Hidayat Nur Wahid akan Perjuangkan Aspirasi Masyarakat Indonesia di Jepang

Senin, 15 Februari 2021 – 13:58 WIB
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. Foto: Humas MPR RI.

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Dr HM Hidayat Nur Wahid, MA menerima berbagai masukan dari PKS Jepang dan ahli kebencanaan terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Bencana.

Masukan yang diterima di antaranya soal skema strategi penanggulangan bencana lokal dan nasional di Jepang, usulan perubahan pasal dalam RUU Penanggulangan Bencana, dan dorongan untuk memasukkan kewajiban perlindungan sosial pascabencana.

BACA JUGA: Din Syamsuddin Dilaporkan Atas Tuduhan Radikalisme, Hidayat Nur Wahid Bereaksi Keras

“Saran-saran yang disampaikan sangat bagus. Saya akan dorong agar masuk RUU Penanggulangan Bencana yang sedang dibahas di Komisi VIII DPR RI,” kata Hidayat Nur Wahid setelah Serap Aspirasi dengan PIP PKS Jepang, Minggu (14/2).

Hadir dalam pertemuan tersebut pimpinan dan anggota PKS Jepang, kemudian Alfi Rahman, Ph.D sebagai ahli bencana, dan Marlo Siswahyu dari Islamic Center Kumamoto.

BACA JUGA: Pemerintah Soroti Empat Isu Krusial di RUU Penanggulangan Bencana, Usulkan Sanksi Maksimal

Seperti diketahui, Kumamoto merupakan salah satu kota yang pernah merasakan gempa bumi dahysat di Jepang.

Anggota Komisi VIII DPR RI yang salah satunya membidangi urusan bencana ini menyebutkan, setidaknya ada 4 masukan utama terkait urusan penanggulangan bencana.

BACA JUGA: HNW Dukung Penganugerahan Gelar Pahlawan untuk KH Muhammad Cholil dan KH Bisri Syansuri

Pertama, kajian PKS Jepang menunjukkan bahwa Jepang sebagai negara yang berpotensi terkena banyak bencana memiliki tiga skema UU.

Yakni UU Pokok Penanggulangan Bencana yang diturunkan menjadi Rencana Penanggulangan Bencana dari tingkat nasional hingga tingkat kota/desa, UU Bencana Tertentu (banjir, longsor, sungai, gempa, tsunami, gunung berapi, nuklir), dan UU Gempa Tertentu (gempa besar, gempa di bawah Tokyo).

Kehadiran UU Bencana Tertentu dan UU Gempa Tertentu mengindikasikan keseriusan Pemerintah Jepang untuk merumuskan langkah detail dan spesifik untuk setiap bencana, sebagai komplemen terhadap langkah dan gambaran besar yang tertuang dalam UU Pokok Penanggulangan Bencana.

Kedua, kajian yang sama mengusulkan agar Pasal 40 Ayat 6 dan Pasal 41 Ayat 1 dalam RUU Penanggulangan Bencana mempertegas kewajiban meninjau dan memperbarui Rencana Penanggulangan Bencana, dari yang sebelumnya berkala menjadi terukur secara spesifik, misalnya setiap tahun.

Dalam UU Pokok Penanggulangan Bencana Jepang, pemerintah wajib meninjau dan melaporkan rencana dasar penanggulangan bencana setiap tahun kepada parlemen.

Hal ini agar dokumen perencanaan dan penanggulangan bencana tidak ketinggalan zaman dan selalu bisa dipertanggungjawabkan oleh pengambil kebijakan.

Anggota DPR RI Dapil II Jakarta (Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Luar Negeri) ini juga mencatat masukan ketiga terkait kejadian kebakaran yang belum masuk sebagai kategori bencana.

Padahal, di dalam kota khususnya, kebakaran dengan cepat merusak banyak bangunan dan menimbulkan kerugian yang sangat besar.

Namun, para korban tidak bisa mendapatkan bantuan karena tak ada nomenklatur kebakaran dalam penanggulangan bencana.

Keempat, ahli bencana Alfi Rahman menuturkan bahwa mekanisme penanggulangan bencana seharusnya tidak hanya berhenti pada saat bencana terjadi, tetapi harus terus dilanjutkan hingga pascabencana.

Sebab, masyarakat di lokasi terdampak bencana membutuhkan waktu pemulihan yang sering kali lebih lama dari waktu terjadinya bencana.

Pemerintah harus tetap mengawal dan membantu proses pemulihan tersebut. Kewajiban tersebut harus masuk dalam RUU Penanggulangan Bencana.

Meskipun bencana memberikan dampak kerugian besar pada masyarakat, HNW mengapresiasi komunitas Muslim Jepang khususnya dan warga Muslim umumnya yang bisa menjadikan momentum bencana untuk meningkatkan kepedulian dan memberikan bantuan kepada sesama.

Marlo Siswahyu menyampaikan, pada saat terjadi gempa besar di Kumamoto, komunitas Muslim setempat membuka saluran donasi dan menerima berbagai bantuan dari sesama Muslim di Jepang.

Mereka lalu bekerja dengan aparat dan NGO untuk mendistribusikan bantuan tersebut kepada seluruh warga terdampak tanpa membedakan latar belakang.

Gedung Islamic Center yang selamat dari gempa juga difungsikan menjadi tempat pengungsian warga.

Hidayat merespons itu menyatakan bahwa hal tersebut sebagai bukti Islam dan Muslim jauh dari radikalisme yang selama ini sering dilekatkan oleh banyak pihak.

“Islam itu tidak radikal, tetapi Islam itu justru rahmatan lil alamin, menjadi rahmat bagi semuanya tanpa membedakan agama dan latar belakang,” pungkasnya. (*/jpnn)

 


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler