jpnn.com - SURABAYA – Hati-hati memasukkan anak Anda ke jenjang sekolah lanjutan. Sebaiknya, Anda mencari informasi dulu tentang sekolah yang hendak dituju. Sebab, jelang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Surabaya tahun ajaran 2014-2015 ini, masih ada sekolah-sekolah yang izinnya bermasalah. Jika salah memilih, bisa-bisa nanti siswa tidak bisa ikut ujian nasional (Unas).
Jumlah sekolah yang bermasalah dengan perizinan ini banyak. Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya menyebut bahwa jumlahnya sekitar 20 sekolah. Hanya saja, nama sekolah-sekolah tersebut masih dirahasiakan. Alasannya, daftar sekolah yang bermasalah ini akan diumumkan secara resmi melalui
website PPDB dalam waktu dekat.
BACA JUGA: Alokasi 9,1 Juta Siswa, Baru Dicairkan 6,2 Juta
“Secara pasti, kami belum bisa memastikan jumlahnya. Sebab, tim kami sedang meninjau langsung sekolah yang bermasalah. Nanti, jika sudah ada, kami akan umumkan,” ujar Kepala Dispendik Surabaya Ikhsan, Rabu (28/5).
Mantan Kepala Bapemas KB Surabaya ini menyebutkan bahwa timnya tersebut sedang mendata dan meninjau sekolah-sekolah yang bermasalah itu. Permasalahannya beragam. Mulai dari izin operasional yang sudah habis masa berlakunya, masa izinnya sudah hampir habis, hingga belum memiliki izin operasional.
BACA JUGA: Dana Sertifikasi Guru Madrasah Belum Juga Cair
“Kami inginnya setiap sekolah itu memasang status sekolah. Tidak hanya memajang profil saja, tapi juga nomor izin sekolahnya. Ini bertujuan agar masyarakat bisa langsung tahu dan tidak tertipu, ketika mereka hendak mendaftarkan anak mereka,” urai Ikhsan.
Di sisi lain, Kepala Seksi Kurikulum dan Pembinaan Pendidikan Menengah dan Kejuruan Titik Eko Prasetyaningtyas menuturkan bahwa dari 20 sekolah dipastikan empat di antaranya adalah sekolah menengah yang sudah jelas tidak diperbolehkan untuk menerima murid pada tahun ajaran mendatang. Mayoritas adalah sekolah swasta, bukan sekolah negeri.
BACA JUGA: Sudah Ada Tujuh Ribu Guru tapi Masih Kurang
“Sekolah negeri sudah kami bereskan. Tersisa yang bermasalah ini sekolah swasta,” ujarnya.
Empat sekolah tersebut adalah SMA Practica, SMA Jayasakti, SMA Saripraja, dan SMK Kesehatan Terpadu. Titik menyebutkan bahwa izin operasional SMA Practica habis pada Juni 2014. Sekolah tersebut telah mengajukan izin. Namun, izin operasional itu tidak dikeluarkan. Ini terkait beberapa kasus yang tejadi di sekolah ini.
Satu di antaranya adalah katrol nilai siswa. Sedangkan, SMA Jayasakti, menurut Titik, sekolah tersebut tidak memiliki gedung yang layak sesuai standar. Gedungnya dianggap tidak layak untuk dijadikan ruang kelas. Selain itu, ruang kepala sekolah dan lapangan olahraga juga tidak tersedia. Apalagi, bangunan yang dipakai adalah bangunan sewa.
“Kasus Jayasakti ini masih bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan belum selesai. Siswanya sudah kami mutasikan. Yang jelas, pada tahun ini, SMA Jayasakti sudah tidak bisa menerima murid,” tegas Titik seraya menyatakan bahwa sekolah tersebut akan segera dihapusdan sudah dianggap tidak beroperasi kembali.
Selain itu, di SMA Saripraja, jumlah muridnya tidak memenuhi syarat sebagai sekolah kecil yang jumlah minimal siswanya harus 60 orang. Oleh karena itu, izinnya sudah tidak bisa diperpanjang. Sekolah tersebut, kata Titik, sudah tidak ada muridnya. Sehingga, daripada menciptakan masalah baru, lebih baik wali murid tidak mendaftarkan putra-putri mereka ke sekolah tersebut.
“Tinggal menunggu surat mutasi siswa yang tersisa ke SMA Garuda. Jumlahnya sebanyak 13 anak untuk kelas XI. Sedangkan, yang kelas XII sudah mutasi ke SMA Trikarya,” ujarnya.
Lain lagi yang terjadi di SMA Kesehatan Terpadu. Sekolah ini tidak memiliki bangunan sendiri atau menumpang. Sehingga, izin operasionalnya masih ditahan dispendik. Tak hanya itu, sekolah ini dilarang untuk menerima murid selama masalah tersebut belum diselesaikan.
Titik menyebutkan bahwa mayoritas sekolah bermasalah memang sekolah swasta. Menurut dia, sekolah swasta lebih susah untuk diajak koordinasi.
“Mereka kadang menganggap bahwa kami tidak berhak. Padahal, untuk visitasi dan penilaian, kami dilindungi oleh undang-undang,” ujarnya.
Untuk itu, Titik berharap orang tua murid dapat waspada untuk memilih sekolah bagi anak-anaknya. Sebab, sekolah swasta kerap dijadikan pilihan cadangan oleh para orang tua, jika anak mereka tidak diterima di sekolah negeri.(ima/c2/jee)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi dan Prabowo tak Berani Programkan Wajib Belajar hingga S-1
Redaktur : Tim Redaksi