jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar menilai pihak kejaksaan seharusnya menggunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dalam perkara Jiwasraya.
Hal itu disampaikan mantan koordinator KontraS itu dalam sebuah diskusi daring dengan tajuk Apa yang Sebenarnya Terjadi Dalam Proses Penegakan Hukum Jiwasraya-Asabri, Sabtu (10/7).
BACA JUGA: Jangan Sampai Terjadi Abuse of Power dalam Kasus Jiwasraya dan Asabri
Menurut Haris, undang-undang tersebut lebih tepat untuk menjerat pidana Heru Hidayat, Benny Tjokro, Hendrisman Rahim, dan lain-lain dalam perkara Jiwasraya.
"Di UU pasar modal itu sebetulnya ada pasal pidana kalau mau menantang Heru Hidayat cs, Beny Tjokro cs, dan paket nama yang dibilang pelaku tindak pidana ya mestinya dipakai UU Pasar Modal," kata Haris.
BACA JUGA: Pembeli Aset Asabri-Jiwasraya Rawan Digugat?
Aktivis hak asasi manusia sekaligus kuasa hukum PT Jelajah Bahari Utama dan PT Trada Alam Minera Tbk di kasus Asabri itu juga mengatakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi leading sector dalam penanganan kasus Jiwasraya dengan menggunakan instrumen UU Pasar Modal.
Dia bersikeras ada kesalahan dalam penerapan hukum dalam kasus tersebut dan terdapat agenda setting di balik kasus Jiwasraya tersebut.
BACA JUGA: 4 Kejanggalan Penanganan Kasus Jiwasraya Versi Haris Azhar
"Kenapa salah dan ngotot dan enggak tahu malu pihak kejagung, ya? Menurut saya ini politis. Saya patut mengucapkan ini ada agenda setting untuk mengambil aset yang ada di belakang Jiwasraya," lanjutnya.
Dalam perkara Jiwasraya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan vonis penjara seumur hidup terhadap Benny Tjokro, Heru Hidayat, Hendrisman Rahim, Syahmirwan, Hary Prasetyo, dan Joko Hartono.
Namun, di tingkat banding hukuman Hendrisman dan Hary Prasetyo berkurang menjadi 20 tahun penjara. (mcr8/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Kenny Kurnia Putra