Hari Kesehatan 2024: KTKI-Perjuangan Tuntut Keadilan kepada Presiden Prabowo

Selasa, 12 November 2024 – 14:06 WIB
Presiden Prabowo Subianto. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Peringatan Hari Kesehatan 2024 kali ini terasa berbeda bagi Anggota Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) yang diangkat dengan Kepres 31/M/2022 untuk masa lima tahun.

Sebagai reaksi terhadap kebijakan yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes), para anggota KTKI menyuarakan protes terhadap kebijakan yang dinilai tidak adil dan menimbulkan maladministrasi.

BACA JUGA: KTKI Soroti Proses Penerbitan Kepres KKI oleh Kemensetneg

Dalam Rapat Kerja Pertama Komisi IX DPR RI pada 31 Oktober 2024, Menteri Kesehatan memberikan sebutan "Sang Mantan" kepada anggota KTKI yang dianggap mencerminkan penghargaan rendah terhadap perjuangan mereka.

Edy Wuryanto, anggota Komisi IX DPR RI, mengingatkan bahwa Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) bekerja secara independen, sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

BACA JUGA: Kemenkes Diminta Tuntaskan Masalah Pemberhentian Anggota KTKI

Dia menegaskan bahwa tidak boleh ada intervensi, termasuk dari pemerintah, dalam tugas dan wewenang KKI. Namun, kebijakan terbaru, yakni PMK 12/2024, yang diikuti dengan Kepres 69/M/2024, telah memicu kegelisahan karena proses seleksi anggota KKI yang dilakukan dalam waktu sangat singkat dan kontroversial.

Selama dua tahun mengabdi, para anggota KTKI telah menerbitkan lebih dari 1,6 juta Surat Tanda Registrasi (STR) untuk tenaga kesehatan, membina ratusan ribu tenaga kesehatan, dan menyusun berbagai standar kompetensi.

BACA JUGA: KTKI Korban PHK Massal Mengadu ke Ombusdman, Minta Audiensi pada Puan Maharani & Komisi 9

Namun, tindakan Kemenkes yang mengeluarkan PMK 12/2024 dan Kepres 69/M/2024 dianggap tidak menghargai kerja keras mereka.

“Kebijakan ini sangat ironis dan tidak adil. Kami bekerja keras di garis depan, tetapi akhirnya dibuang begitu saja,” ujar Muhammad Jufri Sade, salah satu pejuang tenaga kesehatan yang merasa dikecewakan.

Presiden Prabowo Subianto, dalam pidatonya menegaskan bahwa pemimpin harus bekerja untuk kepentingan rakyat dan menjaga keadilan. “Pemimpin yang bekerja untuk rakyat adalah pemimpin sejati,” ujarnya.

Prinsip ini seharusnya menjadi pedoman dalam kebijakan apapun, termasuk dalam kebijakan tenaga kesehatan. Banyak pihak merasa bahwa pemimpin kesehatan yang seharusnya membela dan mengutamakan kepentingan tenaga kesehatan malah mengabaikan mereka.

Tuntutan untuk pembatalan PMK 12/2024 dan Kepres 69/M/2024 makin menguat. H. Dailami Firdaus, Senator DKI Jakarta dan Wakil Ketua Komite III DPD RI, menegaskan bahwa kebijakan tersebut bertentangan dengan hukum dan harus dibatalkan demi menciptakan rasa keadilan.

“Indonesia adalah negara hukum. Kemenkes tidak bisa bertindak sewenang-wenang tanpa dasar yang jelas,” ujarnya.

Kesedihan mendalam juga disampaikan oleh Muhammad Jufri Sade, yang mengingatkan pengalamannya sebagai pejuang kesehatan di Timor Timur. Dia merasa diperlakukan seperti sampah setelah berkontribusi selama lebih dari dua dekade di dunia kesehatan.

"Saya merasa lebih terluka dari pengalaman kami di Timor-Timur. Kami bekerja tanpa pamrih, namun kini diperlakukan dengan cara yang sangat tidak manusiawi," ungkap Jufri dengan perasaan kecewa.

Rachma Fitriati, Komisioner KTKI-Perjuangan, berharap agar Presiden Prabowo segera turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini. Dia menuntut agar kasus ini segera dituntaskan demi keadilan bagi tenaga kesehatan.

Dailami Firdaus juga mengingatkan bahwa peraturan yang baru seharusnya hanya berlaku untuk masa depan, bukan berlaku surut terhadap kebijakan yang sudah ada sebelumnya. “Ini adalah masalah keadilan, dan kami berharap agar keadilan ditegakkan,” pungkasnya. (jlo/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler