Hidayat Nur Wahid dan Dubes Singapura Bicara soal GBHN

Jumat, 06 September 2019 – 16:22 WIB
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menerima kunjungan Duta Besar Singapura untuk Indonesia Ali Kumar Nayar di Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (6/9). Foto: Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mendapat kunjungan dari Duta Besar Singapura untuk Indonesia Ali Kumar Nayar, Jumat (6/9) pagi. Dalam pertemuan itu, Hidayat sempat berbincang soal perkembangan Indonesia.

Hidayat mengatakan, untuk bisa menjawab tantangan dunia luar dalam lima tahun ke depan, semua pihak yang ada harus aktif. Tak bisa mengandalkan satu sisi saja.

BACA JUGA: Alasan Ketua KY Dukung MPR Kembali Punya Kewenangan Tetapkan GBHN

“Ya kami harus menjaga komitmen-komitmen yang sudah menjadi kesepakatan bersama. Menjaga Indonesia juga akan berdampak positif buat negara-negara tetangga seperti Singapura,” ujar Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat.

Politikus dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengakui pemilu yang baru saja digelar berjalan dengan lancar dan aman. Padahal, tak sedikit yang memprediksi akan terjadi konflik.

BACA JUGA: HNW: Peningkatan Kualitas Pendidikan Lebih Urgen Daripada Pemindahan Ibu Kota

“Ke depan komitmen-komitmen yang sudah disepakati tetap terus dijaga. Jika Indonesia maju bisa berdampak pada kemajuan kawasan Asia Tenggara. Menjaga Indonesia juga akan berdampak positif buat negara-negara tetangga,” urai Hidayat.

BACA JUGA: Alasan Ketua KY Dukung MPR Kembali Punya Kewenangan Tetapkan GBHN

BACA JUGA: Basarah MPR Ungkap Empat Kelemahan Mendasar UU SPPN

Dalam pertemuan itu, Dubes Singapura Ali Kumar Nayar sempat menyinggung soal Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). “GBHN sebagai proses dari reformasi politik di Indonesia, yaitu bagaimana program-program dan rencana pembangunan memiliki visi jangka panjang bukan hanya tujuan pendek selama lima atau sepuluh tahun,” ujar Ali Kumar Nayar.

Mendapat penjelasan tersebut, Hidayat lantas mengaku setuju soal dihidupkannya kembali GBHN. “Ketiadaan GBHN yang berjangka panjang dan mengikat membuat kebijakan Indonesia tidak terukur dan memiliki visi ke depan yang kuat. Contohnya, pimpinan di Indonesia melaksanakan program sesuai janji kampanye. Presiden memenuhi janji kampanye. Gubernur juga banyak janji kampanye. Begitu juga bupati dan wali kota,” papar Hidayat. (cuy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gus AMI: Ekonomi dan Religius Adalah Isu yang Sangat Strategis


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler