jpnn.com - JAKARTA--Masyarakat Indonesia sangat konsumtif. Untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), para ibu rela mengeluarkan uang belasan hingga puluhan juta rupiah.
"Saya heran dengan pemikiran sebagian ibu-ibu. Mereka seolah bangga bila anaknya sekolah di PAUD mahal. PAUD kini menjadi fashion," ungkap Sekretaris Ditjen PAUDNI Ella Yulealawati dalam diskusi memperingati Hari Ibu, di Kantor Kemendikbud, Rabu (21/12).
BACA JUGA: Horeee... Masih SD Sudah Kampiun soal Gizi dan Kesehatan
Saking bangganya, lanjut Ella, ketika para ibu ini bertemu di mal yang dibahas justru biaya PAUD dan bukan pendidikannya.
"Ini bukan cerita tapi riil loh ya. Saya pernah dengar seorang ibu bahkan menyebut sejak anaknya dalam kandungan sudah didaftarkan ke sekolah PAUD mahal. Ini kan sangat konsumtif dan tidak mengena pada apa tujuan ibu-ibu menyekolahkan anaknya," bebernya.
BACA JUGA: Langkah Mundur, SMA/SMK Tidak Gratis Lagi
Ella juga mengkritisi pemikiran para ibu yang masih tetap double standard.
PAUD dianggap suatu mesin untuk mencetak anak-anaknya sudah bisa membaca, menulis, dan menghitung, bahkan mampu berbahasa Inggris.
BACA JUGA: Mendikbud Pastikan Proses Belajar Mengajar di Pidie Jaya Berjalan
Bila melihat PAUD yang hanya mengandalkan permainan, ibu-ibu pasti protes.
"Sungguh kasihan anak-anak kita bila para ibu memaksakan mereka harus calistung di masa emasnya. Kalau ada ibu yang protes, kok anak PAUD kerjanya main saja nggak belajar, nah ini yang harus diluruskan. Anak-anak PAUD kerjanya ya main, tapi dari bermain itu mereka belajar," tuturnya.
Ella mencontohkan permainan menyusun balok, anak-anak itu belajar. Sekali gagal, diulang terus hingga jadi dan akhirnya mereka pilih mainan lain yang lebih menantang.
"Sayangnya ini tidak dinilai ibu-ibu sebagai proses pendidikan anak," ucapnya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bolehkah Kabupaten/Kota Alokasikan Anggaran untuk SMA?
Redaktur : Tim Redaksi