Hargai Proses PK Terpidana Mati, Kejagung Tak Salahi Aturan

Sabtu, 27 Desember 2014 – 17:07 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Kejaksaan Agung menunda eksekusi dua terpidana mati yang mengajukan peninjauan kembali (PK). Sikap Kejagung ini dianggap tak menyalahi aturan. Menurut pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogayakarta Mudzakir, Kejagung tidak menyalahi aturan dengan mengundur eksekusi terpidana mati yang tengah mengajukan PK tersebut. 

Sebab, kata dia, mengajukan PK merupakan hak yuridis terpidana mati. Apalagi, Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 34/PUU-XI/2013, menyatakan PK dapat dilakukan lebih dari satu kali selama terdapat novum baru.  "Hak terpidana harus dihargai, tidak boleh dinafikan. Hak terpidana mengajukan PK sah-sah saja jika merasa ada bukti baru," ungkap Mudzakir, Sabtu (27/12).

BACA JUGA: Premium Dihapus, Itu yang Ditunggu Asing

Karenanya dia mengatakan, kalau mau dieksekusi ternyata terpidana mengajukan PK maka harus dihargai hinggga prosesnya berakhir.

Menurut dia, PK sekaligus berfungsi sebagai kontrol atau evaluasi dari kemungkinan terjadinya human error dalam putusan-putusan sebelumnya. Ia menegaskan, Mahkamah Agung sebagai otoritas berwenang harus segera memproses,  sehingga kepastian hukum dapat diberikan. Tugas MA harus segera memproses apakah novum diajukan diterima. "Kalau MA mempertimbangkan tidak membuat perkara bebas, maka eksekusi hukuman mati bisa lakukan. MA jangan menjual waktu. MA harus cepat memproses PK itu," ujar Mudzakir.

BACA JUGA: Sanggupi Produksi Pertamax, Pertamina Dinilai Omong Doang

Sedangkan pakar hukum pidana Universitas Trisaksi Jakarta Abdul Fickar Hadjar mengatakan, meski bertentangan dengan hak asasi manusia hukuman mati masih menjadi hukum positif. Dalam artian, katanya, masih berlaku di Indonesia. "Karenanya pemerintah sebagai penegak hukum, dalam hal ini kejaksaan harus tetap melaksanakan itu," paparnya.

Fickar menilai MA harus melihat secara seksama apakah materi PK yang diajukan terpidana memiliki perubahan atau tidak. "Harus dilihat sudah berapa kali PK. Kalau Isinya diiajukaan itu-itu saja, maka tidak ada alasan untuk menunda eksekusi," ungkapnya.

BACA JUGA: Tiba di Jayapura, Jokowi Injak Piring Bundar

Tapi, ia melanjutkan, secara formal orang yang mengajukan upaya hukum maka harus dihormati. "Walau MA menegaskan tidak menunda eksekusi tapi harus diperhatikan juga," urai Fickar.

Dia menambahkan, untuk mencegah agar PK tidak dijadikan alat oleh terpidana untuk mengulur pelaksanaan eksekusi, maka MA harus memiliki terobosan dengan mengeluarkan Surat Edaran MA.

"MA yang punya otoritas harus mengeluarkan surat edaran. PK dengan materi sama yang berkali-kali diajukan bisa ditolak. Atas dasar itu, kejaksaan bisa melakukan ekseskusi.  Harus ada ketentuan MA, misal PK sampai tiga kali dengan materi itu-itu saja harus diltolak. Tidak bisa Kejaksan Agung memaksakan jika PK masih dilakukan," pungkasnya.

Seperti diketahui, dua terpidana mati kasus narkotika yang berasal dari Kejaksaan Negeri Batam, Kepulauan Riau, berinisial AH dan PL, mengajukan PK pada 15 Desember 2014.

Pengadilan Negeri Batam telah menetapkan sidang PK yang diajukan terpidana ini pada 6 Januari 2015. "Sehingga bisa dipastikan bahwa dua terpidana mati atas nama AH dan PL, mungkin tidak bisa dilaksanakan pada tahun ini," ujar Tony Spontana, Kapuspenkum Kejagung. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hapus Premium Diyakini Efektif Singkirkan Mafia BBM


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler