jpnn.com, JAKARTA - Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto membeber percakapannya dengan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno tentang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meringankan syarat capres/cawapres di UU Pemilu.
Hasto menghubungi Pratikno melalui pesan WhatsApp karena banyaknya kabar soal MK telah diintervensi sehingga mengeluarkan putusan yang memungkinkan putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, menjadi kontestan Pilpres 2024.
BACA JUGA: Putusan MK Pintu Masuk Pembajakan Konstitusi, Demokrasi Mengalami Kemunduran
"Makin lama makin keras terdengar adanya suatu intervensi dari istana dan ini dirancang lama," ujar Hasto saat menjadi tamu pada siniar Akbar Faizal Uncensored yang ditayangkan di YouTube pada Kamis (9/11/2023) malam.
Politikus asal Yogyakarta itu mengaku mengingatkan Pratikno yang pernah bersama-sama menjadi bagian Tim Transisi Jokowi-Jusuf Kalla pada 2014.
BACA JUGA: Saat Hakim Konstitusi Berfoto Bersama setelah Ada Ketua Baru MK, Lihat Ekspresi Anwar Usman
"Mas, politik itu digerakkan oleh nalar kebenaran, oleh etika dan moral, oleh kekuatan mata hati. Jangan pernah sekali pun kita mengkhianati itu," tutur Hasto menirukan perbincangannya dengan Pratikno.
Menurut Hasto, mantan rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu hanya bisa menjawab dengan emosi menangis.
BACA JUGA: Suhartoyo jadi Ketua MK, Ganjar Merespons Begini
"Tugas saya hanya menyampaikan suatu telaah," kata Hasto menukil jawaban Pratikno.
Menurut Hasto, ternyata justru yang terjadi seperti saat ini atau berbeda dengan pengakuan Pratikno.
"Sekali lagi ini kebenaran yang berbicara," imbuh Hasto.
Peraih gelar doktor ilmu geopolitik dari Universitas Pertahanan itu menegaskan seharusnya kedaulatan rakyat tetap diutamakan.
"Kedaulatan rakyat tidak boleh diganggu untuk kepentingan apa pun," ucapnya.
Akbar Faizal yang memandu siniar itu pun langsung bertanya.
"Baru kali ini anda menyebut Pak Pratik. Apa yang sebenarnya Anda ingin katakan di sini?" ujar Akbar.
Hasto mengatakan ada banyak alasan yang mendasarinya menyebut nama Pratikno.
Pertama, Hasto berkisah soal Pratikno ketika ditunjuk menjadi mensesneg dan bertemu dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Dalam perbincangan itu, Megawati berpesan bahwa mensesneg bertugas menyaring segala sesuatu yang akan diserahkan kepada presiden.
"Presiden yang akan akan mengambil keputusan-keputusan atas dasar ketaatan pada konstitusi," kata Hasto menirukan pesan Megawati.
Selain itu, Megawati juga berpesan soal mensesneg sebagai tameng agar seluruh tata pemerintahan negara berjalan baik.
"Istana tidak boleh terlalu terbuka, istana menghasilkan keputusan-keputusan strategis berkaitan dengan nasib lebih dari 270 juta rakyat indonesia. Sekali sisi gelap istana bekerja, dampaknya akan luar biasa," kata Hasto kembali mengulangi pesan Megawati.
Akbar pun melontarkan pertanyaan lain soal Pratikno.
"Seberapa jauh menurut Anda, Pak Pratikno, mensesneg memahami semua ini dan barangkali mengambil inisiatif-inistait tertentu?" ucap Akbar.
Hasto menuturkan Pratikno menunjukkan emosinya dengan menangis.
"Artinya ini menunjukkan ketika kami berbicara values (nilai-nilai, red), nurani, berbicara nalar kebenaran, pranata yang baik dalam pemerintahan, beliau (Pratikno, red) tersentuh," kata Hasto.
Lebih lanjut Hasto mengatakan Pratikno tidak hanya sebagai mensesneg, tetapi juga bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada.
Pratikno juga bergelar mahaguru atau profesor. "...sehingga bergerak itu harus dengan tuntunan nurani," kata Hasto dengan mata berkaca-kaca.
Oleh karena itu, Hasto pun mengaku sangat sedih melihat seluruh putusan persidangan Majelis Kehormatan MK. Menurut dia, putusan itu memperlihatkan hakim konstitusi yang sudah bersumpah mengedepankan sikap kenegarawanan ternyata begitu mudah diintervensi.
"Itu terbukti dalam persidangan Majelis Kehormatan dan pelanggaran etik itu jauh lebih serius dari sekadar pelanggaran pidana," kata Hasto. (jpnn.com)
Video Terpopuler Hari ini:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lembaga Survei Dunia Ungkap Elektabilitas Anies 28,91 Persen Seusai Putusan MK
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi