Harry Kristanto: 2020 Menjadi Tahun Kendala Bagi Industri Pengolahan Garam

Selasa, 29 Desember 2020 – 20:07 WIB
Tambak Garam. Foto: dok jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Anomali iklim di Samudera Pasifik pada tahun 2020 yang menyebabkan iklim La Nina telah berdampak pada pengolahan garam di Indonesia. Kondisi ini pun dikeluhkan para pengusaha garam.

Direktur PT Inti Daya Kencana (IDK) Harry Kristanto mengatakan berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, pada 2020, produksi garam Indonesia diperkirakan turun menjadi 1,3 juta ton dari 2,7 juta ton pada tahun lalu.

BACA JUGA: Briptu Ryanzo Ditahan, Kasusnya Bikin Malu Polri, Kapolda Tegas Bilang Begini

Normalnya musim hujan di Indonesia 6 bulan pertahun, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) 4 bulan pertahun, sedangkan tahun 2020 musim kemarau tetap turun hujan.

“Curah hujan yang tinggi menjadi momok yang paling ditakuti bagi pengolahan garam,” ujar Direktur PT Inti Daya Kencana (IDK) Harry Kristanto melalui keterangan tertulis, Selasa, 29 Desember 2020.

BACA JUGA: NL Masuk Perangkap Anggraini, Diajak Begituan di Semak-semak, Ternyata

Harry menambahkan penolahan garam PT IDK sudah antisipasi agar kualitas garam yang diproduksinya tidak terpengaruh oleh curah hujan tinggi. Pada saat musim hujan, lapisan garam yang di lahan dilapisi dengan air konsentrasi air garam, yang mana berat jenisnya lebih berat dari air hujan.

“Air garam ini melindungi dari air hujan, dan air hujan yang ada di atas air garam dapat dibuang,” ujarnya.

BACA JUGA: Asosiasi Pengusaha Apresiasi Keberpihakan NTT kepada Industri Garam

Harry mengatakan lahan garam milik PT IDK di Kab Malaka NTT tidak seperti ladang garam yang ada di Indonesia.

Lahan garam tersebut di lapisi lapisan garam setebal 5 cm yang disebut meja garam, sebagai alas produksi garam dari air laut.

Dia menambahkan untuk proses membentuk meja garam membutuhkan waktu 1 tahun. Setelah meja garam terbentuk, lahan tersebut dapat memproduksi garam.

“Kami panen garam di atas garam, tidak seperti pengolahan garam tradisional yang mana panen garam di atas tanah,” jelasnya.

Garam yang dihasilkan merupakan garam untuk kebutuhan industri dengan kadar NaCl 98% dan kadar magnesium 0,04%.

BACA JUGA: NL Masuk Perangkap Anggraini, Diajak Begituan di Semak-semak, Ternyata

“Untuk menghasilkan garam untuk kebutuhan industri butuh proses panjang, mulai dari kontrol kolam penguapan, mesti ada meja garam, ketiga mesti ada proses pencucian garam. Ini berbeda dengan tradisional, tidak ada pencucian garam, panen setiap 6 minggu sekali sedangkan di malaka itu 1 tahun sekali. Dari segi kualitas dan metode sangat berbeda,” tutupnya.(dkk/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Muhammad Amjad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler