jpnn.com - Saban Minggu Hari Gunawan menyempatkan diri datang ke Alun-Alun Sidoarjo. Memang, kadang dia datang. Kadang tidak. Kesibukan sebagai fotografer lepas membuatnya harus pandai-pandai mengatur waktu. Apabila pagi ada sesi foto pernikahan atau model, dia akan berkunjung ke alun-alun pada sore. Begitu pula sebaliknya.
Laporan Lazuardi Barkah, Surabaya
BACA JUGA: Cerita Para Juru Pelihara Situs Gunung Padang yang Harus Kerja Ekstra
MINGGU itu, lelaki tersebut berdiri di tengah lapangan. Terik matahari pagi terasa menyengat. Namun, dia tidak menghiraukannya. Di sana diambilnya segenggam rumput di lapangan. Perlahan, dia menebarkan rumput itu ke udara.
Angin menerbangkan butiran debu dan potongan rumput itu ke selatan. Siapa pun yang menyaksikan pasti dapat menyimpulkan bahwa angin berembus dari arah sebaliknya, utara. ”Kalau begitu, kita harus melempar ke timur,” katanya. Salah satu aturan dalam melempar bumerang adalah melemparkannya pada arah jam dua sampai tiga. Patokannya, arah angin dianggap sebagai titik jam 12.
BACA JUGA: Paling Sulit Cegah Pengunjung Naik di Bebatuan
Hari lantas menggenggam erat bumerang miliknya. Sebuah bumerang berbentuk huruf V bergradasi warna antara ungu dan jingga. Bumerang itu dia lemparkan. Terbang rendah dengan membentuk lintasan orbit oval. Berputar dari kanan ke kiri. Kembali kepada pelemparnya di arah jam sembilan. Dan, hupp… Dengan tangan kirinya, dia menangkap bumerang tersebut.
Itulah profil Hari. Di balik penampilannya yang sederhana, dia adalah atlet bumerang Indonesia. Sejak awal berkenalan dengan bumerang pada 2012, dia rutin mengikuti perlombaan bumerang di Indonesia. Terhitung sudah dua kali dia mengikuti Tunasbumi (Turnamen Nasional Bumerang Indonesia). Dari dua kali keikutsertaan tersebut, dia berhasil menggondol juara dalam kategori trick catch.
BACA JUGA: Eksistensi Wong Hang 81 Tahun Jadi Spesialis Jas
Hari memang pemain bumerang spesialis cabang trick catch. Sejak awal main pada 2013, dia menguasai berbagai teknik menangkap bumerang. Mulai cara menangkap yang konvensional, memakai tangan kanan atau kiri, hingga cara menangkap yang ekstrem. Contohnya, menangkap bumerang tepat di bawah selangkangan. Masih kurang ekstrem, dia bisa menangkap bumerang dengan menggunakan kaki.
Menangkap bumerang dengan menggunakan kaki merupakan teknik tersulit di dunia. Tepatnya, menangkap bumerang dengan menggunakan telapak kaki. ”Menghasilkan poin tertinggi dalam trick catch,” katanya. Tentu saja teknik tangkapan itu bernilai tinggi. Sebab, jika gagal menangkap, taruhannya besar. Bisa-bisa ”masa depan” terancam. Hari menguasai teknik tersebut dalam waktu satu bulan. ”Asalkan rajin berlatih, bisa,” katanya.
Sebagai olahraga, bumerang memiliki banyak subkategori perlombaan. Misalnya, endurance (menangkap bumerang sebanyak-banyaknya dalam lima menit), fast catch (adu cepat menangkap), MTA 100 (adu melempar bumerang terlama), hingga trick catch (menangkap bumerang dengan gaya).
Seminggu sekali dia meluangkan waktu untuk bermain bumerang. Nah, di sinilah tantangan bermain bumerang yang sesungguhnya. Mencari tempat luas. Itulah yang mengakibatkan olahraga tersebut tergolong sukar untuk dimainkan. Terutama di kota besar seperti Surabaya. Sebab, untuk bermain bumerang, diperlukan lahan kosong yang luas. ”Paling tidak 50 meter tanah kosong,” kata Hari. Dengan lahan yang sedemikian luas, pemain bumerang hanya bisa melemparkan bumerang yang daya jangkaunya pendek. Padahal, daya jangkau bumerang rata-rata 100 meter. Yang terluas bisa sampai 200 meter.
Susahnya mencari lahan yang cocok juga membuat banyak peminat bumerang di Surabaya balik kucing. ”Banyak yang tak tahan hingga akhirnya mundur,” tambah Hari yang merangkap sebagai ketua Buaya (Bumerang Surabaya). Padahal, di Surabaya masih ada satu lapangan luas yang bisa digunakan untuk melempar bumerang. Yaitu, di Rungkut. ”Tapi, harus hati-hati. Sebab, banyak tiang listrik,” ungkapnya.
Hal itu pula yang membuat Hari rajin menyambangi Alun-Alun Sidoarjo setiap Minggu. Sebab, di Sidoarjo masih ada tanah kosong yang bisa digunakan untuk bermain bumerang. Yaitu, Alun-Alun Sidoarjo. Namun, karena panjang lapangan hanya sekitar 60 meter, bumerang yang dilempar hanya bumerang dengan daya jangkau pendek.
Untuk mengobati rasa kangen melempar bumerang dengan daya jangkau panjang, dia berburu tanah kosong. Khususnya lahan pembangunan pabrik baru. Biasanya, lokasi seperti itu cukup luas. Setidaknya panjangnya mencapai 100 sampai 150 meter.
Aktif mengikuti perlombaan bumerang nasional kerap membuat Hari bertemu dengan banyak pemain bumerang. Baik dari kelas nasional maupun internasional. Pernah saat dia mengikuti lomba di Bandung, atlet bumerang dari Australia bertanya mengenai dapur pembuatan bumerang di Indonesia.
”Kami pakai gerinda,” kata Hari. Jawaban itu membuat mereka terkejut. Malah tidak sedikit yang memprotes bahwa cara tersebut terlalu berbahaya. Sebab, apabila tidak berhati-hati, tangan bisa terluka. Bahkan, nyawa terancam. Pembuatan bumerang di luar negeri menggunakan sebuah mesin ampelas dudukan. Mesin bergerak otomatis, sementara perajin hanya perlu menggerakkan materi yang akan diolah menjadi bumerang.
Saat itu Hari dan pemain bumerang Indonesia langsung menjelaskan. Gerinda diikat dengan tali dan digantungkan di langit-langit. Tujuannya, gerinda bisa dipakai tanpa perlu dipegangi. Dengan demikian, kedua tangan bebas untuk mengolah bumerang.
Mendengar penjelasan tersebut, mereka kagum. Cara tersebut dianggap kreatif dan mampu mengurangi risiko kecelakaan. ”Orang Indonesia kan memang jagonya ngakali,” kata Hari. Selain dengan mengikatkan gerinda ke langit-langit, masih banyak lagi cara unik lainnya.
Hari punya resep untuk mengasah keterampilan bermain bumerang. Caranya bukan dengan melempar bumerang setiap hari. Tetapi, bermain nuchaku atau double stick. Hal yang sama dilakukan sebagian besar pemain bumerang di Indonesia. ”Bermain nuchaku bisa mengasah ketangkasan dan kelenturan pergelangan tangan,” ungkapnya. Hal itu bukan tanpa alasan. Sebab, dalam bermain nuchaku, pergelangan tangan aktif digunakan.
Selain ahli memainkan bumerang, dia cukup ahli dalam membuat bumerang. Berbagai material pernah dia coba untuk dijadikan bumerang. Mulai plywood (tripleks), polypropylene, hingga material ekstrem seperti helm.
Ya, bagi pemain bumerang di Indonesia, helm bekas dapat diolah menjadi bumerang. Membuatnya tidak dengan memotong helm tersebut, tetapi menggodok helm itu sampai meleleh, kemudian dipipihkan. Selanjutnya, bahan itu dipotong menjadi berbagai bentuk. Bentuk V, tiga siku, atau bentuk salib (cross).
Namun, eksperimennya dalam membuat bumerang tidak terbatas sampai di situ. Pada waktu senggang, dia juga membuat bumerang dari benda sehari-hari lainnya. Contohnya, ember cat, timba plastik, dan kaca. ”Sejauh ini saya suka bahan helm,’’ ungkapnya. (*/c6/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ditemani Pemandu Virtual, Koleksi Indonesia Terbanyak
Redaktur : Tim Redaksi