DI tengah kompetisi yang tak jelas, turnamen resmi yang tak kunjung diputar perasaan berat dirasakan pemain bola di Indonesia. Satu-satunya jalan, mereka mencari pertandingan tak resmi, untuk mendapatkan uang bulanan.
-----------
Muhammad Amjad-Jakarta
-----------
Delapan minggu sudah kompetisi terhenti pasca ISL batal kick off pada akhir April lalu. Klub-klub pun mulai 'salah tingkah' menghadapi kondisi sekarang. Saat seperti inilah, terlihat mana klub yang secara finansial siap menghadapi badai kompetisi.
Beberapa klub, memilih untuk membubarkan tim dan libur mengelola klub terlebih dulu. Klub yang lain, tetap bertahan dan hanya menjalani latihan atau uji coba untuk menjaga performa tim.
BACA JUGA: Merasakan Suasana Ramadan di Negeri Aquino (2-Habis)
Tapi, menghadapi bulan puasa, banyak klub yang memilih untuk meliburkan latihan. Kesempatan inilah yang dimanfaatkan oleh para pemain. Mereka banyak menerima job untuk bertanding, di luar sepengetahuan klub.
Untuk klub yang tak mampu membayar gaji seperti Persija Jakarta, wajar jika pemainnya menerima tawaran untuk main antar kampung (tarkam). Tapi, belakangan, ada pemain dari Persib Bandung, yang lancar gajinya, ternyata berdiaspora ke tim-tim tarkam di kota lain.
BACA JUGA: Merasakan Suasana Ramadan di Negeri Aquino (1)
M Taufiq, gelandang Persib bahkan rela berganti kostum, meski masih terikat kontrak dengan klubnya. Di Sunrise Of Java Cup, 30 juni- 5 juli nanti, gelandang 28 tahun itu bakal berkostum Persewangi Banyuwangi.
"Nggak enak sih iya sama klub. Tapi sudah izin, daripada diam, lebih baik jaga kondisi. Pemain Persib lain juga ada yang ikut tim Garuda All Star kok," katanya, Kamis (25/6).
BACA JUGA: Perjuangan Alfin Tuasalamony Untuk Sembuh dari Cedera
Selain dia, ada M Natsir dan Yandi Sofyan yang akan bermain untuk klub berbeda. Yandi dan Natsir main untuk klub Garuda All Star, jelmaan Timnas U-23 yang akan "ditanggap" di Sunrise Of Java Cup nanti.
Selain Banyuwangi, turnamen tarkam yang sedang marak ada di kota Makassar, Sulawesi Selatan. Beberapa pemain dari berbagai tim, tumpek blek disana. Bukan hanya pemain, klub ISL pun ada yang menjelma menjadi klub tarkam, dengan mengganti nama. Tapi, dalamannya, pemainnya materi kelas ISL.
Pemain-pemain yang berlabel profesional, membuang jauh predikat itu untuk sementara waktu. Mereka rela menjadi bagian dari pemain amatir, demi uang Rp 750 ribu sampai Rp 6 juta sekali main.
Karena tak semua daerah ada Tarkam, pemain pun berburu undangan. Kebetulan, di luar pulaulah yang sedang banyak Tarkam.
"Fenomena ini pasti ada kalau jeda kompetisi. Tapi, sekarang ada terus tak perlu nunggu jeda kalau mau ikut," ucap Manahati Lestussen, eks kapten Timnas U-23.
Opsi ikut tarkam menjadi pilihan favorit pemain karena jelang lebaran, tanpa kompetisi, tanpa ada turnamen resmi, klub pun mati suri. Jangankan dapat bonus alias THR lebaran, gaji bulanan ada itu sudah bagus. Sebagian klub malah tak lagi menggaji pemain karena terminasi kontrak.
"Kami hidup dari main bola. Dimana ada pertandingan, kami dibutuhkan. Kami siap. Jangan ngomong profesional atau tidak, yang penting ada uang untuk lebaran dengan keluarga," ujar salah satu pemain senior, Zulkifli Syukur.
Pemain yang belum digaji Persija, Ramdani Lestaluhu, pun mengamini pernyataan seniornya. Ramainya pertandingan tarkam, menurutnya lebih baik dari saat berkostum klub Pro. Pasalnya, gaji tak pernah telat, dan bayaran pasti didapat setelah laga.
"Kalau di klub kami tak digaji empat bulan. Tapi di tarkam, setiap pertandingan dapat..," ujarnya terkekeh. (dkk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perjalanan Pulang KRI Banjarmasin dari World Expo Milan 2015
Redaktur : Tim Redaksi