jpnn.com, JAKARTA - Direktur Manilka Research & Consultant, Herzaky Mahendra Putra menyayangkan respons pemerintah dalam kasus gagal bayar asuransi Jiwasraya sebesar Rp12,4 triliun untuk klaim produk JS Saving Plan, yang tidak berfokus pada nasabah. Pemerintah belum terdengar mengeluarkan satu pun pernyataan untuk menenangkan nasabah.
“Sampai dengan saat ini, belum ada penjelasan resmi mengenai masa depan dana nasabah yang tertahan di Jiwasraya,” ujar Herzaky dalam pernyataan persnya, Senin (30/12).
BACA JUGA: PSI: Pemerintah Harus Punya Target Waktu Penyelesaian Kasus Jiwasraya
Padahal, menurut Herzaky, ada lima juta lebih nasabah yang dimiliki Jiwasraya. Ini lima juta isinya manusia semua. Namanya sudah jatuh tempo, tentu ekspektasinya bisa segera mencairkan dananya.
Oleh karena itu, lanjut Herzaky, sebaiknya pemerintah fokus pada nasib nasabah Jiwasraya. Bagaimana solusi jika ada yang ingin mencairkan dananya. Apa opsi penyelesaian terbaik yang bakal ditempuh pemerintah, dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
BACA JUGA: Pernyataan Presiden Jokowi soal Jiwasraya Dinilai Aneh
Namun, Herzaky menyayangkan ada kecenderungan pemerintah menggeser isu utamanya ke blame the others, atau menyalahkan orang lain. Tepatnya, menyalahkan pemerintah masa lalu.
“Tidak tanggung-tanggung, awalnya menyalahkan ke tahun 2009, lalu kemudian malah lebih panjang lagi, mundur ke tahun 2006. Dalam seminggu terakhir, ada narasi secara serentak yang digulirkan ke berbagai saluran informasi, kalau isu Jiwasraya ini berawal dari 2006,” kata Herzaky.
BACA JUGA: Jokowi Sudah Akomodatif, Tetapi Mengapa Masih Ada yang Nyinyir?
Hal ini, menurut Herzaky, tentu budaya politik dan sikap kepemimpinan yang sangat tidak patut dicontoh. Kepemimpinan itu berarti berani mengambil tanggung jawab. Berani mengklaim semua prestasi di eranya sebagai kesuksesan pemerintahannya, berarti harus berani mengklaim juga semua kesalahan dan kegagalan yang terjadi di eranya.
“Ini kan lucu, kalau ada yang gagal, menyalahkan masa lalu. Sedangkan kalau berhasil, semua diakui sebagai prestasi sendiri,” tukas Herzaky.
Kalau di perusahaan saja, orang-orang seperti ini sudah pasti dipinggirkan, karena berarti punya egoisme tinggi, tidak mau bertanggung jawab, mau enaknya sendiri, dan tidak dapat bekerja sama dalam tim.
“Presiden Joko Widodo harus segera menegur para pembantunya di pemerintahannya,” tegas Herzaky.
Presiden Jokowi pada ra pemerintahan keduanya tentu ingin memberikan legacy terbaik untuk masyarakat, bangsa, dan negara ini. Legacy terbaik bukan sekadar dalam pencapaian angka-angka, melainkan lebih ke pembentukan karakter dan meninggalkan contoh budaya politik dan kepemimpinan yang baik.
Susilo Bambang Yudhoyono selaku Presiden ke-6 telah meninggalkan banyak legacy, salah satunya sebagai pemimpin yang sangat menjunjung tinggi demokrasi. Presiden Joko Widodo tentu ingin memberikan lebih.
Oleh Kkarena itu, sudah seharusnya Presiden Joko Widodo menegur keras para pembantunya yang sibuk menyebar narasi menyalahkan pemerintahan masa lalu terkait isu Jiwasraya ini. Ini pembusukan pemerintahan dari dalam namanya. Mengesankan Jokowi sebagai sosok pemimpin yang senangnya menyalahkan masa lalu. Bisa menjadi bahan ketawaan publik ini.
“Menyalahkan ke-10, bahkan 13 tahun lalu, atas apa yang terjadi baru-baru ini. Sekalian saja menyalahkan era Majapahit, demikian sarkasme yang sudah mulai beredar di public,” ujar Herzaky.
Herzaky percaya bahwa Presiden Joko Widodo bakal menunjukkan kepemimpinannya yang tegas dan tidak pandang bulu dalam penyelesaian kasus ini, bukan malah sibuk menyalahkan pihak lain.
“Kasihan nasabah Jiwasraya, sudah pusing memikirkan dananya yang menyangkut, mesti disuguhi pula drama yang tidak lucu ini. Seperti kata pepatah, sudah jatuh, tertimpa tangga pula,” ujar Herzaky.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich