jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta pemerintah meningkatkan royalti, atau pun menetapkan pajak ekspor batu bara untuk meningkatkan pendapatan negara.
Pasalnya, saat ini harga batu bara sedang tinggi. Oleh karena itu, waktu peningkatan penerimaan negara dari sektor minerba bisa dilakukan.
BACA JUGA: Wow! Harga Batu Bara Acuan Tembus USD 203,69 Per Ton
"Jangan sampai berkah kenaikan harga batu bara ini hanya dinikmati pengusaha dan tidak membawa manfaat apa-apa bagi negara," ujar Mulyanto saat dikonfirmasi JPNN.com.
Selain itu, dia juga mengingatkan agar risiko kenaikan harga migas tidak langsung dibebankan kepada masyarakat berupa kenaikan BBM dan LPG.
BACA JUGA: Ramalan Harga Batu Bara Tak Bisa Diabaikan, Pengusaha Wajib Siap-Siap
"Jangan sampai muncul ketidakadilan, windfall profit dari komoditas batu bara hanya dinikmati pengusaha yang tambah kaya di tengah penderitaan masyarakat," tegas Mulyanto.
Mulyanto menuturkan pada 2006 pajak batu bara pernah diterapkan sebesar 10 persen, tetapi kemudian dihapus.
BACA JUGA: Harga Batu Bara Acuan Moncer, Pecah Rekor Baru, Mantap!
Menurutnya, saat ini sangat mungkin diberlakukan kembali mengingat harga jual batu bara sedang naik dan kondisi keuangan negara sedang kembang-kempis.
"Atau paling tidak Pemerintah segera menaikan besaran royalti batu bara, yang bersifat progresif sesuai harga batu bara dunia. Jangan dipatok stabil pada angka 13.5 persen," jelas Wakil Ketua FPKS DPR RI tersebut.
Mulyanto menyebutkan kebijakan pajak atau pun royalti batu bara perlu dibuat agar ekonomi lebih berkeadilan.
"Nantinya uang dari si kaya digunakan sebagian untuk membantu yang miskin. Apalagi bat ubara ini adalah SDA berkah dari Tuhan yang dikuasai negara," tegasnya.
Peningkatan penerimaan negara dari batubara ini dapat digunakan untuk membayar subsidi dan kompensasi energi.
"Dari energi untuk energi," tandas Mulyanto.
Ekspor batu bara Indonesia terus meningkat baik volume maupun penerimaannya. Pada 2020 ekspor sebanyak 342 juta ton dengan penerimaan sebesar USD 14.5 milyar. Pada 2021 menjadi sebanyak 346 juta ton dengan penerimaan sebesar USD 26,5 milyar.
Padahal saat itu harga masih di bawah USD 100 per ton. Bisa dibayangkan lonjakan penerimaan pada 2022 dengan harga batu bara yang mendekati USD 450 per ton.
Menurut Mulyanto, saat ini royalti batu bara sebesas 13.5 persen untuk pemegang IUPK (izin usaha penambangan khusus) dan pemegang PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertanbangan Batu bara).
Pemegang IUP (izin usaha penambangan) tergantung jenisnya dikenai royalti sebesar tiga, lima, dan tujuh persen. Semua angka royalti tersebut tetap tidak tergantung pada kenaikan harga batu bara dunia.
"Akibat perang Rusia-Ukraina, Indonesia terkena dampak. Sebagai negara net impoter migas, lonjakan harga migas dunia menjadi dampak negatif yang makin menekan impor," tutur Mulyanto.
Kemudian, lanjut Mulyanto, sepanjang Februari, harga batu bara sudah menguat sebesar 38,22 persen. Kini memasuki Maret, harga batu bara tancap gas dengan menyentuh level USD 446 perton.
"Jika dihitung secara tahunan, harga batu bara telah menguat hingga 235 persen. Ini kenaikan yang luar biasa. Pemerintah juga sudah menetapkan HBA (harga batubara acuan) per maret sebesar USD 203,69 per ton," ujar Mulyanto. (mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia