Hati-Hati, Anak yang Belum Memahami Penggunaan Medsos Jadi Incaran Pedofil

Kamis, 14 Juli 2022 – 03:00 WIB
IDAI mengatakan anak yang belum mengerti media sosial menjadi target kaum pedofil. Foto: Ilustrasi/Ricardo/JPNN com

jpnn.com, JAKARTA - Ternyata, pedofil sering menarget anak-anak yang belum memahami penggunaan media sosial (medsos) untuk melancarkan kejahatan seksual.

Hal tersebut diungkapkan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) terkait maraknya kasus pedofilia

BACA JUGA: GKR Hemas dan KPAI Dukung Upaya Polda DIY Menyikat Komplotan Pedofil

“Ini sangat mengkhawatirkan karena ternyata para pedofil atau para pelaku kejahatan seksual daring (online). Mereka menyasar anak-anak yang belum paham tentang media sosial,” kata Ketua Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Anak IDAI Eva Devita Harmoniati.

Hal ini dikatakannya dalam Seminar Awam Cegah Kekerasan Seksual pada Anak yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu (13/7).

BACA JUGA: Polda DIY Ungkap Komplotan Pedofil yang Tersebar di 6 Provinsi

Eva menuturkan banyak anak pada masa kini yang belum memahami batasan dalam mengakses informasi yang tersebar di dunia internet.

Beberapa lainnya justru rutin atau gemar mengunggah foto-foto pribadi mereka tanpa menyadari dampak yang akan ditimbulkan sehingga anak menjadi salah satu kelompok yang sangat rentan terhadap kejahatan seksual.

BACA JUGA: Pendaftaran Beasiswa G20 Australia Dibuka bagi Pelamar dengan Kriteria Ini

Berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni) milik Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), anak yang jadi korban kekerasan seksual pada tahun 2019 ada 6.454 anak, naik jadi 8.730 anak pada tahun 2022.

Pedofil itu sendiri, kata Eva, pada awalnya berusaha mendekati anak dengan bersikap seperti teman yang memberikan bermacam-macam hadiah. Tak jarang mereka menghubungi anak melalui aplikasi pesan seperti grup dalam Whatsapp.

Momen itu kemudian dimanfaatkan pelaku untuk mengancam anak-anak, dengan imbalan meminta dikirimkan gambar atau video yang tidak senonoh. Sehingga Eva menekankan setiap anak butuh pengawalan penuh baik dari pemerintah maupun masyarakat.

Guna melindungi anak dari kekerasan seksual secara online, utamanya dalam masa pandemi COVID-19 yang menuntut anak lebih banyak berinteraksi dengan media sosial, Eva menyarankan orang tua untuk mengevaluasi aturan pemakaian internet dan menyiapkan perangkat keamanan untuk semua gawai yang dimiliki anak.

“Jangan sampai, anak menggunakannya secara bebas tanpa adanya aplikasi pengaman di dalam perangkat-perangkat elektronik yang bisa mengaksesnya. Buat setting pengawasan orang tua pada semua alat yang bisa diakses di internet, dengan mengaktifkan age appropriate filters dan monitoring tools,” ujar dia.

Eva melanjutkan sangat penting bagi orang tua untuk mengajarkan anaknya mengenali dan menghindari berbagi informasi pribadi di internet. Berikan pemahaman pada anak untuk menghindari komunikasi dengan orang yang tak dikenal.

“Kami ajari anak apa yang boleh diunggah dan apa yang tidak boleh. Ada hal-hal yang harus dibatasi untuk orang-orang yang baru kita kenal apalagi di dunia maya,” ucapnya.

Orang tua diminta untuk membuat sebuah kesepakatan aturan penggunaan internet agar anak dapat terawasi, sekaligus membangun kepercayaan dan mengajarkan anak untuk bisa bertanggung jawab.

Terakhir, bagi orang tua yang menemukan atau mencurigai terjadinya kejahatan seksual pada anak, disarankan untuk menghubungi langsung pihak terkait seperti KemenPPPA melalui call center Sapa 129 atau Kepolisian RI Subdit Kekerasan Perempuan dan Anak di 110.

“Jangan lupa kita juga perlu menangani dampak psikologis dan juga dampak fisik yang diderita anak-anak kita, baik kepada dokter anak maupun psikolog,” kata Eva. (antara/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Tarmizi Hamdi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Pedofil   Pedofilia   IDAI   anak  

Terpopuler