jpnn.com, JAKARTA - Dokter spesialis penyakit kulit dan kelamin Arini Astasari Widodo mengingatkan risiko menggunakan masker yang renggang.
Menurut dokter spesialis dari Universitas Indonesia ini, mengenakan masker yang renggang bisa merusak lapisan kulit terluar atau skin barrier.
BACA JUGA: Benjolan di Leher Belum Tentu Kanker, Cuma Bisa Menyulitkan Bernapas
"Kalau pakai fabric mask jangan yang renggang seperti linen kan renggang, karena kalau yang renggang lebih bertekstur, lebih tergesek-gesek kulitnya, barrier-nya akan rusak," ujar Arini di sela acara daring yang digelar merek kecantikan asal Prancis, ditulis Jumat (1/10).
Arini yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (Perdoski) itu menyarankan memilih masker dengan ukuran pas.
BACA JUGA: Wow, Jumlah Penerima Vaksin COVID-19 Hampir Tembus 100 Juta Jiwa
Artinya, tidak terlalu ketat atau longgar.
Sebelum mengenakan masker, sebaiknya membersihkan wajah terlebih dahulu.
BACA JUGA: Sabam Sirait Guru Bangsa, Menjalani Politik Hingga 7 Presiden
Selain itu, penting untuk tak lupa mengganti masker setiap minimal empat jam sekali.
Menurut Arini, pemakaian masker bisa menyebabkan microbiome kulit berubah.
Microbiome berperan penting dalam barrier kulit, sehingga membuatnya tampak sehat dan bercahaya, mengurangi kemungkinan terkena eksim, jerawat dan semua peradangan kulit.
"Biasanya dapat ventilasi udara, microbiome bercampur tentu kalau ngomong ada ludahnya, napas dan lain sehingga microbiome berubah. Kita harus kembalikan lagi," katanya.
Saat microbiome tak seimbang, efek baru akan muncul bila terjadi kerusakan pada skin barrier yang ditandai kulit terasa seperti ketarik dan perlahan muncul iritasi.
Kulit menjadi merah-merah dan gatal.
Maskne atau jerawat dan iritasi akibat pemakaian masker merupakan salah satu kondisi akibat ketidakseimbangan ini.
"Orang dengan bakat seperti eksim atopik, penyakit psoriasis kalau microbiome enggak seimbang akan makin parah atau kambuh."
"Penting banget sehari-hari harus merawat microbiome," kata Arini.
Demi mengembalikan keseimbangan sekaligus menjaga kesehatan microbiome yang merupakan mikroorganisme ini, ada sejumlah cara yang bisa dilakukan.
Antara lain tidak menggosok-gosok kulit dengan kasar, hati-hati mengenakan bahan mengandung alkohol dan pH tinggi.
Mengenakan tabir surya karena sinar ultraviolet diketahui bisa merusak microbiome serta menjaga kebersihan kulit.
"Hati-hati suka over exfoliating, terlalu banyak pakai scrub, kalau skincare yang perlu itu yang lembut, tidak merusak mikrobiota, harus pakai moisturizer."
"Karena kalau kulit lembap lebih awet mikrobiome-nya, tetap pakai sunscreen karena UV bisa merusak mikrobiota," pungkas Arini Astasari.(Antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang