jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Dr. H. Muhammad Hidayat Nur Wahid, MA mengatakan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) diperlukan dan bisa dimanfaatkan pemerintah dan DPR untuk menjawab keresahan publik terkait persoalan keadilan hukum.
Hidayat mencatat ada beberapa pasal seperti Pasal 27 Ayat 3, Pasal 28 Ayat 2, Pasal 29, dan Pasal 45A. multitafsir dan terkesan tidak adil di dalam UU ITE sehingga perlu direvisi.
BACA JUGA: Jokowi Ingin Revisi UU ITE, Hidayat Nur Wahid: Jangan Cuma PHP
Hidayat mengatakan ketentuan-ketentuan bersifat karet inilah yang kerap digunakan untuk menjerat pihak yang kritis seperti aktivis, jurnalis, maupun lawan politik.
“Inilah yang menjadi momok bagi kebebasan berekspresi dan berpendapat rakyat saat ini," kata Hidayat dalam siaran persnya, Kamis (18/3).
BACA JUGA: Pernyataan Terbaru Mahfud MD soal Revisi UU ITE, Singgung Pasal Karet
Hidayat menyampaikan itu usai menghadiri focus group discussion (FGD) yang digelar Tim Pengkaji UU ITE Kemenko Polhukam terkait implementasi dan revisi UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE sebagaimana diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE di Jakarta, Kamis (18/3). Wakil Ketua DPR RI Aziz Syamsuddin dan anggota Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin turut hadir dalam acara itu.
Hidayat berharap pemerintah segera melakukan langkah konkret menginisiasi revisi UU ITE ini dimasukkan ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas.
BACA JUGA: Tim Kajian UU ITE Kumpulkan Aspirasi Masyarakat, Nikita Mirzani jadi Narasumber
Menurut Hidayat, langkah ini akan lebih efektif dan efisien karena mengatakan pemerintah memiliki hak dan kewenangan konstitusional.
Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan II DKI Jakarta ini menambahkan UU ITE ini sejak awal merupakan usulan dari pemerintah.
Wakil ketua Majelis Syura PKS ini mengatakan pemerintah juga mempunyai dukungan koalisi politik yang sangat dominan di DPR, sehingga akan lebih mempermudah realisasi dari keinginan Presiden Jokowi untuk merevisi UU ITE.
Fraksi PKS, kata dia, sudah berulang kali mengusulkan revisi UU ITE ini tetapi belum ada dukungan di DPR.
Lebih lanjut HNW, panggilan akrab Hidayat, mengatakan revisi UU ITE bisa dijadikan momentum bagi negara untuk hadir menertibkan buzzer-buzzer di media sosial yang telah memperdalam perpecahan bangsa Indonesia, dan hal-hal yang sangat tidak sesuai dengan ideologi Pancasila.
Kelompok buzzer yang dimaksud adalah mereka yang secara terorganisasi menyerang seseorang atau organisasi lain dengan cara menghina, memfitnah, mencemarkan nama baik, hingga melakukan cyber bullying.
Dia menegaskan hal inilah yang akhirnya menjadi salah satu sebab pembelahan masyarakat yang makin dalam pascapilpres.
Selain itu, lanjut HNW, menghadirkan rasa ketidakadilan hukum, karena penindakan hukum yang tidak melaksanakan prinsip dasar sebagai negara hukum yaitu equality before the law.
Uniknya, lanjut HNW, mereka justru seakan tidak pernah tersentuh hukum.
“Sudah banyak laporan polisi terhadap para tokoh buzzer ini, tetapi belum terlihat ada proses hukumnya sehingga membuat masyarakat menilai bahwa UU ITE ini seperti hanya digunakan untuk menjerat salah satu kubu tertentu," paparnya.
Oleh karena itu, melihat pentingnya revisi UU ITE ini, Hidayat menegaskan bahwa pemerintah harus cepat menginisiasinya karena dukungan akan lebih mudah didapat.
Dia mencontohkan, hal ini terbukti dengan pembuatan UU Cipta Kerja yang prosesnya sangat cepat.
Menurut dia, jika UU Cipta Kerja yang sangat banyak pasalnya bisa selesai dalam waktu singkat, maka revisi UU ITE yang hanya fokus kepada beberapa pasal saja dapat lebih cepat lagi.
"Presiden Jokowi mesti benar-benar berkomitmen menjawab kegundahan publik dengan merealisasikan komitmennya merevisi UU ITE agar hadir keadilan hukum, mengoreksi kecemasan publik, dan rakyat tidak menilai pernyataan Presiden Jokowi soal revisi UU ITE sebagai PHP saja,” pungkas Hidayat Nur Wahid. (*/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Boy