Harga Sembako dan Angkutan Sulit Turun

Minggu, 18 Januari 2015 – 20:54 WIB
Ilustrasi. FOTO: dok

jpnn.com - SURABAYA - Turunnya harga bahan bakar minyak (BBM) hingga menjadi Rp 6.500 per liter belum punya efek signifikan pada harga sembako. Beberapa harga masih tinggi. 

Data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jatim menyebutkan, harga beras jenis bengawan Rp 10.160, jenis mentik Rp 11 ribu, dan IR 64 Rp 8.840 per kilogram. Sementara itu, harga ca­bai keriting Rp 39 ribu, cabai biasa Rp 38.500 (naik Rp 1.000), dan cabai rawit Rp 46 ribu per kilogram. Data itu dihimpun dari situs disperindag per 16 Januari.

Gubernur Jatim Soekarwo mengatakan, kebijakan Presiden Joko Widodo menurunkan harga BBM akan sulit mengubah harga yang sudah melambung tinggi. Tidak hanya pada harga sembako, tapi juga tarif distribusi barang. ''Di dalam hukum ekonomi, kalau terjadi nilai tambah, turunnya sangat sulit,'' ungkapnya.

Pria yang akrab disapa Pakde Karwo itu menyebutkan, harga beberapa sembako masih terbilang tinggi. Misalnya, harga cabai yang melonjak setelah harga BBM naik. Hal tersebut disebabkan adanya kelangkaan cabai lantaran musim hujan. Namun, harga beras di Jatim cenderung stabil.

''Beras premium memang naik sedikit daripada medium karena memang Januari musim paceklik. Tapi, kalau memasuki April, harga pasti turun,'' imbuhnya.

Meski begitu, lanjut dia, pemprov akan turun langsung ke lapangan untuk mengembangkan informasi harga sembako di pasar-pasar tradisional. Sebab, pemprov tidak bisa menurunkan harga di pasar begitu saja. ''Tetap kami pantau,'' tambahnya.

Soal tarif angkutan, Soekarwo menyebutkan bahwa kenaikan tarif sebagai imbas melambungnya harga BBM pada November 2014 merupakan keputusan menteri perhubungan. Pemprov pun telah memberikan subsidi ongkos angkut untuk mengurangi beban rakyat. ''Jadi, kalau sekarang harga BBM turun, masalah tarif angkutan terserah hitung-hitungan menteri perhubungan saja,'' ujarnya.

Penurunan tarif angkut, lanjut dia, tidak bisa diputuskan sendiri oleh pemerintah daerah. Dibutuhkan koordinasi dengan Kementerian Perhubungan. Karena itu, harus ada regulasi ketentuan dari menteri perhubungan untuk menghitung penurunan harga BBM terhadap tarif ongkos angkut. ''Saya rasa kalau Menhub membuat regulasi, semua akan jelas.''

Soekarwo menuturkan, kebijakan harga BBM yang naik turun tersebut, tampaknya, membuat para pedagang maupun pengusaha susah. Sebab, mereka harus membuat perencanaan bisnis ongkos produksi. ''Harga BBM turun lima kali dalam setahun misalnya, saya kira itu tidak baik,'' jelasnya.

Bahkan, lanjut dia, sudah ada beberapa pengusaha yang mengeluhkan kebijakan harga BBM yang naik turun tersebut. Mereka menyampaikan masalah dalam menentukan perencanaan bisnis setiap April setelah rapat umum pemegang saham (RUPS). "Ya, mereka pernah bilang bingung dengan naik turunnya harga BBM. Sebab, mereka membutuhkan ukuran dalam membuat business plan,'' tuturnya. 

Pemkot Surabaya juga bakal mengevaluasi tarif angkutan umum yang baru saja mereka tetapkan pada 30 Desember lalu. Tetapi, evaluasi itu masih menunggu surat edaran dari Kemenhub. "Kami menunggu revisi dari Kemenhub," kata Kepala Bidang Angkutan Dishub Surabaya Tundjung Irwandaru.

Selain menunggu edaran dari Kemenhub, pemkot akan melihat harga berbagai spare part mobil hingga oli dan ban. Sebab, perhitungan tarif angkutan itu tidak hanya mengacu pada harga BBM. Bahkan, sebenarnya nilai BBM cukup kecil dalam menentukan tarif angkutan. "Tapi, harga onderdil kadang dipengaruhi kenaikan BBM," ujar Tundjung. 

Tarif angkutan umum di Surabaya saat ini berkisar Rp 5 ribu untuk jarak 15 kilometer. Tarif itu memang tidak sesuai dengan tarif yang ditentukan pemkot sebesar Rp 4 ribu. Organda Surabaya berkeinginan agar pemkot tidak perlu membahas lagi tarif angkutan tersebut. Pengemudi bisa menerapkan tarif Rp 4 ribu sesuai dengan perwali. "Jadi, tidak perlu dibahas-bahas lagi. Cukup disesuaikan dengan perwali saja, Rp 4 ribu," ujar Ketua DPC Organda Surabaya Sunhaji Ilohoh kemarin.

Dia mengungkapkan, pemerintah harus lebih jeli dalam melihat kondisi di lapangan. Tarif Rp 4 ribu pada saat bensin Rp 6.700 itu sudah masuk akal. "Kalau kurang dari itu, kami ini tidak dapat apa-apa," imbuh dia. (ayu/jun/c7/ayi)

BACA JUGA: Ngebet Pengen Jadi PNS, Rp 80 Juta Lenyap

BACA ARTIKEL LAINNYA... PNS Mendominasi Kasus Cerai


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler