jpnn.com, JAKARTA - Tim Advokasi untuk Demokrasi mengkritik penetapan tersangka yang dilakukan penyidik Polda Metro Jaya terhadap Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti.
Tim Adovaksi untuk Demokrasi menilai ada beberapa kejanggalan dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dalam kasus yang dilaporkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, itu.
BACA JUGA: Siap-siap Saja, Kubu Haris Azhar akan Lakukan Manuver Ini untuk Serang Balik Polda Metro dan Luhut
"Kami menilai bahwa kasus ini ialah pemidanaan yang dipaksakan mengingat terdapat beberapa kejanggalan dalam proses penyidikan," kata rilis resmi Tim Advokasi untuk Demokrasi seperti dikirimkan Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar, Minggu (20/3).
Tim Advokasi untuk Demokrasi menilai penerapan pasal yang disangkakan penyidik kepada Haris dan Fatia sebenarnya tidak memenuhi unsur pidana.
BACA JUGA: Haris Azhar Minta Luhut Jelaskan Big Data Penundaan Pemilu, Jangan Bisanya Tersangkakan Orang Saja
Proses penyidikan yang dilakukan oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dalam perkara ini juga melanggar Surat Keputusan Bersama Pedoman Implementasi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Eletkronik (UU ITE), sehingga tim advokasi merasa pemidanaan kepada Haris dan Fatia dinilai dipaksakan.
Selain itu, Tim Advokasi untuk Demokrasi merasa proses penyidikan yang dilakukan oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dalam perkara ini bertentangan dengan Surat Edaran Kapolri tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif.
BACA JUGA: Jadi Tersangka, Kubu Haris Azhar dan Fatia Senang Hati Hadapi Laporan Luhut
"Penetapan tersangka ini tentu harus diuji secara hukum, supaya penggunaan instrumen hukum dan aparat penegak hukum untuk tujuan membungkam tidak dibiarkan leluasa dan terus diulang-ulang oleh pihak yang merasa berkuasa," lanjut keterangan resmi Tim Advokasi untuk Demokrasi.
Tim menilai pemidanaan untuk tujuan pembungkaman ini juga menunjukkan garis batas tentang kebenaran dan pihak yang khawatir terbongkarnya skandal yang menempuh cara tidak demokratis.
Sebelumnya, Haris dan Fatia ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Metro Jaya melalui Surat Pemberitahuan Penetapan Tersangka untuk masing-masing Nomor: B/4135/III/RES.2.5/2022/Ditreskrimsus dan B/4136/III/RES.2.5/2022/Ditreskrimsus pada Kamis (17/3).
Pemberitahuan tersebut disampaikan kepada keduanya pada Jumat (18/3) pukul 21.00 WIB, berikut dengan surat panggilan untuk dimintai keterangan pada Senin (21/3).
Penetapan tersangka tersebut menjadi tindak lanjut dari proses laporan polisi tertanggal 22 September 2021 oleh Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.
Luhur kala itu melapor ke polisi berkaitan dengan video yang terdapat dalam YouTube akun Haris Azhar berjudul "Ada Lord Luhut di balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga ada!!".
Tim Advokasi untuk Demokrasi menyebut hasil riset Koalisi Masyarakat Sipil yang berjudul Ekonomi Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya sebenarnya sudah mengungkap fakta penting.
Isinya berisi tentang pejabat publik mencampurkan antara bisnis dan posisi di pemerintahan. Hal itu yang sebenarnya dilarang dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
"Namun, mengungkap fakta tersebut di Indonesia kini risikonya adalah pemenjaraan meskipun Haris-Fatia memiliki bukti yang solid dalam pengungkapan tersebut," ungkap Tim Advokasi untuk Demokrasi. (ast/jpnn)
Redaktur : Boy
Reporter : Aristo Setiawan