jpnn.com, JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat menyikapi rencana pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap sembilan bahan pokok dan sekolah atau jasa pendidikan.
Usulan pengenaan PPN dimuat dalam draft revisi UU Nomor 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
BACA JUGA: Prediksi! Tokoh ini Bisa Jadi Kuda Hitam di Pilpres 2024
UU tersebut sebelumnya diubah dengan UU Nomor 16/2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Menurut Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra, pihaknya menolak rencana tersebut.
BACA JUGA: HNW Tolak Rencana Pengenaan PPN untuk Sembako dan Sekolah
Pasalnya, banyak masyarakat saat ini sedang dalam kesulitan akibat pandemi Virus Corona (COVID-19).
“Rakyat sedang susah, sembako dan pendidikan mau dipajaki. Partai Demokrat menolak keras rencana pemerintah ini,” ujar Herzaky dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat (11/6).
BACA JUGA: Hati-hati, Ada Surat Palsu Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer
Herzaky menilai, niat pemerintah mengenakan PPN terhadap sembako dan sekolah atau jasa pendidikan, hanya akan membebani rakyat.
“Beli sembako saja berat, sekarang mau dipajaki pula,” kata dia menambahkan.
Terkait itu, Herzaky, mengingatkan pemerintah agar membuat kebijakan yang dapat membantu kehidupan rakyat, bukan sebaliknya.
“Niat pemerintah mengenakan pajak ke sembako dan pendidikan selain tidak masuk di logika juga tidak punya rasa. Rakyat itu manusia yang butuh makan dan bantuan, bukan sekadar angka statistik,” ujar Herzaky menegaskan.
Menurut dia, jika niat memungut PPN sembako dan pendidikan diteruskan, maka itu akan mencederai keadilan di masyarakat.
“Bungkus kata-kata manis tetap tidak membuat kebijakan yang mengoyak rasa keadilan masyarakat dapat dibenarkan,” kata Herzaky menerangkan.
Pemerintah berencana memungut PPN pada sembako lewat perluasan objek PPN.
Rencana itu tertuang dalam draf Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Terkait polemik itu, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati mengatakan, rencana itu sifatnya internal, sehingga ia menyesalkan dokumen draf Revisi UU KUP bocor ke publik.
Ia memastikan pemerintah masih akan fokus memulihkan perekonomian akibat pandemi COVID-19.
“Situasinya menjadi agak kikuk karena ternyata kemudian dokumennya keluar, karena memang sudah dikirimkan kepada DPR juga. Yang keluar sepotong-sepotong,” kata Sri Mulyani.
“Dari sisi etika politik, kami belum bisa menjelaskan sebelum ini dibahas. Karena ini adalah dokumen publik yang kami sampaikan kepada DPR melalui Surat Presiden,” kata dia menambahkan.(Antara/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Ken Girsang