Hasto Disebut Ingin Dijadikan Tumbal Politik

Selasa, 11 Juni 2024 – 22:26 WIB
Petrus Selestinus. Foto: Dokpri for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menjadikan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sebagai tumbal politik balas dendam kekuasaan. Indikasinya telihat setelah KPK menyita handphone milik Hasto dari stafnya dengan cara menjebak.

Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia dan Advokat Perekat Nusantara Petrus Selestinus di Jakarta, Selasa (11/6).

BACA JUGA: PKS Buka Peluang Bangun Poros dengan PDIP Buat Usung Kandidat di Pilgub Jakarta 2024

"Pemanggilan dan pemeriksaan Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP, sebagai saksi untuk tersangka Harun Masiku oleh penyidik KPK, pada Senin, 10 Juni 2024, merupakan suatu akrobat politik yang sangat tidak elok dipertontonkan oleh KPK," kata Petrus dalam keterangannya, Selasa (11/6).

Menurut dia, dalam kasus sita HP dan tas tangan milik Hasto, KPK justru melakukan sita tidak dari tangan Sekjen PDIP itu. Namun, dari seorang staf Hasto yang dilakukannya dengan cara menjebak.

BACA JUGA: KPK Dianggap Jadi Alat Kekuasan Mengambil Dokumen Pemenangan Pilkada PDIP dari Hasto

"Namun apa yang dihadapi oleh Hasto, ketika bertemu dengan penyidik KPK, ternyata KPK menunjukan sikap dan perilaku yang arogan, pemer kekuasaan, bahkan memperlakukan Hasto sebagai seorang tersangka, karena KPK serta merta melakukan upaya paksa dengan menyita HP dan tas tangan milik Hasto di luar prosedur hukum," katanya.

Dia menilai penyitaan HP dan tas tangan milik Hasto diduga akan dijadikan KPK sebagai bagian dari alat bukti permulaan yang cukup bagi penyidik dalam menetapkan sebagai tersangka.

BACA JUGA: Nama Anies Diajukan ke DPP PDIP, Keputusan di Tangan Megawati

Padahal, Hasto statusnya adalah saksi bukan tersangka, sehingga sesuai prinsip hukum acara tentang penyitaan terhadap suatu barang dari seseorang, barang itu harus merupakan hasil dari kejahatan atau alat untuk melakukan kejahatan serta dilakukan berdasarkan KUHAP dan ketentuan pasal 46 dan 47 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 Tentang KPK.

"Hanya barang milik tersangka, atau barang yang digunakan oleh tersangka untuk melakukan tindak pidana korupsi atau barang hasil kejahatan korupsi yang dimiliki oleh tersangka, maka KPK dapat melakukan penyitaan di luar mekanisme KUHAP, artinya penyitaan itu cukup dilakukan dengan izin dari Dewas KPK atau dapat dimintakan izin segera setelah penyitaan terjadi (pasal 46 dan 47 ayat (3) dan ayat (4) UU No. 19 Tahun 2019)," kata dia.

Menurut dia, langkah KPK itu bernuansa politik sangat kental, antara lain untuk mempermalukan seorang Hasto. "Hasto diduga kuat dijadikan sebagai tumbal politik balas dendam kekuasaan," katanya.

Petrus meyebutkan tindakan KPK menyita ponsel dan tas tangan milik Hasto, berimplikasi kepada tindakan sita lembaga antirasuah menjadi tidak sah. Dan lembaga antirasuah itu harus segera kembalikan kedua barang milik Hasto tersebut.

"Implikasi hukum lainnya adalah KPK bisa digugat praperadilan dan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) ke Pengadilan berdasarkan ketentuan pasal 66 UU No.19 Tahun 2019 Tentang KPK. Sejalan dengan KPK dilaporkan ke Dewas KPK sebagai pelanggaran etik, semata-mata karena KPK tidak cermat membaca ketentuan pasal 46 dan 47 UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 20 Tahun 2002 Tentang KPK," katanya. (tan/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ronny Menduga Tujuan KPK Bukan Penegakan Hukum, Tetapi Menguasai Dokumen Pilkada PDIP


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler