Harga Tes PCR 'Mencekik', PKS: Jangan Sampai Masyarakat Jadi Korban Eksploitasi Mafia

Sabtu, 14 Agustus 2021 – 17:21 WIB
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta pemerintah menyelidiki serius penyebab mahalnya harga tes PCR di dalam negeri. Foto/Ilustrasi swab: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Mahalnya harga tes PCR di Indonesia ketimbang negara lain mendapatkan sorotan dari berbagai pihak.

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta pemerintah menyelidiki serius penyebab mahalnya harga tes PCR di dalam negeri.

BACA JUGA: Harga Tes Swab PCR Melangit, HMI Bereaksi Begini, Simak

Menurut dia, harga tes PCR di Indonesia diketahui sepuluh kali lebih mahal dibanding di India.

Sebagaimana diberitakan di India biaya tes PCR sebesar Rp 56 ribu persen pasien. Sementara di Indonesia biaya pemeriksaan PCR sekitar Rp 850 ribu per pasien.

BACA JUGA: Kritik Mendag, Dokter Tirta: Ini Mau Dagang PCR Atau Bagaimana?

Politisi senior PKS ini menilai ketimpangan harga yang terpaut besar ini harus dicermati.

"Jangan sampai masyarakat Indonesia menjadi korban eksploitasi mafia bisnis kesehatan, yang mencari untung besar di tengah krisis," ungkap Mulyanto.

BACA JUGA: Ini Alasan Kemendag Terapkan Aturan Tes PCR untuk Masuk Mal

Mulyanto menyebutkan WHO menyarankan Indonesia mencontoh cara India dalam menangani Covid-19. India sudah terbukti mampu menurunkan kasus positif hariannya secara drastis salah satunya dengan memperbanyak tes.

"Mereka mampu melaksanakan tes secara masif, karena biayanya yang sangat murah yaitu hanya Rp 56 ribu per pasien. Sedangkan biaya tes di Indonesia bisa sepuluh kali lipat," tegas Mulyanto.

Wakil Ketua FPKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini minta pemerintah menjelaskan kenapa harga PCR di Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan di India.

Padahal bahan dan prosedur pemeriksaannya hampir sama.

"Karena itu saya minta Pemerintah memeriksa semua alur pengadaan perangkat PCR dan proses distribusi ke klinik penyelenggara pelaksana tes PCR. Bila terbukti ada pihak yang coba mencari keuntungan berlebih bisa segera diambil tindakan hukum," desak Mulyanto.

Mulyanto juga mengingatkan pemerintah untuk terus mengembangkan industri petrokimia dalam negeri. Kilang minyak Tuban dengan industri petrokimianya masih mandeg.

Pasalnya, dia menilai Indonesia memiliki ketergantungan terhadap impor terhadap reagen dan bahan kimia penunjang tes PCR lainnya.

Pemerintah, kata dia, juga harus perkuat ekosistem dan infrastruktur riset dasar bidang industri dan enzim molekular (industrial and molecular enzyme) serta bidang kimia sintetik (chemical synthesis).

"Sehingga kita mampu memproduksi sendiri reagen dan bahan kimia lainnya, agar Indonesia tidak tergantung pada impor bahan yang sangat penting bagi kesehatan masyarakat," beber dia.

Lebih lanjut, untuk jangka pendek pemerintah perlu mengatur ketentuan impor reagen dan bahan lain pendukung PCR ini sedemikian rupa, sehingga dapat menekan harga tes PCR.

Mulyanto menyebut pemerintah juga perlu memperbanyak laboratorium tempat tes PCR, yakni lab Bio Safety Level 2 (BSL-2).

"Misalnya menugaskan BUMN membeli reagen dalam jumlah besar dan komitmen jangka panjang agar harga dapat ditekan," imbuh Mulyanto. (mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler