“Jaksa agung baru harus bisa melakukan reformasi birokrasi, diantaranya melakukan peningkatan kesejahteraan para jaksa
BACA JUGA: Kecewa Karena Calonnya Tak Diakomodasi SBY?
Selama ini, gaji para jaksa masih sangat memprihatinkan dan ini harus mendapat perhatian serius dari pemerintahBACA JUGA: Ajak Kritisi Masa Pensiun Timur
Menurut Kamal, peningkatan kesejahteraan pegawai menjadi salah satu alternative meningkatkan kinerja para jaksa“Persoalan penghasilan ini lah yang harus diperbaiki kedepan
BACA JUGA: Pemrotes Akan Dipanggil Pimpinan DPR
Bisa dibayangkan gaji jaksa gol 3A hanya sebesar Rp1,6 per bulan, sementara hakim yang baru masuk Rp9 jutaJauh lagi jika dibandingkan dengan gaji jaksa di KPKIni cukup memprihatinkanSatu-satunya cara ya dengan memberikan remunerasi,” kata Kamal.Mantan Jampidum ini berharap, remunerasi jaksa bisa secepatnya di cairkanMenurut dia, pemberian remunerasi ini diberikan sebagai bentuk reward bagi jaksa yang bekerja dengan baik dan benarSementara, mereka yang bekerja kurang maksimal dan menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan pribadi bisa dikenai sanksi,“Dengan begitu moralitas jaksa bisa terjaga,” ujar mantan Kejati Jawa Barat ini.
Kamal juga merasa yakin, jika remunerasi diberikan, perilaku nakal jaksa bisa dikurangiSeperti jaksa yang ditugaskan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mabes Polri, prilakunya cukup baik dan tidak nakal“Memang remunerasi tidak bisa dijadikan jaminan, jaksa tidak nakalPaling tidak untuk mengurangiSebab orang berbuat jahat itu karena keterpaksaan tuntutan hidup, punya kesempatan, dan kewenangan dalam bertindak,” tukasnya.
Menyinggung soal calon pengganti Hendarman Supandji, mantan Kajati Banten ini berharap kursi itu bisa dipegang dari internal korpsnyaSebab, dia akan lebih memahami dan menguasai persoalan yang dihadapi internalnyaKendati demikian, dia juga menilai, ada plus minus jaksa agung dari dalam dan luar“Selama 33 tahun saya berguru di kejagung,
mana yang baik dikepemimpinan kejaksaan, itu selalu saya terapkan, dan yang kurang bagus ya saya tinggalkan,” ungkapnya.
Pria kelahiran Medan ini juga mencontohkan, jika jaksa agung dari internal maka dia sudah bisa langsung tancap gas menjalanka tugas dan tanggungjawabnyaNamun, kelemahanya ada rasa ewuh pakewuh jika ingin menindak teman. Sementara dari eksternal, barangkali wibawa dan tidak memiliki rasa ewuh pakewuh karena tidak memiliki ikatan emosionalNamun menyangkut sistem pekerjaan bisa lemah“Keduanya ada plus minusnya, jadi kembali ke soal moral juga,” ungkapnya.
Dia juga menjelaskan, tidak ada jaminan kejaksaan agung akan semakin baik dalam menjalankan tugas penegakan hokum jika dipimpin dari kalangan eksternal maupun internalPersoalan yang selama ini melanda kejagung hingga citranya terpuruk bukan karena sosok figure yang jaksa agungNamun, lanjut dia, ada persoalan yang lebih mendasar menyangkut UU Kejaksaan, serta bagaimana negara memberikan remunerasi yang memadai bagi jaksa, sebagai salah satu upaya meminimalisir penyalahgunaan wewenang“Banyak jaksa yang menyalahgunakan kewenanganya untuk memenuhi kebutuhan pribadinya,” terangnya.
Dalam kesempatan itu, dia juga menepis sinisme dari publik, kalau selama ini Jaksa Agung tidak memiliki keberanian dalam mengungkap kasus-kasus besarMenurutnya, institusinya selama ini tidak segan untuk mengungkap kasus-kasus besar yang terjadiHanya saja, jika perkara yang sedang ditangani diintervensi persoalan politik maka penanganan bisa runyam“Kalau sudah ada campur tangan, hukum pun bisa jadi tumpul,” jelasnya.(aj/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wacanakan Badan Pengelola Pertambangan
Redaktur : Tim Redaksi