Harmonisasi RUU ASN di Baleg Belum Final, Termasuk Usulan Pengangkatan Honorer

Senin, 24 Februari 2020 – 22:54 WIB
Wakil Ketua Komisi II DPR Arwani Thomafi. Foto: Fathra N Islam/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) DPR sudah menyetujui draf RUU perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) hasil harmonisasi oleh Panja RUU ASN.

Ada tujuh hal pokok dan substansial mengemuka dalam pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU ini dan kemudian disepakati dalam rapat Panja bersama pengusul.

BACA JUGA: Apa yang Terbaru di RUU Revisi UU ASN Hasil Harmonisasi?

Salah satunya adalah di poin ketiga yang berisi, "Perubahan UU ASN memberikan kepastian hukum dalam status kepegawaian, bagi para pekerja pelayan publik sebagai ASN yang telah bekerja secara terus menerus, terutama bagi mereka yang telah memperoleh SK sebelum 15 Januari 2016, dengan status kerja tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS atau tenaga kontrak."

Wakil Ketua Komisi II DPR Arwani Thomafi menyatakan bahwa Baleg memang ditugasi untuk menyusun usulan RUU revisi UU ASN. Menurut dia, setelah disusun di Baleg, baru kemudian disampaikan dalam rapat paripurna apakah rancangan itu disetujui atau tidak sebagai usul inisiatif DPR.

BACA JUGA: 6 Catatan Fraksi PD terhadap RUU Revisi UU ASN terkait Honorer K2

"Kalau disetujui maka nanti diketok sebagai usul inisiatif DPR, lalu disampaikan kepada pemerintah, baru dibahas dengan pemerintah," kata Arwani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (24/2).

Arwani menegaskan pada prinsipnya pemerintah harus memiliki prioritas dalam menyelesaikan persoalan honorer ini. Menurut Arwani, pemerintah harus punya komitmen kuat melihat pengabdian para honorer. "Itu juga bagian yang harus diperhatikan pemerintah," tegasnya.

BACA JUGA: Honorer Wajib Baca 7 Substansi RUU ASN Hasil Harmonisasi Baleg Ini

Dia mengingatkan pemerintah jangan hanya melihat dari satu sisi. Misalnya, dia mencontohkan, karena seorang honorer sudah tua, lantas dianggap tidak mampu untuk diangkat sebagai PNS.

"Jangan hanya soal misalnya, wah ini usianya sudah cukup umur, sepertinya sudah tidak mampu. Itu asumsi," ujar politikus Partai Persatuan Pembangunan itu.

Menurutnya pula, yang sudah pasti dan bukan asumsi itu adalah pengabdian. Nah, kata Arwani, hal inilah yang harus menjadi perhatian pemerintah. "Yang sudah pasti, bukan lagi menjadi asumsi itu pengabdian. Itu yang harus diperhatikan, dan itu yang kami minta," ungkap Arwani.

Sebelumnya diberitakan ada tujuh substansi RUU ASN hasil harmonisasi Baleg.

1. Perubahan atas UU Nomor 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara bertujuan untuk membentuk suatu dasar hukum yang lebih kuat bagi sistem kepegawaian di Aparatur Sipil Negara, untuk adanya satu sistem kepegawaian

2. Perubahan atas UU ASN sebagai upaya politik hukum untuk menyelesaikan persoalan tiadanya kepastian hukum dalam status kepegawaian, bagi para pekerja pelayan publik, akibat tidak diatur dalam Bab Peralihan UU ASN.

3. Perubahan UU ASN memberikan kepastian hukum dalam status kepegawaian, bagi para pekerja pelayan publik sebagai ASN yang telah bekerja secara terus menerus, terutama bagi mereka yang telah memperoleh SK sebelum 15 Januari 2016, dengan status kerja tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS atau tenaga kontrak.

4. Pengangkatan sebagai PNS bagi tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS atau tenaga kontrak, sesuai dengan kemampuan keuangan negara, melalui verifikasi dan validasi data, berbasis SK pengangkatan dimulai 6 (enam) bulan dan paling lama 5 tahun setelah UU ini diundangkan.

5. Bagi tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS atau tenaga kontrak yang menunggu pengangkatan sebagai PNS, wajib mendapatkan upah/gaji sekurang-kurangnya sebesar Upah Minimum Kota/Kabupaten/Provinsi.

6. Perubahan atas UU ASN bertujuan pula untuk memastikan terpenuhinya jaminan sosial bagi ASN, termasuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karena itu, dalam konsideran mengingat ditambahkan Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 28D UUD 1945, tentang kewajiban negara untuk memberikan jaminan sosial.

7. Pada saat UU ini mulai berlaku, pemerintah tidak diperbolehkan melakukan pengadaan pekerja/pegawai pelayan publik dengan status tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS atau tenaga kontrak. Dengan demikian, Indonesia memasuki pada satu sistem kepegawaian dalam Aparatur Sipil Negara, dengan status kepegawaian hanya PNS dan PPPK. (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler