Pemerintah Tiongkok dilaporkan mengambil tindakan keras untuk mengurangi pertumbuhan penduduk suku Uighur dan kelompok minoritas lainnya. Caranya dengan membatasi jumlah kelahiran, sementara menganjurkan penduduk suku mayoritas Han memiliki anak lebih banyak. Aborsi paksa dan sterilisasi membuat tingkat kelahiran di daerah mayoritas Uighur menurun tajam Amerika Serikat mengecam kebijakan pembatasan kelahiran di Xinjiang Beberapa pakar mengatakan langkah ini sebagai bukti terbaru melakukan genosida warga Uighur
BACA JUGA: Ekonomi Tiongkok Diprediksi Lebih Cepat Pulih ketimbang Amerika
Hasil dari penyelidikan kantor berita Associated Press (AP), dengan mengkaji data dari pemerintah Tiongkok dan mewawancarai lebih dari 30 orang dari suku Uighur, menunjukkan kebijakan yang dilakukan tampaknya dilakukan secara sistematis.
Sebelumnya sudah diberitakan adanya perempuan dari suku Uighur yang berbicara mengenai program pembatasan kelahiran yang harus mereka lakukan.
BACA JUGA: Ingin Tahu Seperti Apa Hidup Normal Setelah Corona? Kota Perth Jadi Contohnya
Program yang sudah berlangsung selama empat tahun terakhir di kawasan Xinjiang, menurut beberapa pakar adalah bentuk "pembantaian secara demografi".
Data dan wawancara yang dilakukan menunjukkan pihak berwenang berulang kali memaksa perempuan suku Uighur untuk melaporkan kehamilan, memaksa penggunaan alat KB seperti IUD, strelisasi, bahkan pengguguran kandungan.
BACA JUGA: Selamatkan Pengungsi Rohingya di Laut, Warga Aceh Kebanjiran Pujian
Jumlah mereka yang dipaksa menjalankan program ini diperkirakan ratusan ribu orang.
"Ratusan ribu mungkin perkiraan yang sedikit, karena ada 15 juta warga keturunan minoritas di Xinjiang," kata peneliti asal Jerman Adrian Zenz, yang melakukan penelitian dan diterbitkan lembaga 'James Foundation' di Washington, pekan ini. Photo: Tindakan seperti penahanan di penjara dan kamp, seperti di Artux ini menjadi hukuman karena memiliki anak terlalu banyak. (AP: Ng Han Guan)
Pemaksaan sterilisasi
Penggunaan alat KB, seperti IUD maupun sterilisasi, sebenarnya menurun secara nasional di Tiongkok, namun di Xinjiang malah meningkat.
Usaha membatasi pertambahan penduduk didukung pula dengan adanya penahanan massal, yang keduanya digunakan sebagai ancaman dan hukuman bagi yang tidak mematuhi aturan.
"Pada dasarnya ini adalah penahanan sebuah kelompok etnik terbesar sejak Holocaust [penahanan yang dilakukan Jerman terhadap warga Yahudi semasa Perang Dunia kedua]," kata Zenz kepada ABC.
Menurut AP, memiliki terlalu banyak anak merupakan salah satu alasan warga Uighur dikirim ke pusat penahanan.
Keluarga yang memiliki tiga anak atau lebih dipaksa berpisah, kecuali mereka membayar denda besar.
Polisi melakukan penggerebekan ke rumah-rumah dan telah membuat orang tua khawatir karena petugas mencari anak-anak yang disembunyikan.
Setelah Gulnar Omirzakh, seorang warga keturunan Kazakhstan memiliki anak ketiga, pemerintah mendesaknya untuk menggunakan IUD.
Bila dia tidak mau melakukannya, dia akan bergabung dengan suami dan jutaan orang lain yang ditahan di kamp penahanan, karena memiliki terlalu banyak anak. Photo: Para warga Uyghur duduk di dalam kelas selama tur yang diatur oleh pemerintah Tiongkok yang mengunjungi kota Kashgar di Xinjiang. (Reuters: Ben Blanchard)
"Tuhan menitipkan anak kepada kita. Mencegah seseorang memiliki anak adalah hal yang salah," kata Omirzakh sambil berlinang air mata saat mengenang pemasangan paksa IUD.
"Mereka hendak menghancurkan kami sebagai warga."
Menurut AP, hasil dari kampanye pembatasan kelahiran adalah perasaan tertekan di kalangan warga Uighur mengenai kemungkinan memiliki anak.
Di tahun 2014, hanya sekitar 240 ribu pemasangan IUD di Xinjiang.
Di tahun 2018 angka naik sekitar 60 persen, mendekati angka 330 ribu pemasangan IUD.
Padahal dalam waktu yang bersamaan, penggunaan IUD menurun di Tiongkok dan banyak perempuan mulai melepaskan IUD.
Menurut data dari pemerintah Tiongkok, angka kelahiran di dua kawasan utama penduduk Uighur, yakni Hotan dan Kashgar, turun sebesar 60 persen dari tahun 2015 ke tahun 2018.
Di seluruh kawasan Xinjiang, angka kelahiran juga menurun, dari sebelumnya 24 persen di tahun lalu menjadi 4,2 persen secara keseluruhan.
Menurut penelitian Adrian Zenz, dana ratusan juta dolar miliki pemerintah Tiongkok yang digunakan untuk membatasi kelahiran telah membuat Xinjiang berubah, dari salah satu kawasan dengan pertumbuhan terbesar menjadi salah satu yang paling lambat dalam waktu beberapa tahun saja.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Michael Pompeo dalam pernyataannya mengecam kebijakan tersebut.
"Dunia menerima laporan yang terasa mengganggu hari ini bahwa Partai Komunis Tiongkok menggunakan sterilisasi paksa, aborsi paksa dan program pembatasan kelahiran paksa terhadap wara Uighur dan kelompok minoritas lain di Xinjiang sebagai bagian dari kampanye penindasan yang terus berlanjut," kata Pompeo.
"Kami menyerukan kepada Partai Komunis Tiongkok untuk segera menghentikan praktek mengerikan ini dan menyerukan kepada seluruh negara untuk bergabung bersama Amerika Serikat mendesak penghentikan tindakan tidak beerperikemanusiaan tersebut."
Lihat berita selengkapnya dalam bahasa Inggris di sini
AP/ABC
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jumlah Kasus Virus Corona Bisa Tembus 20 Juta di September