Hasto PDIP: Dengan Sikap Prof Yusril tersebut, maka Makin Jelas

Kamis, 09 Maret 2023 – 14:49 WIB
Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. Ilustrasi Foto : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menilai partainya punya kemiripan dengan Partai Bulan Bintang (PBB) yang dipimpin Yusril Ihza Mahendra.

Hasto menyebut PDI Perjuangan dan PBB sebagai partai politik lebih memilih jalan ideologi yang kokoh pada prinsip meskipun terjal.

BACA JUGA: Beri Kuliah Umum di UIN Alauddin, Hasto Menggelorakan Pemikiran Geopolitik Soekarno

"Dengan sikap Prof Yusril (Ketua Umum PBB) tersebut, maka semakin jelas bagaimana PDI Perjuangan dan PBB hadir sebagai partai ideologi. Kami menempuh jalan ideologi, sementara yang lain jalan liberalisme. Jalan ideologi meski sering terjal, namun kokoh pada prinsip," kata Hasto Kristiyanto dalam keterangannya diterima di Jakarta, Kamis (9/3).

Hasto mengatakan, sebagai parpol yang memilih jalan ideologi, PDIP turut menyiapkan kader dengan basis tersebut dan dipersiapkan melalui kaderisasi kepemimpinan.

BACA JUGA: Ini Bunyi Putusan Hakim Oyong Cs Minta Pemilu Ditunda, Yusril & Mahfud MD Langsung Bereaksi

"Sebab menjadi anggota legislatif itu dituntut untuk menyelesaikan masalah rakyat saat ini dan merancang masa depan Indonesia melalui keputusan politik. Dalam peran strategis tersebut, maka caleg harus dipersiapkan melalui kaderisasi kepemimpinan” kata pria kelahiran 7 Juli 1966 itu.

PDI Perjuangan memberikan apresiasi kepada Prof Yusril Ihza Mahendra yang telah menyampaikan pemikiran kenegarawanan berdasarkan amanat ideologi Pancasila dan UUD 1945.

BACA JUGA: Pakar Sarankan PDIP Pasangkan Ganjar dengan Airlangga Ketimbang Erick

“Pemikiran ahli hukum tata negara dan sekaligus Ketua Umum PBB tersebut sangat mencerahkan dan menampilkan kepakaran beliau yang dipandu sikap kenegarawanan tentang bagaimana sistem pemilu tertutup berkorelasi dengan pelembagaan partai dan menegaskan bahwa peserta pemilu legislatif adalah parpol, bukan orang per orang,” kata Hasto.

Menurut Hasto, dengan sistem proporsional tertutup, maka caleg bermodalkan keahlian, dedikasi dan kompetensi melalui kaderisasi, sementara kalau proporsional terbuka modalnya popularitas dan kekayaan.

“Secara empiris, proporsional terbuka mendorong bajak-membajak kader ala transfer pemain dalam sepak bola, kecenderungan kaum kaya dan artis masuk ke politik, primordialisme, dan ada partai karena ambisi, lalu ambil jalan pintas merekrut istri, anak, atau adik pejabat dan menguatlah nepotisme," kata dia.

Logikanya, menurut Hasto, pejabat akan mengerahkan kekuasaannya untuk caleg dari unsur keluarganya. Di tata pemerintahan, menteri yang memegang sumber logistik dan kekuasaan hukum akan menjadi rebutan.

"Dalam proporsional terbuka caleg lahir secara instan, akibatnya kepuasan terhadap parpol dan lembaga legislatif selalu berada di urutan paling bawah dari lembaga negara lainnya. Mengapa, karena pragmatisme politik merajalela," kata Hasto.

Menurut Hasto, hal tersebut terjadi karena untuk menjadi anggota legislatif harus bermodalkan kapital atau dukungan investor politik, maka skala prioritas lebih menggunakan kekuasaan untuk mengembalikan modal politik, dan kemudian mencari modal dalam pencalonan ke depan.

"Dalam proses ini terjadi penyatuan fungsi antara politik, bisnis, dan hukum. Semua demi agenda pencitraan, dan kebijakan populisme yang menyandera fiskal di masa depan," ujar Hasto. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler