jpnn.com, JAKARTA - Harga Bitcoin (BTC) menggila beberapa waktu belakangan ini. Harga mata uang digital itu bahkan menembus level harga tertinggi sepanjang masa setelah peluncuran dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) Strategi Bitcoin ProShares, BITO.
Namun, ahli strategi JPMorgan Chase menilai pendorong utama lonjakan harga Bitcoin itu adalah kekhawatiran investor atas inflasi.
BACA JUGA: Mengenal FSP Academy Pro, Software Autotrading Kripto dengan Kecerdasan Buatan
Ahli strategi JPMorgan Chase menyebut peluncuran BITO dianggap tidak mungkin memicu fase modal baru yang masuk secara signifikan. Hal itu berdasarkan mempertimbangkan volume hari pertama tertinggi untuk ETF.
Sebaliknya, JPMorgan percaya melejitnya harga Bitcoin karena emas gagal menanggapi kekhawatiran atas meningkatnya tekanan biaya dalam beberapa minggu terakhir.
BACA JUGA: Presiden Rusia Bicara Soal Kripto, CEO Indodax Merespons Begini
JPMorgan Chase menyebut peran baru Bitcoin justru menjadi lindung nilai yang lebih baik terhadap inflasi di mata investor.
Itu adalah alasan utama kenaikan harga saat ini.
BACA JUGA: Larangan Kripto China Menular? Simak Faktanya
Tim JPMorgan juga menyoroti peralihan ETF emas ke dana Bitcoin sejak September. Pasalnya, mendukung prospek bullish untuk Bitcoin hingga akhir tahun.
Ahli strategi JPMorgan mencontohkan berkurangnya minat investor setelah minggu pertama peluncuran Purpose Bitcoin ETF (BTCC) di Kanada.
Keadaan itu bisa jadi klaim bahwa hype awal seputar BITO juga bisa memudar setelah seminggu.
Sebagai ETF Bitcoin Futures-linked pertama di Amerika Serikat, ETF Strategi Bitcoin ProShares mulai diperdagangkan di New York Stock Exchange. Adapun harga pembukaan USD 40 per saham.
Hal itu memungkinkan investor untuk memiliki eksposur langsung ke cryptocurrency berjangka di pasar yang diatur.
Investor miliarder Carl Icahn memuji Bitcoin sebagai lindung nilai yang hebat terhadap inflasi, karena krisis pasar berikutnya sudah di depan mata.
CEO bank Inggris Standard Chartered Bill Winters juga berkomentar bahwa baru-baru dia mencatat berlalunya periode inflasi rendah yang panjang.
“Sangat masuk akal bagi orang untuk menginginkan alternatif mata uang fiat,” Kata Winters. (jpnn)
Redaktur : Elvi Robia