Hardjuno Serukan Setop Pembayaran Subsidi Bunga Obligasi Rekap Ex BLBI

Sabtu, 13 Agustus 2022 – 04:48 WIB
Staf Ahli Pansus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Hardjuno Wiwoho. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah harus menghapus semua mata anggaran yang tidak berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan rakyat seperti pembayaran subsidi bunga obligasi rekap ex Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Pasalnya, pembayaran subsidi bunga obligasi rekap ex BLBI membuat anggaran untuk rakyat menjadi terbatas. Sebab, anggaran tersedot habis untuk hal yang tidak penting.

BACA JUGA: DPD RI Jadwalkan Kembali Pemanggilan Para Obligor BLBI

Demikian diungkapkan Staf Ahli Pansus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Hardjuno Wiwoho di Jakarta, Jumat (12/8).

“Sejak dahulu, saya menyerukan agar setop pembayaran subsidi bunga obligasi rekap ex BLBI ini. Ini anggaran yang tidak produktif. Alihkan anggaran itu untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,” tegas Hardjuno Wiwoho.

BACA JUGA: Pemerintah Diminta Dukung Kerja Satgas BLBI Tagih Piutang Negara

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan 800 juta jiwa penduduk dunia terancam kelaparan.

Presiden juga menyatakan subsidi BBM telah mencapai Rp 502 triliun.

BACA JUGA: Pakar Perbankan Sarankan Sri Mulyani Belajar dari AS Soal Penyelamatan Aset BLBI

“Ini warning bagi anggaran kita. Kalau terus dipakai untuk hal-hal yang tidak penting maka ini menjadi ancaman bagi masa depan anak cucu bangsa ini,” terangnya.

Hardjuno memuji komitmen Presiden Jokowi yang telah menunjukkan kekuatan seorang pemimpin saat mendorong Polri menuntaskan kasus pembunuhan Brigadir J.

Oleh karena itu, menurut Hardjuno, sudah saatnya Presiden menunjukkan kekuatan pada konglomerat-konglomerat yang selama ini mengangkangi negara dengan menikmati bunga rekap hingga Rp 50-an triliun per tahun yang diambil dari APBN.

“Obligasi rekap BLBI ini borok yang bikin sakit semua tubuh kita. Kita semua, pajak rakyat dipakai untuk membayar bunga selama 23 tahun sejak 1999 yang bank-banknya hari ini sudah jadi bank raksasa semua. Sampai kapan dibiarkan?” tegas Hardjuno.

Hardjuno menegaskan jika pajak rakyat terus dibiarkan untuk membayar beban subsidi bunga obligasi rekap sampai 2043 jelas sangat tidak adil. Sebab, kata dia, angkanya bernilai total Rp 4.000 triliun.

“Jumlah yang fantastis sekali. Ini sangat berbahaya, apalagi tingkat kemiskinan hari ini masih dua digit dan ancaman kelaparan di depan mata,” terangnya.

“Alangkah baiknya, dana yang sangat besar itu dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia,” imbuhnya.

Hardjuno menilai ekonomi Indonesia masih dibayang-bayangi situasi ketidakpastian. Apalagi, saat ini semua negara dalam tekanan keuangan hebat.

Pasalnya, anggaran besar untuk pandemi Covid kemarin berasal dari utang.

“Dan hari ini memanasnya geopolitik dan juga perubahan iklim menaikkan inflasi saat ekonomi sedang mundur,” ulasnya.

Menurut dia, harga barang naik, tetapi pendapatan turun. Ini situasi berat sekali,” imbuhnya.

Untuk itu, Hardjuno menyerukan agar Presiden Jokowi mengambil sikap tegas saat menyampaikan Pidato Pengantar Nota Keuangan 2023 pada 16 Agustus nanti.

Salah satu bentuk ketegasan sikap presiden, menurut dia, dengan berani menyetop pembayaran bunga rekap.

“Itu akan jadi proklamasi kemerdekaan dari konglomerat hitam negeri ini,” tegas Hardjuno.

Lebih lanjut, Hardjuno menegaskan skandal BLBI ini akan menjadi catatan sejarah kelam dan dosa sejarah yang akan diterima anak cucu bangsa ini jika tidak dituntaskan.

“Makanya, saya meminta pemerintah untuk berani dan katakan hentikan pembayaran bunga subsidi obligasi rekap ex BLBI,” pungkas Hardjuno.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler