jpnn.com - JAKARTA - Kembali membengkaknya subsidi BBM membuat pemerintah harus memutar otak untuk mencari solusi. Selain rencana pembatasan konsumsi BBM bersubsisi, pemerintah kini juga menyiapkan skema pemberlakuan harga fluktuatif.
Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, saat ini pemerintah tengah mengkaji berbagai skema penghematan subsidi BBM. Termasuk skema harga BBM bersubsidi yang mengambang (floating) mengikuti harga pasar. "Jadi subsidi akan kita patok per liter," ujarnya kemarin (15/1).
Menurut Chatib, skema harga BBM subsidi floating merupakan salah satu solusi untuk mengatasi membengkaknya beban subsidi yang harus ditanggung APBN.
BACA JUGA: Bangun Smelter Tak Semudah Bikin Kue
"(Kementerian) ESDM kan menyiapkan distribusi tertutup (pembatasan konsumsi BBM), kita siapkan skema subsidi tetap," katanya.
Bagaimana skemanya? Misalnya, pemerintah mematok subsidi BBM Rp 2.000 per liter. Ketika harga BBM nonsubsidi Rp 9.000 per liter, maka harga BBM subsidi adalah Rp 7.000 per liter. Jika harga BBM nonsubsidi naik menjadi Rp 10.000 per liter, maka harga BBM subsidi ikut naik menjadi Rp 8.000 per liter. Sebaliknya, jika harga BBM nonsubsidi turun menjadi Rp 8.000 per liter, maka harga BBM subsidi ikut turun menjadi Rp 6.000 per liter.
Menurut Chatib, pemerintah memang masih mengkaji berapa besaran subsidi tetap per liter yang diberikan untuk BBM subsidi. Namun, dia menyebut idealnya selisih harga antara BBM subsidi dan BBM nonsubsidi adalah Rp 1.000 per liter.
BACA JUGA: Garuda Resmikan Layanan Baru di Bandara Soetta
"Itu idealnya. Jadi kalau harga pertamax Rp 10.000 per liter, premium idealnya Rp 9.000 per liter," katanya.
Sebelumnya, berdasar kajian Kementerian ESDM dan Pertamina terkait pola konsumsi BBM masyarakat, ditemukan hasil bahwa masyarakat pengguna BBM nonsubsidi bisa menoleransi perbedaan harga hingga Rp 2.000 per liter.
Misalnya jika harga premium Rp 6.500 per liter dan harga Pertamax Rp 8.500 per liter, banyak masyarakat yang bersedia membeli pertamax yang lebih mahal dengan harapan mendapat produk dengan kualitas yang lebih baik.
Namun ketika harga pertamax naik lebih tinggi dari Rp 8.500 per liter sehingga selisih harganya lebih besar dari Rp 2.000 per liter, masyarakat yang sebelumnya menggunakan pertamax cenderung beralih menggunakan premium.
Rencana pemerintah menerapkan skema harga BBM floating ini sebenarnya sudah pernah dibahas sejak 2011 lalu. Namun, urung dilakukan karena pembahasan yang alot di internal pemerintah.
Menurut ekonom Indef Aviliani, berbagai skema penghematan subsidi BBM memang harus dikaji agar pemerintah bisa menemukan solusi atas beban subsidi yang terus naik.
"Tapi pemerintah harus menyiapkan strategi mengatasi dampak kebijakan itu. Misalnya kalau harga BBM fluktuatif, berarti ada potensi ancaman inflasi yang dihadapi masyarakat. Itu harus dipikirkan dengan baik," ucapnya.
Chatib mengakui, persoalan subsidi BBM memang sensitif sehingga harus dibahas secara matang berbagai implikasi yang bisa timbul akibat kebijakan tersebut. Dia memastikan skema harga BBM floating masih dipertimbangkan secara serius oleh pemerintah. "Ini bagian dari reformasi kebijakan subsidi yang dijalankan," ujarnya. (owi/oki)
BACA JUGA: Pekerja Tambang Di-PHK Tidak Dapat Pesangon
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tidak Didukung Pemerintah, Pengusaha Enggan Bangun Smelter
Redaktur : Tim Redaksi