Haris Terima Didakwa Suap Wa Ode

Senin, 09 Desember 2013 – 20:01 WIB
Terdakwa suap mantan anggota DPR Fraksi Partai Amanat Nasional, Wa Ode Nurhayati, Haris Andi Surahman. Foto: JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi mengatakan terdakwa kasus dugaan suap pengurusan Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID), Haris Andi Surahman disebut menyuap mantan anggota DPR Fraksi Partai Amanat Nasional, Wa Ode Nurhayati.

Perbuatan itu dilakukan bersama-sama dengan Ketua Gerakan Muda Musyawarah Kekeluargaan dan Gotong Royong, Fahd El Fouz alias Fahd A. Rafiq sebesar Rp 6,250 miliar. Tujuan pemberian itu mengusahakan alokasi DPID untuk Kabupaten Aceh Besar, Bener Meriah, Pidie Jaya, dan Minahasa tahun anggaran 2011.

BACA JUGA: SBY: Politisasi Hukum Bisa Rugikan Orang yang Tidak Bersalah

Jaksa Wawan Yunarwanto mengatakan Haris menemui Fahd di kantor DPP Partai Golkar yang terdapat di Slipi, Jakarta Barat pada September 2010. Saat itu Fahd menyampaikan soal alokasi DPID 2011. Ia meminta Haris mencari anggota Badan Anggaran DPR yang mau mengusahakan Dana Percepatan Infrastruktur Daerah untuk Kabupaten Aceh Besar, Bener Meriah, dan Pidie Jaya. Haris menyanggupinya.

Setelah itu, Haris menghubungi pegawai Wa Ode Nurhayati Center, Syarif Achmad untuk menghubungi Wa Ode Nurhayati. Syarif pun menyanggupi.

BACA JUGA: Lima Penyebab Pemerintahan Tidak Efektif

Syarif dan Haris kemudian bertemu Wa Ode Nurhayati di Restoran Pulau Dua Senayan, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Pusat. Haris menyampaikan permintaan Fahd. Wa Ode menyetujuinya dan meminta agar proposal tiga kabupaten itu disiapkan.

Pada Oktober 2010, Fahd dan Haris bertemu Wa Ode di Gedung DPR dan mengulang permintaan itu supaya mengusahakan agar tiga kabupaten itu menerima dana DPID masing-masing sebesar Rp 40 miliar.

BACA JUGA: Mahfud – Jokowi Dianggap Pasangan Serasi

"Wa Ode Nurhayati sepakat asal dia diberi imbalan lima sampai enam persen dari anggaran yang turun buat masing-masing daerah," kata Jaksa Wawan saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (9/12).

Setelah itu Fahd menghubungi Kepala Dinas Pekerjaan Umum di Aceh Besar dan Pidie Jaya, Zamzami. Fahd memintanya menyiapkan proposal dan uang Rp 7,34 miliar untuk pengurusan dana DPID di dua kabupaten itu. Selain itu, Fahd memberikan uang secara bertahap sejak 7 Oktober 2010 sampai 27 Oktober 2010.

Fahd pun menghubungi Kepala Dinas PU Kabupaten Bener Meriah Armaida dan minta disiapkan proposal dan uang Rp 5,65 miliar. Penyerahan uang itu dilakukan tiga tahap yakni pada 18 Oktober 2010, 4 November 2010, dan 22 Desember 2010.

Fahd kemudian menyerahkan uang imbalan Wa Ode sebesar Rp 5,5 miliar yang dilakukan secara bertahap melalui Haris. Haris, lanjut Jaksa Wawan, memberikan uang itu ke sekretaris pribadi Wa Ode, Sefa Yulanda.

Kemudian, Jaksa Wawan menambahkan, dalam kasus supa alokasi DPID Kabupaten Minahasa 2011, Haris menyuap Wa Ode sebesar Rp 750 juta. Awalnya, pengusaha Saul Paulus David Nelwan alias Paul Nelwan, dan Abram Noach Mambu, menghubungi Haris meminta bantuan supaya pengajuan alokasi DPID di Kabupaten Minahasa sebesar Rp 15 miliar disetujui Badan Anggaran DPR.

Haris menyampaikan permintaan Paul dan Abram kepada Wa Ode di Gedung DPR RI. "Wa Ode menyanggupi asal disiapkan proposal dan uang Rp 750 juta," kata Jaksa Wawan.

Haris meminta Paul dan Abram menyiapkan proposal dan uang seperti permintaan Wa Ode. Uang suap itu diberikan secara bertahap. Pertama dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa, dr. Tinneke Henrietha Augusta Sumual, sebesar Rp 350 juta diberikan melalui Paul Nelwan.

Kemudian dari Direktur PT Gemini Indah Maestro Abram Noach mambu, sebesar Rp 400 juta, dan Direktur PT Trinity Sukses Gilbert Mogot Tewu Wantalangi, sebesar Rp 150 juta.

Jaksa Wawan mengatakan, uang itu disimpan di rekening pribadi Haris. Kemudian diberikan kepada Wa Ode melalui Sefa sebesar Rp 750 juta. "Sementara Rp 150 juta diambil oleh Haris sebagai komisi pribadi," katanya.

Berkas dakwaan Haris disusun dalam bentuk subsideritas. Dalam dakwaan primer, Haris dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara dalam dakwaan subsider, Haris dijerat Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Atas dakwaan jaksa, Haris menyatakan tidak mengajukan nota keberatan. "Tak ada eksepsi, penasihat hukum juga tidak ada eksepsi," kata Haris dalam sidang.

Sidang akan dilanjutkan pada Senin, 16 Desember 2013 dengan agenda pemeriksaan saksi. (gil/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hakim Tipikor Cecar Status Bos Kernel Oil


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler