jpnn.com, JAKARTA - Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia alias (PP PBSI) akan segera menggelar pemilihan ketua umum (Ketum) baru untuk menggantikan Wiranto.
Munculnya nama Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna sebagai salah satu kandidat Ketum disorot anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan.
BACA JUGA: Anda Berminat jadi Ketua Umum PBSI? Ini Syaratnya
Menurut Heri Gunawan, sosok Agung Firman memang sempat dipertanyakan statusnya apakah diperbolehkan atau tidak untuk menjabat pucuk pimpinan di sebuah organisasi olahraga.
Dia pun menyarankan, agar dilihat kembali bagaimana aturannya.
"Kembalikan saja pada aturan, boleh apa tidak anggota termasuk ketua BPK merangkap jabatan. Terutama mengacu peraturan BPK tentang kode etik bagi anggota maupun pegawainya," kata pria yang akrab disapa Hergun tersebut.
Wakil rakyat dari Partai Gerindra itu menuturkan, setiap lembaga negara sudah punya aturan masing-masing terkait masalah etik.
BACA JUGA: Polisi Tahan Dua Tersangka Baru Kasus Pengeroyokan Anggota TNI
Sehingga, dia merasak tidak bisa memberikan penilaian secara subjektif semata, harus objektif berpijak pada aturan tentang kode etik itu.
"Apakah itu BPK, KPK, BPKP dan lembaga negara lainnnya, semua punya aturan tentang masalah etik. Kami di DPR juga sama," tuturnya.
Selama pilihan yang diambil Agung Firman itu tidak tidak berimbas kepada tugas dan fungsi utamanya sebagai ketua BPK, bagi Heri itu tidak akan menjadi masalah ke depannya.
Selain Agung Firman, sempat muncul juga kandidat lainnya Moeldoko. Selama ini, Moeldoko juga menjabat sebagai Kepala Kantor Staf Presiden (KSP).
"Kalau tidak mengganggu tugasnya, kemudian dan tidak ada aturan yang dilanggar, ya wajar-wajar saja," imbuh dia.
Di sisi lain, saat disinggung tentang adanya potensi konflik kepentingan karena induk olahraga menerima bantuan APBN, sementara yang mengaudit nantinya ialah BPK, dia menyebut itu tidak masalah karena organisasi olahraga merupakan organisasi nirlaba.
"Kalau soal terima bantuan hibah dari APBN, seingat saya memang ada larangan bagi anggota BPK merangkap jabatan di lembaga negara lain, badan-badan yang mengelola keuangan negara, swasta, nasional maupun asing, tetapi ada pengecualian, tidak termasuk organisasi nirlaba," terangnya.
Dia juga merinci bahwa aturan pengecualian untuk organisasi nirlaba itu ada di Peraturan BPK Nomor 4/2018 tentang Kode Etik, di BAB III, lanjut dia, tentang Kewajiban dan Larangan bagi anggota BPK.
BACA JUGA: Pembunuh Sadis Icah Akhirnya Tertangkap, Sang Adik: Korban Memang Punya Perhiasan Banyak
"MUI saja terima dana hibah APBN kan, ketuanya Bapak Wapres kita sekarang. Namun MUI kan bukan organisasi nirlaba. Sama juga dengan PBSI, bukan organisasi nirlaba, dan fokusnya ke pembinaan atlet, outputnya prestasi," tandasnya. (dkk/fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : Muhammad Amjad