jpnn.com, JAKARTA - Ketua Komisi III DPR Herman Herry merespons polemik isu Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono yang dituding akan menggandeng preman dalam menegakkan protokol kesehatan Covid-19.
Herman mengaku sudah mendengar ada yang menggoreng isu tersebut di media massa.
BACA JUGA: Untuk Calon Kapolri, Simak Nih Usulan Ketua Komisi III DPR Herman Herry Â
“Pertama, saya mendengar beberapa hari ini di media ada yang menggoreng istilahnya Wakapolri mengajak preman untuk menangani protokol Covid-19,” kata Herman, saat rapat kerja dengan Wakapolri Gatot di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (14/9).
Politikus PDI Perjuangan itu lantas mengingatkan supaya rekan-rekannya di Komisi III DPR tidak ikut-ikutan terjebak dalam opini yang sedang dibangun di media massa.
BACA JUGA: Wakapolri Bantah Rekrut Preman Tegakkan Protokol Kesehatan
“Tidak tahu siapa, dan itu biasa dalam dunia politik,” ungkap Herman.
Kedua, kata Herman, belum ada definisi yang jelas tentang preman.
BACA JUGA: Djoko Tjandra Sudah di Tangan Polri, Herman Herry Angkat Topi
Politikus asal Ende, Nusa Tenggara Timur itu mengatakan bahwa defisini preman itu bermacam-macam.
Karena itu, Herman mengingatkan selama orang tidak melakukan kejahatan, dan seperti yang disebut Wakapolri bahwa ini merupakan simpul-simpul masyarakat atau dengan bahasa yang lebih mulia adalah para pemimpin informal, tidak masalah untuk digandeng.
“Menurut saya, tidak salah kalau Polri mengajak elemen masyarakat untuk bersama-sama bergandengan tangan menangani hal yang ada di dalam masyarakat yang sifatnya sudah darurat,” jelasnya.
Herman meyakini bahwa Polri tidak akan sanggup kalau berjalan sendirian tanpa melibatkan masyarakat.
“Yang menjadi menarik itu ada istilah preman, dan itu saya tidak tahu siapa yang membikin istilah itu,” kata Herman.
Dia yakin bahwa yang menyebut istialah preman itu bukanlah dari Polri.
Karena itu, Herman sekali lagi mengingatkan bahwa preman itu harus jelas definisinya, apa buktinya dia preman, dan apa pelanggaran yang dilakukan.
“Katakanlah dia bekas narapidana kemudian bertobat dan ada di tengah masyarakat mau membaktikan hidupnya bergandengan dengan aparat penegakan hukum mengatasi situasi sosial di masyarakat, kita tidak boleh bilang dia itu preman. Dia itu orang yang sudah bertobat,” papar Herman.
Politikus berlatar belakang pengusaha itu juga mengingatkan semua pihak jangan terburu-buru mendefinisikan preman, dan jangan buru-buru pula menilai semua yang dilakukan Polri negatif.
“Jadi, jangan buru-buru mendefinisikan (preman), jangan buru-buru apa yang dilakukan oleh kepolisian itu selalu ditanggapi negatif. Lihat dulu permasalahannya. Kalau semua tujuan untuk kemaslahatan masyarakat, kenapa tidak?” pungkas Herman. (boy/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Boy