Harus Atur Calon Berkualitas tak Terjegal Biaya Tinggi

Senin, 27 Juni 2016 – 00:41 WIB
Hiruk pikuk pilpres 2014. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - BANDUNG – Pemilu untuk memilih presiden dan pemilihan anggota legislative (pileg) pada 2019 mendatang yang dilakukan secara bersamaan, diharapkan dapat mengatasi kejenuhan masyarakat melakukan pencoblosan. Harapannya, pilpres dan pileg berbarengan dapat mendorong peningkatan jumlah pemilih.

Pengamat Sosial Politik Fakultas Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Muhammad Iqbal mengatakan, pilpres dan pileg serentak selain bisa menghemat biaya, diyakini juga bisa meningkatkan partisipasi pemilih.

BACA JUGA: PDIP Berduka, Dubes RI untuk Kroasia Alexander Litaay Meninggal

"Menggerus kejenuhan pemilih perlu diikuti dengan edukasi politik yang terus menerus guna meningkatkan kesadaran politik di masyarakat," katanya saat menggelar Diskusi Kebangsaan yang digelar HIMA Elektro di Kampus UPI Bandung, akhir pekan lalu.

Iqbal mengungkapkan, UU Pemilu diharapkan tak hanya sebatas mengatur hal teknis penyelenaggaraan pemilu. Namun, harus juga mengatur bagaimana pendidikan politik serta peningkatan kualitas calon legislatif dilakukan partai politik peserta pemilu.

BACA JUGA: Deni Daruri: Alhamdulillah, Belajar Alquran Tidaklah Sulit

"Jadi, sasaranya bukan hanya menghemat anggaran dan efektivitas waktu tapi juga meningkatkan kualitas caleg," ungkapnya.

Hal senada dikatakan Anggota Komisi V DPRD Jabar Youmanis Untung. Dia berharap, Revisi UU Pemilu, yang nantinya disimplifikasi menjadi satu yakni UU Penyelenggaraan Pemilu, jangan hanya berkutat pada masalah teknis saja.

BACA JUGA: Komisi III Bakal Tagih Perkembangan Kasus Megakorupsi Ini ke KPK

Namun yang terpenting ke depan tahapan dan mekanisme pemilu memungkinkan agar calon terbaik bisa muncul tanpa terjegal faktor non teknis.

"Biaya pemilu selama ini sangat besar, juga bagi para calon. Sehingga banyak potensi pemimpin yang berkualitas tidak bisa muncul karena terjegal biaya tinggi," jelas Untung.

Menurutnya, dengan kondisi tersebut maka para pemilik uang saja yang bisa menembus tahapan pemilu. Sedangkan potensi pemimpin potensial tidak bisa muncul karena untuk menjadi anggota legislatf harus memiliki modal yang besar.

"Banyak orang berpotensi karena tidak punya uang hanya bisa jadi tim sukses saja," tegas Untung.

Presiden Mahasiswa Telkom University (Tel-U) Aidil A Pananrang juga mendukung simplifikasi UU Penyelenggaraan Pemilu, sebagai payung hukum pilpres dan pileg dilakukan bersamaan.

"kan banyak keuntungannya, lebih hemat biaya dan efektif. Dan harus terus dikawal dan dibarengi edukasi politik masyarakat sehingga pemilu di Indonesia bisa lebih baik lagi," pungkasnya. 

Diketahui, Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri  (Ditjen Polpum Kemendagri) mulai menyiapkan draf simplifikasi RUU penyelenggaraan pemilu.

Simplifikasi ini merupakan penyederhaaan tiga undang-undang, yakni UU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, UU tentang Penyelenggara Pemilu, dan UU tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.

Anggota Tim Perumus draf simplifikasi RUU penyelenggaraan pemilu, Djohermansyah Djohan menjelaskan, penyatuan tiga UU dimaksud berdasar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan agar penyelenggaraan pilpres dilakukan bersamaan dengan pileg. Karenanya, aturan penyelenggaraan pemilu dijadikan satu.

“Aturannya disatukan saja, karena itu pemerintah menyiapkan draf simplifikasi RUU penyelenggaraan pemilu,” terang Djohermansyah. (dn/sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kajati Disuap, Prasetyo: Itu Kata Mereka


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler