Harga Mati

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Jumat, 08 April 2022 – 16:26 WIB
Fadjroel Rachman. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Harga mati artinya harga yang tidak bisa ditawar lagi. 

Ini bukan istilah tawar menawar dagang, tetapi lebih dikenal sebagai diksi politik. 

BACA JUGA: Konsolidasi Nasional Pimpinan FPKS, Tolak Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden

NKRI harga mati, menjadi jargon yang sering diteriakkan orang. 

Sekarang, Fadjroel Rachman meneriakkan ‘Dua Periode Harga Mati’.

BACA JUGA: Demo 11 April Terkait Presiden Jokowi? Kombes Zulpan Bilang Begini

Jauh dari Kazhakstan, Fadjroel yang merupakan loyalis Jokowi, dan sekarang duta besar, meneriakkan jargon itu. 

Sehari sebelumnya, dalam rapat paripuran kabinet, Jokowi melarang anggota kabinetnya berbicara mengenai penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden.

BACA JUGA: Pak Jokowi, Wacana 3 Periode dan Kenaikan Harga Bisa Picu Demo Besar

Kelihatannya Jokowi ingin mengakhiri kegaduhan mengenai masa jabatan tiga periode yang makin berkembang liar. 

Namun, reaksi publik beragam. 

Alih-alih meredam isu, yang terjadi malah muncul seruan untuk melakukan demonstrasi massal 11 April.

Tagar ‘Goodbye Jokowi’ menjadi trending topic disusul dengan tagar ‘Rindu Reformasi Jilid II’. 

Demonstrasi pemanasan sudah dilakukan oleh mahasiswa yang tergabung dalam BEM (Eksekutif Mahasiswa) Sumatera Selatan di Palembang.

Tentu bukan kebetulan Fadjroel mengunggah pernyataan harga mati di akunnya di Instagram.

Dia ingin meyakinkan publik bahwa bosnya tidak ingin menambah periode kepresidenan menjadi tiga kali. 

Fadjroel ingin meyakinkan publik bahwa bosnya tetap taat terhadap konstitusi.

Namun, sebagian publik tidak mudah diyakinkan. 

Ajakan untuk melakukan demo besar-besaran 11 April masih terus menggelinding. 

Salah satu tokoh yang menyuarakan ajakan demo adalah Ruslan Buton, mantan tentara yang dihukum karena menyerukan Jokowi mundur. 

Kali ini, Buton kembali menyerukan Jokowi untuk mundur. 

Kondisi ekonomi nasional sedang meriang. 

Situasi ekonomi internasional yang bergolak makin memberi tekanan kepada ekonomi Indonesia. 

Krisis minyak goreng yang sudah berlangsung empat bulan, belum ada tanda-tanda tuntas. 

Kenaikan harga BBM akan menjadi faktor inflasioner yang memicu harga-harga kebutuhan pokok naik.

Jokowi membuat kebijakan pintas dengan memberikan BLT atau bantuan langsung tunai. 

Dia memerintahkan para pembantunya untuk menyalurkan BLT sebelum Lebaran tiba. 

Kebijakan pintas model subsidi semacam ini makin sering dilakukan beberapa waktu terakhir. 

Para pengritik Jokowi mengunggah pernyataan lawas Jokowi yang mengatakan tidak suka dengan kebijakan BLT. 

Namun, Jokowi tidak punya banyak pilihan kecuali memberikam BLT untuk menenangkan rakyat.

BLT menjadi kebijakan pintas sekaligus untuk buying time, membeli waktu, supaya kekecewaan publik tidak makin meluas. 

Harapannya, setelah Lebaran kondisi ekonomi bisa membaik dan krisis minyak goreng dapat diatasi, sambil berharap perang Rusia vs Ukraina akan berakhir.

Demontrasi 11 April akan menjadi moment of truth, momen kebenaran, untuk gerakan mahasiswa Indonesia dan untuk pemerintahan Jokowi. 

Gerakan mahasiswa dianggap mati suri selama pemerintahan Jokowi. 

Penerapan NKK/BKK (normalisasi kehidupan kampus/badan koordinasi kemahasiswaan) gaya baru membuat aktivitas demokrasi mahasiswa mampet. 

Seruan demonstrasi besar-besaran sudah pernah terjadi tahun lalu ketika muncul poster-poster digital menyerukan demonstrasi ‘End Game’. 

Seruan demonstrasi bertebaran di berbagai platform media sosial menyuarakan tuntutan end game bagi Jokowi. 

End Game merujuk pada film layar lebar sekuel superhero ‘The Avengers’ yang menggambarkan pertempuran final antara para superhero melawan kekuatan jahat Thanos yang muncul dari planet lain.

End Game adalah akhir kejahatan yang pupus karena dikalahkan oleh kekuatan para superhero. 

Demonstrasi end game dimaksudkan sebagai sindiran terhadap Jokowi yang segara bakal menghadapi masa akhir kekuasaannya. 

Jokowi pernah membuat referensi dengan film Avengers dengan mengggambarkan dirinya sebagai superhero yang akan mengalahkan Thanos yang jahat.

Seruan demonstrasi End Game ternyata hoaks. 

Tidak ada satu orang pun yang muncul untuk mengikuti demonstrasi. 

Kendati begitu polisi dan aparat keamanan bersiaga penuh untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi demonstrasi End Game. 

Polisi pun memburu si penyebar hoaks End Game.

Kali ini tidak ada tema End Game,  tetapi tuntutan terhadap Jokowi untuk mundur bermunculan. 

Selama ini gerakan mahasiswa yang muncul masih terlihat sporadis dan terfragmentasi. 

Gerakan 11 April akan membuktikan apakah gerakan mahasiswa sudah bisa terkonsolidasi.

Kondisi ekonomi nasional dan internasional sedang tidak berpihak kepada Jokowi. 

Berbagai kesulitan ekonomi yang muncul beberapa waktu belakangan ini akan menjadi faktor delegitimasi bagi pemerintahan Jokowi. 

Selama ini, Jokowi mendapatkan legitimasinya sebagai ‘bapak pembangunan infrastruktur’. 

Namun, dengan kondisi ekonomi yang sulit seperti sekarang, proyek-proyek infrastruktur Jokowi harus disisihkan untuk lebih berkonsentrasi pada pembenahan kebutuhan pokok.

Selama 32 tahun memerintah Indonesia, Presiden Soeharto membangun legitimasi sebagai ‘bapak pembangunan’. 

Soeharto mendapatkan legitimasinya karena berhasil mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang stabil pada kisaran tujuh persen setiap tahun. 

Dengan pertumbuhan ekonomi yang konsisten itu, Indonesia masuk dalam kategori NIC atau new industrialised country, negara industri baru dan dijuluki sebagai salah satu macan Asia.

Pembangunan fisik menjadi andalan Soeharto. 

Ekonomi yang stabil membuat harga-harga kebutuhan pokok terjangkau oleh rakyat. 

Pada era Soeharto Indonesia berhasil memenuhi kebutuhan beras sendiri melalui program swasembada. 

Soeharto juga memberi prioritas kepada pendidikan dengan menyediakan sekolah-sekolah gratis.

Pembangunan ekonomi yang masif harus ditopang oleh stabilitas sosial-politik yang kokoh. 

Oleh karena itu, Soeharto menempatkan stabilitas sebagai hal yang mutlak menjadi dasar pembangunan ekonomi. 

Itulah yang kemudian menjadi ‘trade-off’ imbal balik yang harus dibayar oleh rakyat Indonesia. 

Pembangunan fisik maju, tetapi pembangunan demokrasi terbengkalai.

Pemerintahan totaliter ala Pak Harto akan mudah kehilangan legitimasi ketika muncul problem ekonomi. 

Itulah yang dialami rezim Orde Baru pada 1997 ketika muncul krisis moneter yang melanda Asia.  

Fundamen ekonomi Indonesia ternyata tidak kokoh ketika menghadapi krisis  moneter yang membuat mata uang rupiah anjlok berhadapan dengan dolar.

Harga-harga naik dan inflasi tidak terkendali. 

Campur tangan IMF (Dana Moneter Internasional) yang memberi resep liberalisasi ekonomi bukannya menyelesaikan penyakit, tetapi malah membuat ekonomi Indonesia tambah sekarat.

Demonstrasi mahasiswa bergelombang setiap hari. 

Tuntutan agar Soeharto mengundurkan diri tidak bisa dibendung lagi. 

Dalam kondisi terkepung oleh gerakan mahasiswa, satu per satu orang-orang kepercayaan Soeharto meninggalkannya. 

Soeharto makin terdesak, dan tidak punya pilihan lain selain mengundurkan diri.

Developmentalisme Orde Baru yang dibangun selama tiga dasawarsa ambruk dalam sekejap. 

Legasi yang dibangun atas dasar pembangunan fisik yang mengabaikan pembangunan demokrasi ternyata rapuh seperti kartu domino yang satu per satu  jatuh bertumbangan.

Pemerintahan Jokowi mempunyai pendekatan pembangunan yang mirip dengan developmentalisme Orde Baru. 

Pembangunan infrastruktur yang masif di mana-mana dijadikan sebagai alat legitimasi bagi kekuasan Jokowi. 

Pembangunan fisik itu harus dilandasi dengan stabilitas yang mengorbankan demokrasi. Itulah kondisi yang terjadi saat ini.

Jokowi adalah pemimpin populis yang banyak dicintai rakyat kecil. 

Latar belakangnya sebagai warga negara biasa yang tidak muncul dari kalangan elite membuatnya bisa diterima sebagai bagian dari rakyat. 

Hal itu menjadi legitimasi yang sangat penting bagi Jokowi.

Populisme selalu punya wajah ganda. 

Di satu sisi pemimpin populis mudah mendapatkan dukungan rakyat, tetapi di sisi lain pemimpin populis berkoalisi dengan elite-elite politik, ekonomi, dan militer untuk membentuk oligarki yang eksklusif.

Populisme ala Jokowi menghasilkan pemerintahan yang dikuasai oleh oligarki yang melahirkan pemerintahan plutokrasi yang berdasarkan kekuasaan orang-orang yang punya kekuasaan atas uang dan modal. 

Vladimir Putin di Rusia dan Xin Jiping di China adalah contoh pemimpin plutokratis yang berhasil memperpanjang kekuasaannya tanpa prosedur demokrasi.

Gerakan tiga periode di Indonesia adalah pembajakan terhadap demokrasi yang dilakukan atas nama populisme. Gerakan itu mendapat penolakan keras dari publik dan  karena itu kemudian melakukan gerakan tiarap sambil melihat situasi.

Munculnya jargon ‘’dua periode harga mati’’ dari Fadjroel Rachman bukan berarti gerakan tiga periode selesai. Bisa jadi muncul gerakan politik dagang sapi, saling tawar menawar. Dua periode harga mati atau harga nego? (*)


Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler