Harkat dan Martabat PKS Terusik?

Rabu, 13 Mei 2009 – 20:57 WIB
JAKARTA - Jika benar incumbent Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memilih Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono untuk mendampinginya sebagai calon wakil presiden (cawapres) dalam Pilpres 2009 mendatang, keputusan tersebut secara substansi berpotensi untuk mengungkit-ungkit harkat dan martabat partai-partai koalisi di mata rakyat.

"Terutama harkat dan martabat Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai partai nomor empat besar hasil pemilu legislatif 9 April lalu," kata pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Prof Dr Iberamsjah MS, di Jakarta, Rabu (13/5).

Keputusan SBY tersebut, lanjut Iberamsjah, mestinya dijadikan momentum dan pintu masuk bagi PKS untuk merealisasikan berbagai peringatan yang selama ini telah dikumandangkannya ke masyarakat"Jika hal itu tidak dieksekusi oleh PKS dan partai koalisi lainnya, jangan harap hal-hal yang prinsip dan berbagai kebijakan yang akan ditempuh SBY di masa datang akan dibicarakannya dengan partai koalisi, baik di parlemen maupun di pemerintahan," kata Direktur Operasional Pusat Kajian Strategi Pembangunan Sosial dan Politik UI itu.

"Presiden dan wakil presiden adalah jabatan politis

BACA JUGA: Kursi Menteri Kabinet SBY-Boediono Sudah Dibagi

Untuk itu, kompromi dan legitimasi partai peserta koalisi hendaknya jadi elemen utama
Dalam konteks koalisi, sebuah partai besar tidak pada tempatnya untuk memaksakan kehendak atas dasar perolehan suara yang diraihnya

BACA JUGA: PDIP Anggap Koalisi Pendukung SBY Rapuh

Proses mengambil keputusan melalui forum dialog jauh lebih menguntungkan untuk bangsa dan negara ini ke depan," ujar Iberamsjah.

Khusus untuk PKS, Iberamsjah yakin betul bahwa dalam hitungan jam ke depan, parpol ini akan mengeluarkan keputusan yang sesuai dengan ideologi partainya, karena cara-cara SBY dalam mengambil keputusan sudah mengesampingkan aspek musyawarah dan mufakat.

"Bangsa ini mencatat, meski PKS berkoalisi dengan Partai Demokrat dalam Pilpres 2004 lalu, tapi terhadap beberapa kebijakan SBY yang mereka yakini tidak menguntungkan bangsa Indonesia, PKS tetap mengkritisi pemerintah
Dan saya yakin, keputusan SBY mengambil Boediono juga akan disikapi oleh PKS

BACA JUGA: SBY Pilih yang Berkarakter Lembut

Caranya, PKS keluar dari koalisi," tegas Iberamsjah.

Dia juga merasa ada sesuatu yang aneh dengan keputusan SBY mengambil Boediono sebagai cawapres dan sama sekali tidak mengakomodir masukan dari parpol peserta koalisiOleh karena itu menurutnya, PKS harus jadi partai terdepan dalam mengusung pasangan nasionalis-Islam"PKS harus membuktikan konsistensinya dengan mencari partner koalisi nasionalis lainnya," ujar Iberamsjah.

Menurut Iberamsjah, PKS bisa saja mencoba komunikasi dengan Prabowo, sebab pasangan Prabowo-Hidayat Nur Wahid cukup punya nilai jual dan setara untuk bersaing dengan SBY"Mereka harus melakukan hal ini jika mereka tidak mau dianggap partai abal-abal yang tidak konsisten," sarannya.

Secara terpisah, pengamat politik dari LIPI, Indria Samego, mengatakan bahwa sebenarnya baik bagi SBY jika berani mengambil langkah untuk tidak mengikutsertakan PKS dalam koalisinyaSBY harus belajar dari pengalaman berkoalisi dengan PKS selama ini yang lebih banyak merongrong daripada memberikan kontribusi positif.

"Coba saja sekali-sekali SBY yang balik mengancam meninggalkan PKS jika tidak loyalSuruh saja mereka cari partner koalisi lain," tegas Indria Samego(fas/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mubarok: Boediono Bukan Neo-Liberalis


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler