Terlihat lucu dan tak berbahaya, tapi emoji dalam gambar jempol atau wajah tersenyum yang sering kita kirimkan ke orang-orang setiap hari, bisa menyeret kita ke ranah hukum dan butuh biaya yang banyak sekali.

Ini sudah terjadi dalam beberapa kasus, saat pengadilan menafsirkan emoji sebagai wujud ancaman, pelecehan, hingga pencemaran nama baik kepada seseorang.

BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Venesia Ingin Kurangi Jumlah Turis, Akan Ada Tarif Baru

Awal tahun ini, seorang hakim Kanada memutuskan emoji jempol sudah bisa dianggap secara hukum seperti halnya tanda tangan.

Hakim di provinsi Saskatchewan tersebut memerintahkan petani bernama Chris Achter untuk membayar CAD$82.000 karena menuduhnya telah melanggar kontrak, dan setelah petani tersebut memberikan emoji jempol maka dianggap menyetujuinya.

BACA JUGA: Kenapa Rumah yang Berantakan Memicu Kecemasan dan Apa yang Bisa Dilakukan?

Jika melihat riwayat pengiriman pesan Chris di SMS, ia sering menggunakan "kata-kata singkat", seperti "looks good" atau "OK" untuk menyetujui kontrak.

Atas dasar tersebut, hakim memutuskan emoji jempol yang dikirimnya pun memiliki implikasi yang sama secara hukum, bahwa ada kontak yang mengikat di tempat.

BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Festival Burning Man Berubah Jadi Bencana Banjir Lumpur

Pengadilan tak anggap sebagai candaan

Dalam kasus yang berbeda di Amerika Serikat, emoji bulan purnama sempat menimbulkan masalah.

"Ketika orang-orang heboh [mempromosikan] saham, mereka mengatakan bahwa saham tersebut akan melejit," ujar Profesor Eric Goldman, salah satu direktur High Tech Law Institute di Santa Clara University.

Jadi ketika investor miliarder Ryan Cohen mengunggah di Twitter tentang sebuah perusahaan yang sebagian sahamnya ia dimiliki disertai dengan emoji bulan purnama, ada pendapat kalau ia sedang mempromosikan perusahaan tersebut, "sebagai persiapan untuk menjual sahamnya", seperti yang dilaporkan Washington Post.

Hakim juga berargumen penggunaan emoji tetap perlu ditindaklanjuti dengan serius seperti perkara lainnya.

"Seorang penipu tidak boleh lalai bertanggung jawab hanya karena ia menggunakan emoji," kata Hakim Trevor McFadden.

Ada pendapat kalau penggunaan emoji dalam kasus investor tersebut diartikan sebagai sinyal terselubung agar orang-orang membeli saham tersebut. Ini bisa saja dianggap sama dengan 'insider trading' yang melanggar hukum.

"Ini menjadi contoh lain bagaimana sebuah emoji dapat menimbulkan konsekuensi hukum yang serius, dalam hal ini, potensi penipuan terkait keamanan," kata Profesor Goldman.

Karena mudah dipakai saat mengirim pesan singkat di ponsel, profesor hukum Deakin University Marilyn McMahon berpendapat emoji bisa "menjadi akar dari beberapa kasus yang sangat bermasalah."

Profesor McMahon mengatakan mereka yang didakwa melakukan tindak pidana akibat emoji sering kali mengklaim bahwa mereka "hanya bercanda", meski tidak dianggap demikian di pengadilan.

"Pembelaan diri mereka biasanya tidak berhasil," katanya.

Jadi apa yang menjadi pertimbangan pengadilan ketika mengambil keputusan tentang penggunaan emoji dan apa yang termasuk dianggap melanggar batas?Penggunaan emoji untuk kekerasan

Profesor McMahon mengatakan di Amerika Serikat, anak-anak yang berusia 12 tahun bahkan pernah terseret ke pengadilan akibat mengunggah pesan online menggunakan emoji bom atau pisau.

"Prosesi pengadilan kebanyakan berusaha mengartikan, apakah ancaman ini serius dilakukan oleh anak-anak muda tersebut atau hanya wujud ekspresi perasaan."

Pada tahun 2016, seorang siswa berusia 12 tahun dari Virginia didakwa mengancam sekolahnya, setelah mengunakan emoji senjata, bom, dan pisau di unggahan Instagram, dibarengi dengan kata "membunuh" dan "temui saya di perpustakaan".

Di wilayah hukum lain, penggunaan emoji menyebabkan tuntutan kekerasan dalam rumah tangga.

Juga pada tahun 2016, seorang pria berusia 22 tahun di Prancis dijatuhi hukuman tiga bulan penjara setelah mengirim serangkaian pesan teks kepada mantan pacarnya menggunakan emoji senjata, yang dianggap sebagai perilaku mengancam.

"Pengadilan menyimpulkan kalau jelas ini menjadi bukti adanya ancaman pembunuhan, dan senjata itu sendiri merupakan bukti betapa parahnya ancaman tersebut," kata Profesor McMahon.

Di Selandia Baru, pada tahun 2017, seorang pria mengancam mantan pasangannya dengan menggunakan emoji pesawat terbang.

Pria tersebut dan mantan pasangannya tinggal di negara yang berbeda, sehingga emoji pesawat tersebut dianggap sebagai hal yang "memperburuk" dan "memperparah" ancaman dari pria tersebut, karena "seolah-olah pria tersebut akan naik pesawat lalu mengancam perempuan tersebut", kata Profesor McMahon.

Diproduksi oleh Natasya Salim dari laporan dalam bahasa Inggris

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gelar Pengabdian Masyarakat, ATVI-YPP Indosiar-SCTV Dorong Literasi Media Sosial di Kalangan Pelajar

Berita Terkait