jpnn.com, JAKARTA - Analis politik kebijakan pangan Syaiful Bahari mengatakan harga beras dalam negeri yang tidak mengalami penurunan disebabkan oleh beberapa faktor.
Ada dua hal menjadi penyebabnya, pertama alokasi beras impor lebih banyak digunakan untuk bansos, dan kedua pemerintah membeli beras melalui pihak ketiga.
BACA JUGA: Prioritaskan Beras Impor untuk Bansos, Pemerintah Dinilai Tidak Peka
Menurut Syaiful Bahari, pembelian melalui perantara menjadi salah satu biang kerok mahalnya harga beras.
"Impor beras secara G to G nyatanya tidak terjadi, malah pemerintah menyerahkan pihak ketiga untuk mengimpor. Setiba di Indonesia, harganya pun menjadi tinggi,” ujar Syaiful Bahri, Rabu (29/11).
BACA JUGA: Tingkatkan Produksi Beras Nasional, Mentan Amran Serukan Tanam Culik dari Tuban
Anggota Majelis Nasional Sekretariat Kolaborasi Indonesia (SKI) ini melihat indikasi pengiriman beras impor melalui negara perantara atau tidak langsung dari negara eksportir.
"Bagaimana harganya akan turun setiba di Indonesia, beras impor ini masuk melalui Singapura, baru menuju Indonesia. Tak heran efisiensi harga tidak terjadi,” jelasnya.
BACA JUGA: Mentan Buka-bukaan soal Prediksi Impor Beras 2024, Angkanya Wow!
Saat ini negara-negara produsen beras melakukan restriksi ekspor karena situasi global menuju krisis pangan. Tak heran jika dia skeptis pemerintah China akan mengizinkan ekspor beras ke Indonesia.
Syaiful meragukan pernyataan pemerintah bahwa stok beras nasional mencukupi. Hal ini karena saat situasi normal akhir tahun pada tahun-tahun lalu cadangan beras nasional mencapai 1-1,5 ton.
"Namun, saat ini malah defisit 1,45 juta ton. Pada Januari 2024, malah defisit beras jadi melebar sekitar 1,6 juta ton. Situasi pangan nasional kita benar-benar mencemaskan,” paparnya.
Syaiful juga mengungkapkan potensi ancaman lainnya adalah musim tanam serentak yang kemungkinan tidak terealisasi pada kuartal pertama tahun depan.
"Efeknya pada April tahun depan tidak akan terjadi panen raya, padahal kita membutuhkan stok gabah," ungkapnya. (jlo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh