Henry Yosodiningrat Hadirkan Ahli Hukum Pidana Terkait Kasus Rionald Soerjanto

Senin, 09 Januari 2023 – 08:50 WIB
Henry Yosodiningrat (tengah) selaku kuasa hukum terdakwa Rionald Soerjanto menghadirkan seorang ahli hukum pidana dan kriminolog sekaligus sebagai dosen Fakultas Hukum Ubhara Surabaya Dr. M. Sholehuddin, S.H., M.H pada Rabu (4/1/2023). Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Sidang kasus penggelapan dengan Terdakwa Rionald Soerjanto kembali digelar dengan agenda sidang mendengarkan penjelasan ahli hukum pidana di hadapan Majelis Hakim di Pengadilan Negeri, Jakarta Selatan.

Henry Yosodiningrat selaku kuasa hukum terdakwa Rionald Soerjanto menghadirkan seorang ahli hukum pidana dan kriminolog sekaligus sebagai dosen Fakultas Hukum Ubhara Surabaya Dr. M. Sholehuddin, S.H., M.H pada Rabu (4/1/2023).

BACA JUGA: Irjen Fadil Imran Perintahkan Usut Tuntas Kasus Narkoba Kombes YBK

Dalam persidangan, Henry meminta sejumlah pendapat dari ahli terkait dengan unsur tindak pidana penggelapan dalam Pasal 374 KUHP.

Ahli hukum pidana Sholehuddin di hadapan majelis hakim menyatakan, “Tindak pidana penggelapan dalam hubungan kerja terkait dengan delik pekerjaan, yang merupakan subjek hukumnya harus memiliki hubungan pekerjaan.

BACA JUGA: Komplotan Pelaku Penggelapan 30 Ton Gula Ditangkap di Jatim

Lebih lanjut Sholehuddin menjelaskan harus memiliki unsur hukum pidana delik sengaja dan delik melawan hukum.

Selain itu, menurut Sholehudin harus dibuktikan dalam persidangan.

BACA JUGA: Bang Henry Mewakili Hendra Kurniawan: Kapolri Harus Lindungi Ismail Bolong

“Harus dibuktikan dengan unsur sengaja ingin memiliki dan menguasai barang milik orang lain,” kata Sholehuddin.

Menurut dia, unsur-unsur delik pelanggaran dengan pembuktian bahwa Terdakwa harus ada hubungan pekerjaan secara formal seperti tertulis/kontrak, slip gaji, terdaftar sebagai karyawan/pegawai serta administrasi lainnya yang bisa menjadi bukti formal.

Kuasa hukum Henry Yosodiningrat mengatakan sejak awal Terdakwa tidak pernah secara formal diangkat menjadi Direktur.

Menurut Henry, terdakwa tidak pernah diminta persetujuannya, tidak pernah ada kontrak kerja, Terdakwa tidak pernah mengetahui, tidak pernah menerima gaji dari PT tersebut dan tidak pernah didaftarkan dalam akta perusahaan ke Ditjen AHU.

“Lalu, bagaimana dengan keabsahan legalitas tersebut?” tanya Henry yang juga mantan anggota DPR RI ini.

Atas pertanyaan tersebut, Sholehuddin menajawab, "Tidak sah dan tidak valid."

Menurut Sholehuddin, alat bukti yang ada tidak memenuhi kualifikasi Pasal 372 maupun Pasal 374, karena tidak terdapat hubungan pekerjaan sebagaimana dinyatakan dalam persidangan.

Uang fee terhadap reseller juga dari PT langsung dibayarkan dari PT kepada reseller. Terdakwa tidak pernah memegang uang tersebut sehingga tidak memenuhi unsur penggelapan.

Selanjutnya, Henry meminta pendapat dari ahli terkait dengan unsur penipuan dalam pasal 378 KUHP.

Sholehuddin menjelaskan prinsip hukum pidana tidak membuat normanya sendiri, karena berdasarkan hukum-hukum lainnya dari perdata, administrasi, niaga atau tata usaha negara.

Jika diawali dari perjanjian hukum perdata, contohnya seperti Perjanjian Kerja Sama antara Reseller dengan PT yang bersangkutan, maka seharusnya diselesaikan secara hukum perdata.

Sholehuddin mengatakan “ditinjau dari aspek hukum pidana, dibangun atas dasar hukum perdata karena itikadnya perjanjian. Lalu pembayaran fee kepada para reseller itu menjadi hak pribadi para reseller.”

Perbuatan unsur delik pidana Pasal 378 yang harus dibuktikan adalah apakah adanya kesengajaan untuk dimiliki oleh Terdakwa yang dinilai melawan hukum.

Terdakwa tidak dapat dikenakan Pasal 378 KUHP atau memenuhi unsur menguasai memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum karena tidak memenuhi modus seperti melakukan tipu muslihat, adanya rangkaian kata-kata bohong, menggunakan nama palsu, atau keadaan palsu serta menggerakkan orang lain menyerahkan uang/piutang.

Para reseller mempunyai Perjanjian Kerja Sama yang valid dengan perusahaan, ditandatangani oleh lebih dari satu orang yang mewakili perusahaan, dapat dibuktikan menggunakan beberapa alat bukti bahwa Reseller sudah bekerja sesuai Perjanjian Kerja Sama maka dari itu berhak mendapatkan hak mereka berupa fee.

Lantas, perusahaan pun sudah mendapatkan hasil yang banyak dari hasil kerja para reseller, lalu setiap pembayaran ke reseller pun harus melalui beberapa prosess administrasi dan harus ditandatangani lebih dari empat orang. Tidak ada Reseller rekayasa dalam hal ini.

Sholehudin menjelaskan perbuatan pelanggaran hukum mengandung unsur Pasal 378 KUHP, masuk delik material murni, dimana membuat situasi kepalsuan dengan rangkaian kata-kata bohong yang mengakibatkan penyerahan uang yang dianggap perbuatan penipuan.

“Perbuatan Terdakwa tidak memenuhi unsur Pasal 378 KUHP,” kata Sholehudin.

Dalam perkara ini, Tim Jaksa Penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan  mendakwa Rionald Anggara Soerjanto bersama-sama dengan sejumlah pihak lainnya, melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum.

“Perbuatan terdakwa sebagaimakna diatur dan diancam dengan pidana dalam Pasal 374 juncto Pasal 55 Ayat(1) ke-1 KUHP,” demikian dilansir dari SIPP PN Jaksel.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler