telah melaksanakan pengukuran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Namun, Abdul Halim selaku pelapor memerkarakan Paryoto dan menganggap pengukuran atas tanah seluas 7 hektare yang disengketakan itu sebagai perbuatan pidana.

BACA JUGA: Menteri ATR Tegaskan UU Cipta Kerja Jadikan Tata Ruang sebagai Panglima

Menurut Iing, tanah yang disengketakan itu sudah dikuasai oleh pemegang hak selama 45 tahun secara terus-menerus. Paryoto, tuturnya, tidak mengukur tanah milk orang lain.

Lokasi dan luas tanah itu pun sesuai dengan sertifikat. Surat ukur juga mencantumkan batas-batas tanah yang pasti.

Adapun pemecahan sempurna bidang tanah dapat dilakukan atas permohonan pemegang hak dengan melaporkan rencana tapak.

Menurut Iing, kerangka tanah yang disengketakan oleh Abdul Halim dan Benny Simon Tabalujan itu memiliki titik-titik terluar yang sudah pasti. Sengketa itu pun pernah bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Pengadilan Tinggi TUN DKI Jakarta serta Mahkamah Agung (MA).

Pengadilan menyatakan sertifikat hak guna bangun (SHGB) milik keluarga Tabalujan itu sah, mengikat dan memiliki kekuatan hukum. Namun, Iing sebagai utusan Kementerian ATR/BPN justru tidak dimintai keterangan di persidangan.

"Kami hanya bisa memberikan keterangan saja secara tertulis untuk bukti utama yang sedianya bisa membuat terang kasus ini mana yang benar dan mana yang salah, " tandasnya.(des/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler