jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Dr HM Hidayat Nur Wahid, MA mendukung rencana revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE yang digulirkan Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
Hidayat menegaskan revisi UU ITE diperlukan, karena ada sejumlah pasal karet dalam aturan tersebut.
BACA JUGA: Jokowi Ingin Merevisi UU ITE, Gus Jazil: Setuju, Banyak Pasal Karet dan Multitafsir
Menurutnya, pasal karet itu dirasakan publik sebagai penyebab terjadinya ketidakadilan hukum.
Hidayat mengingatkan pemerintah agar serius merealisasikan wacana yang sudah disampaikan Presiden Jokowi itu.
BACA JUGA: DPR: UU ITE Selama Ini Dijadikan Alat Saling Lapor
Hidayat Nur Wahid mengatajan hal ini perlu diakukan agar keadilan hukum bisa dilaksanakan, serta kebebasan berpendapat bagi rakyat tetap terjamin, terutama untuk melontarkan kritikan yang diminta sendiri oleh pemerintah.
Menurutnya, kebebasan berpendapat merupakan hak yang dijamjn oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
BACA JUGA: HNW: Pemberlakuan Kembali Calling Visa Israel Bertentangan dengan Empat Pilar MPR RI
HNW sapaan akrab Hidayat mengatakan, UU ITE atau UU Nomor 1 Tahun 2008, yang kemudian diubah sebagian dengan UU Nomor 19 Tahun 2016, awalnya dibuat dengan niat dan tujuan yang sangat baik sesuai namanya, terutama dalam mengatur transaksi elektronik dan kepastian hukum siber.
Sayang, ia menegaskan, dalam implementasinya beberapa tahun belakangan ini, sejumlah pasal menjadi aturan yang dikaretkan dan disalahartikan oleh oknum-oknum aparat.
Sehingga, kata dia, bisa dipakai untuk menjerat hanya kepada mereka yang kritis, mengkritik, atau pihak-pihak di luar yang tak disukai oleh pemerintah.
“Dalam tataran implementasi, justru sejumlah ketentuan dalam UU ITE dijadikan alat untuk melaporkan pihak-pihak lain ke polisi atau mengkriminalisasi para ulama atau aktivis yang bukan dari kubu pemerintah, atau yang dikenal kritis sekalipun dengan maksud memberikan masukan konstruktif kepada pemerintah,” ujarnya dalam siaran pers di Jakarta, Selasa (16/2).
HNW menilai sikap Presiden Jokowi yang akan merevisi UU ITE ini agar rakyat tidak takut mengeluarkan kritik, dan terhindar dari ketidakadilan hukum.
Menurutnya, sikap tersebut patut diapresiasi, tetapi perlu dibuktikan Presiden Jokowi dengan mempercepat proses revisi ini yang sesuai UUD bisa dimulai dari inisiatif pemerintah, pihak yang memang juga memiliki kewenangan legislasi bersama DPR.
“Yang perlu ditegaskan adalah kewenangan inisiasi legislasi termasuk merevisi UU itu bisa dilakukan oleh DPR atau juga oleh pemerintah,” ungkap anggota Komisi VIII DPR itu.
HNW mengatakan kalau Presiden Jokowi serius, mestinya tidak melempar bola ke DPR untuk merevisi UU ITE.
Namun, kata dia, seharusnya Presiden Jokowi mempergunakan kewenangan konstitusionalnya dengan segera memerintahkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum dan HAM) segera mengajukan inisiatif pemerintah mengusulkan revisi UU ITE itu.
Dalam waktu bersamaan, katanya, Presiden Jokowi perlu mengumpulkan pimpinan partai politik-partai politik pendukung pemerintah.
Dia menegaskan hal itu supaya fraksi-fraksi dari partai politik pendukung pemerintah di DPR, menyukseskan inisiatif eksekutif merevisi UU ITE itu.
Menurutnya, kalau fraksi-fraksi di luar pemerintah saja, seperti Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat sudah menyatakan setuju dengan usulan revisi UU ITE, maka tentunya fraksi pendukung pemerintah sebagaimana biasanya akan juga mendukungnya.
“Saya secara pribadi dan banyak pihak juga sudah berulang kali mengusulkan agar pasal karet dalam UU ITE ini segera direvisi, karena implementasi di lapangannya sering kali hadirkan hukum yang tidak adil, dan mengancam kebebasan rakyat untuk merdeka menyampaikan pendapat,” paparnya.
Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini menuturkan bahwa kebebasan berpendapat, termasuk menyampaikan kritik kepada pemerintah, merupakan hak yang dijamin oleh Pasal 28E Ayat 3 UUD NRI 1945.
"Ini juga sejalan dengan kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dalam Pasal 28 UUD NRI yang sudah ada sejak republik ini berdiri,” jelasnya.
HNW menambahkan revisi UU ITE ini sudah sangat urgen karena para pembantu Presiden Jokowi seperti Menko Polhukam Mahfud MD dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga telah mengakui adanya potensi ancaman kriminaliasi dalam UU ITE.
Terutama beberapa ketentuan yang bersifat pasal karet, seperti dalam Pasal 27, Pasal 28 dan Pasal 29 UU ITE.
“Ini harus segera ditindaklanjuti secara serius oleh pemerintah, jangan PHP saja," tegasnya.
HNW yakin bila pemerintah benar-benar serius, maka proses revisi tidak akan memakan waktu yang lama.
“Asal political will pemerintah benar-benar jujur dan serius, maka ini akan bisa berlangsung cepat," katanya.
Sebagai perbandingan, ia menjelaskan, Perppu Nomor 1 Tahun 2020 dan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang ditolak oleh Fraksi PKS dan Fraksi PD bisa dikebut pembahasannya dan ‘dipercepat’ pengambilan keputusannya.
"Mak kini sikap politik FPKS dan FPD justru sudah menyatakan dukungan mereka untuk revisi UU ITE, maka wajarnya revisi UU ITE ini bisa dilakukan dengancepat, penuh amanat, dan sesuai harapan rakyat,” jelasnya.
Ia menegaskan dengan peta politik di DPR seperti itu, seharusnya revisi UU ITE mudah dilakukan dan cepat bisa diputuskan apabila pihak Presiden Jokowi atau emerintah benar-benar serius inginkan revisi UU ITE.
"Dan tidak sedang bermanuver politik, yang membenarkan kecurigaan bahwa kegaduhan ini semua hanyalah manuver untuk pengalihan isu, yang bisa makin membuat rakyat tidak percaya dengan pernyataan dan janji pemerintah,” pungkasnya. (*/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Boy