Pernah enggak merasa lelah melihat barang-barang yang berantakan dan kacau balau di rumah?
Pernahkah masuk ke dalam rumah, lalu merasa ruangan dipenuhi kertas-kertas yang berserakan, piring-piring yang belum dicuci, dan pakaian yang berantakan?
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Festival Burning Man Berubah Jadi Bencana Banjir Lumpur
Atau pernahkah bertengkar karena hal-hal yang berantakan lebih mengganggu kamu ketimbang mengganggu pasangan atau teman serumah?
Kamu enggak sendirian. Banyak orang melaporkan rumah yang berantakan bisa memicu perasaan stres dan cemas.
BACA JUGA: Menarik Minat Belajar Bahasa Indonesia di Australia Lewat Alat Musik Kendang
Jadi mengapa rumah yang berantakan dan kacau balau membuat sebagian dari kita merasa lelah?
Inilah hasil dari penelitian dan apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasinya.
BACA JUGA: Chef Australia Temukan Identitas Dirinya dari Memasak Rendang
Kognitif yang berlebihSaat kita dikelilingi oleh hal-hal yang mengganggu perhatian, otak kita pada dasarnya menjadi semacam medan pertempuran soal perhatian. Karena semuanya saling bersaing untuk jadi fokus perhatian kita.
Tapi ternyata otak lebih memilih keteraturan dan "singletasking" daripada multitasking.
Keteraturan membantu mengurangi persaingan untuk mendapatkan perhatian kita dan mengurangi beban mental. Meski beberapa orang mungkin lebih baik dalam mengabaikan gangguan dibandingkan orang lain, lingkungan yang mengganggu bisa membebani kemampuan kognitif dan memori kita.
'Clutter' atau kacau balau, ketidakteraturan, dan kekacauan bisa memengaruhi bukan sekadar sumber daya kognitif kita, tapi juga pola makan, produktivitas, kesehatan mental, keputusan terkait parenting, dan bahkan berpengaruh pada seberapa besar kita mau menyumbang uang.Apakah perempuan lebih terkena dampaknya dibandingkan laki-laki?
Penelitian menunjukkan dampak buruk dari berantakan dan kekacauan mungkin lebih terasa pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.
Sebuah penelitian terhadap 60 pasangan, yang dua-duanya berpendapatan, menemukan bahwa perempuan yang tinggal di rumah yang berantakan dan penuh tekanan memiliki tingkat kortisol (hormon yang berhubungan dengan stres) dan gejala depresi yang lebih tinggi.
Dampaknya tetap konsisten bahkan ketika faktor-faktor lain, seperti kepuasan pernikahan dan ciri-ciri kepribadian diperhitungkan.
Sebaliknya, pria dalam penelitian ini tampaknya tidak terpengaruh oleh keadaan lingkungan rumah mereka.
Para peneliti berteori perempuan mungkin merasakan tanggung jawab yang lebih besar untuk menjaga rumah. Mereka juga berpendapat aspek sosial dari penelitian ini (yang meminta mereka untuk mengajak berkeliling di dalam rumah) mungkin telah menyebabkan perempuan lebih takut untuk dinilai ketimbang para laki-laki.
Kita semua akan hidup dengan kekacauan dan tidak terorganisir sampai tingkat tertentu. Namun terkadang, masalah kekacauan yang signifikan dapat dikaitkan dengan kondisi kesehatan mental yang mendasar, seperti gangguan obsesif-kompulsif, gangguan penimbunan, gangguan depresi, gangguan dalam memusatkan perhatian dan hiperaktif, serta gangguan kecemasan.
Hal ini menimbulkan pertanyaan krusial: mana yang lebih dulu terjadi?
Bagi sebagian orang, kekacauan adalah sumber kecemasan dan stres. Sementara bagi yang lain, kesehatan mental yang buruk justru menjadi sumber tidak terorganisir dan kekacauan.Tidak semua kekacauan adalah masalah
Penting untuk diingat kalau tidak semua kekacauan adalah hal yang buruk, dan kita tidak boleh mengincar kesempurnaan. Dalam kenyataannya rumah kita tidak akan bisa terlihat seperti yang ada di majalah.
