jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPR RI Didik Mukrianto menanggapi heboh soal Tiktoker asal Lampung Bima Yudho pengkritik pembangunan di daerahnya yang berbuntut intimidasi hingga pelaporan ke polisi.
Selain itu, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi bahkan sempat berkomunikasi via telepon dengan ayah Bima dan menyebut orang tua tiktoker tersebut tak becus mendidik anak.
BACA JUGA: Sebegini Kekayaan Gubernur Lampung yang Tak Terima Dikritik Bima
Nah, Didik mengingatkan bahwa prinsip dasar yang harus disadari adalah tidak akan ada pemimpin yang supersempurna dalam menghadirkan kebijakan dan program untuk masyarakat dan rakyatnya.
Menyadari itu, pemimpin yang bijak harus melibatkan sebanyak mungkin partisipasi rakyatnya untuk ikut terlibat dalam pembangunan termasuk memberikan saran, masukan, dan kritik yang konstruktif.
BACA JUGA: WN Ukraina Ini Ditangkap Imigrasi Bali, Begini Kelakuannya
Didik menyebut pemimpin itu adalah abdi dan pelayanan rakyat, karena sumber mandatnya dari masyarakat, maka seorang kepala daerah pun harus legawa, berlapang dada untuk menerima saran, masukan, dan kritik dari masyarakatnya.
"Pemimpin harus bisa mikul duwur dan mendem jero terhadap rakyatnya. Tidak perlu baper, marah, dan merespons kritik secara berlebihan," ujar legislator Partai Demokrat itu.
BACA JUGA: Dian Minta Aparat Menjamin Keselamatan Bima Yudho dan Keluarga
Jika yang disampaikan Bima adalah fakta, maka pemimpin daerah sebaiknya menjalankan dan memperbaiki apa yang dikritik. Sebab, itu bagian kewajiban, tanggung jawab, serta sumpah dan janji jabatannya.
"Tidak ada rumusnya dalam era demokrasi, rakyat dibungkam untuk memberikan kritik dan koreksi terhadap pemimpinnya. Ingat, sumber mandatnya dari rakyat, kedaulatan ada di tangan rakyat, power correction milik rakyat," tutur ketua DPP Demokrat itu.
Didik memahami dalam negara hukum yang demokratis seperti Indonesia, setiap penggunaan kebebasan harus bertanggung jawab dan tidak boleh melanggar hukum.
Namun, dia juga mengingatkan bahwa hukum bukan instrumen yang bisa digunakan serampangan dan semena-mena, apalagi menghamba kepada kekuasaan.
"Penegakan hukumnya juga harus proper, profesional dan imparsial. Yang harus diingat oleh pemimpin adalah kekuasaan itu ada batasnya, gunakan secara arif dan bijaksana," ujar anggota Komisi III DPR itu.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam