jpnn.com - JAKARTA - Terus merosotnya harga minyak dunia membuat perhitungan harga keekonomian BBM jenis premium dan solar berubah. Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan, pemerintah terus memantau pergerakan harga minyak dunia yang berada dalam tren turun.
Harga itulah yang akan menjadi acuan pemerintah untuk menetapkan harga jual premium dan solar.
BACA JUGA: Sudah Dianggarkan Pembangunan Rumah Guru
"Kalau lihat harga minyak dunia (yang turun), nanti kita akan turunkan lagi harga BBM," ujarnya saat ditemui usai sidang kabinet di Kantor Presiden kemarin (7/1).
Sebagaimana diketahui, sejak 1 Januari 2015, pemerintah mengubah kebijakan subsidi. BBM jenis premium dijual sesuai dengan harga keekonomian Rp 7.600 per liter, sedangkan solar yang harga keekonomiannya Rp 8.250 per liter, masih disubsidi Rp 1.000 per liter, sehingga dijual ke masyarakat dengan harga Rp 7.250 per liter.
Variabel utama yang mempengaruhi perhitungan harga keekonomian tersebut adalah harga minyak dunia. Karena sebagian premium dan solar harus diimpor, maka nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga ikut berpengaruh.
Harga keekonomian premium Rp 7.600 dan solar Rp 8.250 per liter yang berlaku 1 Januari lalu, ditetapkan dengan asumsi harga minyak dunia periode 25 November - 24 Desember 2014.
Sofyan menjelaskan, harga premium dan solar periode Februari 2015 nanti akan ditentukan berdasar pergerakan harga minyak dunia sepanjang 25 Desember - 24 Januari 2015. Padahal, hingga kemarin, harga minyak dunia sudah turun di bawah USD 50 per barel dan masih berpotensi turun.
Karena itu, harga keekonomian premium dan solar pun dipastikan turun. Berapa besar kemungkinan penurunan harga premium dan solar? "Nanti, tunggu akhir bulan, kita umumkan lagi," katanya.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menambahkan, potensi turunnya harga premium dan solar karena mengikuti harga minyak dunia memang terbuka. Namun, kalkulasi harga jual premium dan solar juga akan mempertimbangkan pergerakan nilai tukar rupiah yang pada awal Januari ini menunjukkan pelemahan terhadap dolar AS.
BACA JUGA: Elpiji Langka, Kalau pun Ada Harga Mahal
Dengan faktor itu, turunnya harga premium dan solar tidak akan terlalu besar. "Nanti kan kita kombinasikan pergerakan minyak dunia dan rupiah," ucapnya.
Sebagai gambaran, kurs beli berdasar data Bank Indonesia sepanjang 25 November - 24 Desember 2014 yang menjadi basis perhitungan harga premium dan solar Januari, rata-ratanya ada di kisaran 12.400 per USD. Sedangkan nilai tukar periode 25 Desember 2014 hingga 7 Januari 2015 ada di range 12.372 - 12.668 per USD.
Prediksi kembali turunnya Premium dan Solar juga muncul dari Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) Faisal Basri. Dia sepakat bahwa harga baru bakal muncul untuk harga jual Februari. Penyebabnya juga karena minyak mentah yang terus melorot.
"Sekarang, minyak WTI sudah USD 47,99 per barel. Itu pukul 09.00 pagi (kemarin, red). Gila, turun terus harganya," ucapnya di Kementerian ESDM. Makin murahnya minyak, lanjut Faisal, berarti mengurangi beban pengadaan. Jadi, tidak ada alasan untuk mempertahankan saat ini.
Tanpa adanya subsidi, harga BBM terutama Premium akan mengikuti mekanisme pasar. Saat harga minyak terus menurun, maka harga jual di pasaran juga ikut turun. Begitu juga saat harga minyak menjadi mahal, bahan bakar dengan oktan rendah itu ikut naik.
Prediksinya, penurunan harga bakal berlangsung lama. Selama 2015, harga minyak tidak akan rebound sampai di atas USD 70 per barel. Artinya, keputusan pemerintah untuk tidak memberikan subsidi pada Premium tepat. Harga jual di masyarakat disebutnya masih oke di kantong pembeli.
"Yang menarik, ada keyakinan bahwa harga rendah ini cukup lama. Paling tidak, sepanjang tahun ini masih di bawah USD70. Logikanya, tidak perlu subsidi," tuturnya.
Di luar itu, dia juga menyinggung soal kesempatan yang diberikan pemerintah kepada PT Pertamina untuk menghilangkan Premium dalam dua tahun. Menurutnya, itu bisa dipercepat karena waktu yang diberikan pemerintah bersifat selama-lamanya. Jadi, kemungkinan segera hilang masih terbuka.
Tim RTKM sendiri tetap mendorong agar produk RON 88 itu bisa lenyap dalam enam bulan saja. Salah satu caranya adalah menekan supay tidak ada kontrak baru pembelian minyak untuk Premium. "Kita dorong harus lebih cepat. Kalau menunggu dua tahun, ribet," tegasnya. (owi/dim)
BACA JUGA: Elpiji 3 Kg Dijual Rp 50 Ribu
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Daerah Yang Terlambat Susun RAPBD 2015
Redaktur : Tim Redaksi