jpnn.com - TANGERANG--Sidang lanjutan gugatan pembatalan pengikatan perjanjian jual beli (PPJB) tanah dan bangunan yang dilakukan PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSD) terhadap PT Swiss German Uni (SGU) akan digelar hari ini Rabu (21/12).
Setelah berulangkali tertunda karena ketidaksiapan pihak tergugat sidang itu akhirnya digelar dengan mengagendakan pembacaan kesimpulan.
BACA JUGA: Pemerintah Berkomitmen Lanjutkan Proyek KA Trans Sulawesi
Pada sidang terdahulu, Rabu (14/12), pengacaraa PT SGU (tergugat) beralasan, belum siap menyusun kesimpulan karena merasa terganggu oleh intimidasi dari pihak penggugat (PT BSD).
Di depan majelis hakim yang dipimpin Wahyu Widya, kuasa hukum PT SGU menyatakan, intimidasi tersebut berupa somasi tentang pemutusan pinjam pakai atas tanah dan bangunan serta pemagaran kampus SGU.
BACA JUGA: Belum Sepekan Dibongkar, Pondok Mesum sudah Berdiri Lagi
Menanggapi hal itu, pengacara PT BSD menegaskan, masalah tersebut tidak ada kaitannya dengan perkara yang disidangkan.
"Itu hal yang berbeda. Yang digugat adalah pembatalan PPJB. Sedangkan yang diungkap kuasa hukum SGU adalah pemutusan pinjam pakai atas tanah dan bangunan,’’ katanya.
BACA JUGA: Bupati Ini Pastikan Pejabat Berprestasi Tak Akan Dimutasi
Perdebatan kecil kedua pengacara pada sidang yang terbuka untuk umum itu kemudian ditengahi oleh Hakim Wahyu Widya.
Menurut hakim, apa yang diungkap pengacara tergugat hanya sekadar informasi. Namun masalah pembatalan pinjam pakai dan pemagaran, itu di luar kewenangan hakim.
Hakim hanya mengurusi masalah perjanjian (PPJB) saja.
"Masalah itu bukan urusan atau kewenangan hakim. Kami tidak bisa membantu terkait hal itu. Sebenarnya kalian masih bisa berdamai kok, masih ada kesempatan,’’ ujarnya.
Sidang Majelis Hakim dipimpin Wahyu Widya (ketua) dengan Tuty Haryadi (anggota) dan Yuferry F Rangke (anggota) sebagai anggota dan Teti Rukmiyati, SH (panitera).
Sementara itu di luar persidangan, pengamat pendidikan Darmaningtyas menegaskan, Yayasan SGU harus bertanggung jawab karena tidak membayar sewa selama tujuh tahun hingga gedung kampus disegel pemiliknya dan membuat mahasiswa terlantar.
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) juga turut bertanggungjawab karena abai atas kontrol terhadap SGU.
"SGU otomatis harus bertanggungjawab. Tapi Kemenristekdikti juga turut bertanggung jawab, kemana kontrol yang selama ini dilakukan hingga ada kampus yang demikian," kata Darmaningtyas.
Mahasiswa, tegasnya, harus berani menuntut dan menanyakan ke Kemenristekdikti soal izin operasional SGU.
Kemenristedikti bertanggung jawab karena untuk mendirikan kampus apalagi dengan bayaran mahal harus ada persyaratan yang tidak boleh diabaikan.
''Di antara persyaratan tersebut adalah izin membuat lembaga pendidikan, gedung dan fasilitas lainnya,'' ujarnya.
Selain itu, lanjut Darmaningtyas, mahasiswa bisa menuntut ke pengadilan atas kebohongan publik yang dilakukan SGU selama ini. Kebohongan publik yang dimaksud adalah karena YSGU terus menerima mahasiswa baru.
Padahal tidak memiliki lahan dan gedung sendiri, bahkan menyewa pun tidak, sebagaimana persyaratan pendirian perguruan tinggi.
Apalagi mahasiswa yang jumlahnya ribuan juga telah membayar mahal untuk bisa kuliah di kampus tersebut.
"Mahasiswa juga bisa datang dan mempertanyakan ke Kedutaan Swiss dan Jerman karena kedua negara itu menjadi nama kampus tersebut," tegasnya.(flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Memperpanjang SIM Gampang Banget, Begini Caranya
Redaktur : Tim Redaksi