Hasto dan Sukmawati Kenang Pertalian Marhaen-Nahdliyin

Ngaji Kebangsaan di Pesantren Gus Nuril

Jumat, 17 Maret 2017 – 23:02 WIB
Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto memberikan sambutan dalam Ngaji Kebangsaan di pesantren yang diasuh Gus Nuril di Jakarta. Foto: source for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengapresiasi dan bahagia ketika kaum Nahdliyin dan Marhaen bersatu, seperti yang dikrarkan dalam Ngaji Kebangsaan di Pondok Pesantren Abdurrahman Wahid Sokotunggal, asuhan KH Nuril Arifin (Gus Nuril), di Jakarta Timur, Jumat (17/3) malam.

Hasto mengatakan, dalam sejarah berdirinya bangsa ini, Bung Karno pun telah menegaskan bahwa Indonesia ini harus berdiri tegak di antara bangsa-bangsa di dunia. Namun Hasto prihatin, karena saat ini dalam menghadapi pilkada, khususnya di DKI Jakarta, seperti ada yang berupaya menegasikan kebinekaan tersebut.

BACA JUGA: Ini Kata Yudi Latif dan Ngatawi soal Islam-Pancasila

"Kita berkumpul di sini untuk mengingatkan kembali bahwa Republik Indonesia saat ini kembali menghadapi ancaman perpecahan dan perlawanan terhadap kebinekaan. Padahal sudah dipertegas konsepsi kebinekaan kita berbeda-beda tapi satu bangsa dan satu tanah air dengan bahasa persatuan Indonesia," kata Hasto, dalam sambutannya pada acara Ngaji Kebangsaan.

Menurut Hasto, kehadiran Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam kepemimpinan di DKI Jakarta adalah perjalanan sejarah. Diawali dari kekuatan Joko Widodo (Jokowi) yang datang dari arus bawah yang peduli pada rakyat. Kemudian didukung rakyat menjadi presiden.

BACA JUGA: Belasan Tokoh Ngaji Kebangsaan di Pesantren Gus Nuril

"Maka Pak Ahok kemudian menjadi gubernur menggantikan Pak Jokowi yang menjadi Presiden. Memang tidak sempurna. Tapi punya komitmen sangat jelas seperti Ali Sadikin yang tegas dan tak kompromi pada korupsi meskipun itu agggota DPRD," ujar Hasto.

“Pak Ahok pernah mau diganti oleh DPRD karena Pak Ahok tak menyetujui pengajuan anggaran besar. Ini menjadi bukti ketika Pak Ahok memilih tak populer, tapi murni untuk kemajuan rakyat. Itu sikap seorang pemimpin. Anggaran dipakai untuk membersihkan sungai di Jakarta," imbuhnya.

BACA JUGA: Kami Sangat Kehilangan Kiai Hasyim...

Hasto mengatakan, saat Ahok menjadi Gubernur DKI membentuk pasukan oranye untuk bersih-bersih, pasukan hijau untuk membangun taman kota, dan pasukan biru untuk mata air, serta pasukan ungu untuk sosial merawat lansia.

"Hanya satu warna yang belum, yakni pasukan merah. Melihat Gus Nuril memakai baju merah, maka segera dibangun pasukan merah yang akan membangun masjid, membersihkan masjid untuk berwudhu dan beribadah," katanya.

Ahok dalam kepemimpinannya, kata Hasto, bersatu dengan Djarot Saiful Hidayat yang tak suka menyombongkan diri. "Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Sirodj pernah mengatakan bahwa Djarot sangat menghormati Bung Karno dan menjaga peraudaraan dengan Nahdliyin. Beliau sangat kekeluargaan dan menjaga persaudaraan. Jadi yang satu tegas dan satu merangkul. Maka kami mohon doa restu. Pilkada DKI ini perjuangan yang tak mudah, tapi butuh keyakinan bersama untuk Jakarta yang lebih baik, lebih manusiawi dan berkebudayaan serta saling menghormati," harap Hasto.

Selain Hasto, hadir dalam acara itu di antaranya Ketua DPP PDI Perjuangan Idham Samawi, Ketua Umum PPP Djan Faridz, putri Bung Karno Sukmawati Soekarnoputri, pemikir kebangsaan Yudi Latif, serta perwakilan dari Ciganjur, Priyo Sambadha. Hadir juga beberapa tokoh dari lintas agama. Acara ngaji kebangsaan dipandu oleh budayawan yang juga mantan asisten Gus Dur, Ngatawi Al-Zastrow.

Dalam kesempatan itu, Sukmawati menegaskan bahwa Marhaen dan Nahdliyin adalah kekuatan bangsa Indonesia. "Bung Karno sangat memegang hal ini, sehingga menjadi satu-satunya pemimpin beragama Islam yang tiga kali mendapat penghargaan bintang kehormatan dari tiga Paus. Ini tidak lain karena Bung Karno menjalankan kepemimpinan bangsa dengan bijak dan berbudi luhur," kata Sukmawati.

"Sekarang ada yang katanya ulama, tapi kok menistakan Pancasila dan Bapak Proklamator. Hati saya kaget, marah terharu bercampu aduk. Saya tak bisa biarkan. Padahal yang saya tahu selama ini ulama baik seperti Gus Dur. Semua agama mengajarkan kebaikan," ujarnya.

Sukmawati menambahkan, ketika Sekutu mau menggempur Surabaya, warga Marhaen dan dari kalangan Nahdliyin memblokir kota agar tank-tank Sekutu tak masuk ke wilayah Surabaya. Caranya semua prabotan rumah warga ditaruh di jalan raya.

"Sampai begitu masyarakat Nahdliyin dan Marhaen bersatu ketika perjuangan kemerdekaan. Dan sekarang ini, mari dirajut kembali," pungkas Sukmawati. (adk/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bang Ara Terang-terangan Dukung Ridwan Kamil


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler