Hidayat Nur Wahid Soroti Dissenting Opinion 3 Hakim MK, Begini Catatannya

Kamis, 25 April 2024 – 08:28 WIB
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid memberikan sejumlah catatan terhadap putusan MK demi perbaikan kualitas pemilu maupun pilkada ke depan. Foto: Dokumentasi Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid memberikan sejumlah catatan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) demi perbaikan kualitas pemilu maupun pilkada ke depan.

Menurutnya, dissenting opinion tiga hakim MK harus menjadi rujukan untuk perbaikan penyelenggaraan pesta demokrasi lima tahunan tersebut.

BACA JUGA: Sambut Baik Putusan MK, Syarief Hasan: Saatnya Semua Komponen Bangsa Bersatu

“Sesuai ketentuan konstitusi, putusan MK dari para hakim yang dipersyaratkan sebagai negarawan itu sehingga putusannya berkelas terbaik dan wajar bila bersifat final dan mengikat, maka wajar pula bila putusan MK tentu harus diterima, dihormati dan dilaksanakan," kata Hidayat dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (25/4).

Meski sejak MK berdiri, lanjut HNW yang akrab disapa, dalam putusannya baru kali pertama para hakim konstitusi tidak bulat sepakat terkait dengan adanya kecurangan pilpres.

BACA JUGA: Seusai Putusan MK, Anies-Muhaimin Ucapkan Terima Kasih ke PKS

"Terbukti ada tiga hakim konstitusi yang menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda,” imbuhnya.

HNW menilai adanya tiga hakim yang menyatakan adanya berbagai masalah hukum dan etika seperti kecurangan pilpres secara terstruktur, sistematis dan masif tersebut seharusnya dianggap serius dan tidak dipandang remeh, bahkan perlu menjadi pelajaran bagi setiap pihak, baik peserta pilpres, penyelenggara pemilu dan juga pemerintah.

BACA JUGA: Surya Paloh Ajak Seluruh Elite Politik Terima Putusan MK

“Adanya tiga hakim MK yang menyatakan dissenting opinion dari total delapan hakim yang memutus perkara itu jumlahnya cukup banyak sehingga menunjukkan bahwa ada banyak hal bermasalah yang perlu diperbaiki demi peningkatan kualitas penyelenggaraan dan hasil pemilu ke depan, termasuk pilkada serentak beberapa bulan yang akan datang,” ujar HNW.

Beberapa yang disampaikan oleh para hakim tersebut, antara lain adanya politisasi bantuan sosial menjelang pilpres, cawe-cawe presiden, dan pengerahan aparat oleh pemerintah yang menguntungkan salah satu pasangan calon.

Hal-hal yang mencederai kedaulatan rakyat serta pemilu yang menurut Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945 harus bersifat bukan hanya jujur dan adil, tapi juga harus 'bebas' dari pengaruh bansos maupun cawe-cawe penguasa, seharusnya hal-hal demikian itu bisa dijadikan evaluasi ke depan.

Apalagi dalam beberapa bulan ke depan, daerah-daerah di Indonesia akan menghelat penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada).

“Praktik-praktik serupa yang dinilai sudah mendegradasi kualitas pilpres, mengulangi KKN, mencederai kedaulatan rakyat yang menjadi perhatian dalam bentuk dissenting opinion tiga hakim MK, harusnya dikoreksi, dan tidak dibiarkan diulang lagi dalam Pemilu, termasuk pilkada beberapa bulan yang akan datang," tegasnya.

Contohnya, kata HNW, penggunaan bantuan sosial yang diasosiasikan dengan politik ‘pork barrel’ yang telah sejak lama dikritik sebagai upaya pengkerdilan demokrasi.

"Ini seharusnya tidak boleh terulang kembali, aturan perundangan soal ini, sebagaimana diingatkan oleh KPK, hendaknya dipertegas agar bansos itu digunakan untuk kebutuhan masyarakat di luar jadwal Pemilu, bukan dibagikan menjelang Pemilu yang mudah dinilai sebagai manuver untuk memenangkan salah satu calon tertentu,” imbuhnya.

Lebih lanjut HNW juga berharap agar ke depan para hakim MK untuk lebih progresif dengan berani memperjuangkan keadilan substantif, dan tidak terjebak pada jenis keadilan prosedural saja.

Karena itu menurut HNW, wajar jika banyak pihak mengapresiasi tiga hakim MK, yakni Prof Saldi Isra, Prof Arief Hidayat, dan Prof Enny Nurbaningsih yang berani menyatakan pendapat berbeda sesuai konstitusi dan rasa keadilan yang tumbuh di masyarakat.

Hal itu dipentingkan untuk menjaga kepercayaan rakyat terhadap MK, dan menjaga agar Konstitusi tetap jadi rujukan, dan hukum serta demokrasi (pemilu dan hasilnya) tetap bisa berjalan dengan baik dan benar di Indonesia.

“Agar pemilu, baik pileg atau pilpres maupun pilkada ke depan tidak mengulangi masalah yang terjadi pada pemilu, termasuk Pilpres dan Pileg 2024, dan agar pemilu atau demokrasi dapat dilakukan lebih berkualitas baik dari sisi penyelenggaraannya maupun hasilnya sehingga cita-cita proklamasi dan reformasi yang sesuai dengan konstitusi itu dapat terus diwujudkan,” pungkasnya. (mrk/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler