jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah terus berusaha memberikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang lebih adil sehingga melindungi konsumen dan menjaga persaingan sehat antarpelaku usaha.
Karena itu, pemerintah akan mengevaluasi harga BBM umum nonsubsidi dan non-penugasan setiap bulan sesuai formulasi baru yang ditetapkan awal bulan ini.
BACA JUGA: Mulai Hari Ini Harga BBM Pertamax Turun
Kebijakan itu diterapkan agar pembentukan harga bisa lebih wajar dan sesuai dengan harga pasar.
“Tidak asal banting harga, juga tidak mengambil keuntungan yang terlalu besar,’’ kata Dirjen Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto di Jakarta, Minggu (10/2).
BACA JUGA: Gara-Gara BBM Satu Harga, Masyarakat Seruyan Bisa Kuliahkan Anak
Sebelumnya, badan usaha memiliki formula dan periode sendiri untuk menetapkan harga jual BBM.
Formula tersebut membuat penurunan harga BBM di sejumlah badan usaha lantaran terjadi efisiensi komponen harga jual.
BACA JUGA: BBM Satu Harga Ringankan Beban Masyarakat di Wilayah 3T
Selain itu, pemerintah telah mengusulkan formula harga khusus premium. Saat ini usul tersebut masih berada di Kementerian Keuangan.
’’Itu untuk menghitung subsidi. Dalam perpres (peraturan presiden), BU (badan usaha) yang menyalurkan penugasan berhak mengajukan perbedaan harga kepada pemerintah. Misalnya, harga di pasar Rp 7.000, jualnya Rp 6.450,00 per liter,’’ imbuh Djoko.
Meski demikian, pemerintah tidak memiliki kewajiban membayar selisih harga lantaran disesuaikan dengan kondisi APBN dan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
’’Formula baru lebih fair,’’ kata Djoko.
Di sisi lain, Pertamina baru saja menurunkan harga premium di Jawa, Madura, dan Bali dari Rp 6.550 per liter menjadi Rp 6.450 per liter.
Menurut dia, penggantian selisih harga oleh pemerintah lebih besar jika menggunakan formula lama.
’’Nah, misalnya Rp 100 per liter (selisih harganya), kalau pakai formula baru, bisa di bawah Rp 100 per liter. Jadi, memudahkan pemerintah,’’ imbuh Djoko.
Formula baru harga premium dibutuhkan lantaran kondisi nilai tukar dan Indonesian crude price (ICP) saat ini berbeda dengan saat formula harga premium ditetapkan. Formula tersebut juga tidak berubah sejak 2015 lalu.
’’Harga minyak mentah pernah USD 106 per barel. Sekarang di bawah itu ICP, Januari USD 56,55 per barel. Ini hampir separonya dan kursnya juga memengaruhi,’’ kata Djoko.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra P.G. Talattov menyatakan, pemerintah memang perlu mengatur batas atas dan bawah agar penentuan harga bisa lebih adil baik bagi pengusaha maupun konsumen.
“Namun, pemerintah tidak boleh setengah-setengah. Kalau premium bukan BBM nonsubsidi, semestinya pemerintah tidak menahan penyesuaian harga,’’ ujar Abra.
Penurunan harga BBM juga diprediksi memperlambat laju inflasi. Sebab, BBM memiliki porsi 3,39 persen dalam indeks harga konsumen (IHK).
Selain itu, penurunan harga BBM diharapkan dapat berdampak terhadap biaya logistik dan harga di tingkat konsumen.
Meski demikian, penurunan harga BBM juga bisa memberikan dampak negatif terhadap neraca perdagangan.
Pasalnya, jika lebih murah, harga BBM kemungkinan dapat mengerek konsumsi dan menaikkan impor migas.
’’Sebab, Indonesia merupakan net importer migas,’’ tutur Abra. (vir/c22/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BBM Satu Harga Bikin Natuna Lepas dari Status Daerah Termahal
Redaktur : Tim Redaksi