Malahan ruang-ruang di rumah yang tidak tertata bisa meningkatkan kreativitas dan menciptakan ide-ide yang segar.
Hidup dalam kekacaubalauan yang terus-menerus tidaklah produktif, namun memaksa untuk jadi bersih dan rapi sempurna malah bisa membuat kontraproduktif. Perfeksionisme sendiri dikaitkan dengan perasaan overwhelmed, kecemasan, dan kesehatan mental yang buruk.Kekacauan membuatku cemas, jadi apa yang bisa kulakukan?
Penting untuk diingat kalau kamu bisa memilih apa yang penting untuk kamu sendiri dan bagaimana memprioritaskan waktu sendiri.
Salah satu pendekatannya adalah mencoba mengurangi clutter. Misalnya, membereskan barang-barang yang berantakan setiap pekan. Mungkin membayar orang-orang yang bisa bersih-bersih, atau beres-beres rumah sambil mendengarkan musik atau podcast selama satu jam bersama anggota rumah yang lain.
Menetapkan rutinitas seperti ini bisa mengurangi gangguan terkait perhatian yang berhubungan dengan clutter atau rumah yang berantakan, meringankan beban mental Anda secara keseluruhan, dan mengurangi 'anxiety' yang mungkin berpikir kalau berantakan jadi makin tak terkendali.
Kamu juga bisa mencoba menerapkan metode bersih-bersih 'micro-tidying'. Jika tidak punya waktu untuk bersih-bersih semuanya, luangkan waktu lima menit saja untuk membersihkan satu ruang kecil.
Jika rumah yang kacau balau terutama disebabkan oleh anggota keluarga lainnya, coba berdiskusi tanpa berdebat soal bagaimana kondisi ini memengaruhi kesehatan mental Anda.
Lihat apakah anak-anak, pasangan, atau teman serumah Anda dapat menegosiasikan beberapa batasan tingkat berantakan yang bisa diterima dan bagaimana penanganannya, jika ambang batas tersebut terlampaui.
Ini juga dapat membantu mengembangkan pola pikir yang lebih mengedepankan kasih sayang.
Keadaan yang berantakan tidak menentukan apakah Anda orang yang "baik" atau "jahat", malahan ada yang bisa merangsang kreativitas.
Ingatkan diri sendiri kalau kamu berhak mendapatkan kesuksesan, hubungan yang bermakna, dan kebahagiaan, meski dalam kondisi kantor, rumah, atau mobil yang berantakan atau tidak.
Bacalah penelitian ini yang menunjukkan bahwa meski lingkungan yang tidak tertata membuat kita rentan terhadap stres dan cenderung mengambil keputusan yang buruk, pola pikir kita dapat melindungi diri dari kerentanan ini.
Kalau berantakan, perfeksionisme, atau kecemasan mulai tidak dapat diatasi, bicarakan dengan dokter Anda untuk bisa dirujuk ke psikolog.
Psikolog yang tepat (dan mungkin perlu mencoba beberapa sebelum menemukan psikolog yang tepat) dapat membantu kamu memulai kehidupan yang didorong oleh nilai-nilai yang penting bagi diri sendiri.
Clutter dan berantakan lebih dari sekedar gangguan visual. Hal ini dapat berdampak besar pada kesejahteraan mental, produktivitas, dan cara kita mengambil pilihan.
Memahami mengapa berantakan memengaruhi Anda untuk memberdayakan diri sendiri untuk mengendalikan pola pikir, ruang hidup, dan, pada gilirannya, hidup Anda.
Erika Penney adalah Dosen Psikologi Klinis di University of Technology Sydney. Tulisannya ini pertama kali muncul di The Conversation.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dunia Hari Ini: Visa Emas Bagi Warga Asing yang Ingin Tinggal di Indonesia