jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Penasihat Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto - Sandiaga Salahudin Uno (BPN Prabowo - Sandi) Hidayat Nur Wahid menilai debat kontestan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 pada Kamis (17/2) malam seakan mengonfirmasi janji-janji yang belum ditepati Joko Widodo alias Jokowi saat berkampanye pada 2014.
"Dari segi konten tadi malam itu justru semacam mengonfirmasi bahwa kritik publik dan penagihan publik terhadap janji-janji Pak Jokowi itu justru dikonfirmasi Pak Jokowi sendiri," kata Hidayat di DPR, Jakarta, Jumat (18/1).
BACA JUGA: Fahri Hamzah: Jokowi Blunder Saat Debat Pertama Capres 2019
Hidayat mencontohkan, publik selama ini bertanya-tanya tentang penegakan hukum di era pemerintahan Jokowi. Hal itu pula yang ditanyakan Prabowo pada debat perdana bertema hukum, korupsi, terorisme dan hak asasi manusia tersebut.
Prabowo, kata Hidayat, selalu menyatakan bahwa penegakan hukum dan pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan menguatkan aparatur kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Penguatan itu juga melalui peningkatan gaji.
BACA JUGA: Ini Alasan Jokowi - Maruf Tak Puji Prabowo - Sandi
Dengan cara itulah aparat bisa dituntut bekerja lebih baik agar keadilan dapat ditegakkan, korupsi bisa diselesaikan, sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat. “Tetapi Pak Jokowi kan menyampaikan itu harus pakai merit sistem, dan terkait jaksa agung tidak masalah dari parpol atau bukan," katanya.
Hidayat menambahkan, pernyataan Jokowi telah mengonfirmasi bahwa Presiden Ketujuh RI itu tak melaksanakan janji kampanyenya saat 2014. Salah satu di antaranya adalah janji Jokowi untuk tidak akan membentuk kabinet berdasarkan transaksi politik, namun mengedepankan sistem meritokrasi.
BACA JUGA: Apa Pantas Prabowo Joget saat Debat Capres?
Begitu juga soal jaksa agung dari parpol. Hidayat sebenarnya setuju dengan pernyataan Jokowi bahwa tidak semua orang parpol buruk.
Bahkan, wakil ketua Majelis Syura PKS itu mengaku sepakat dengan Jokowi ketika memberi contoh tentang Baharudin Lopa yang notabene politikus PPP, tetapi dipercaya menjadi jaksa agung di era Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. “Bedanya adalah dulu Gus Dur ketika mengangkat Pak Baharudin Lopa tidak pernah berjanji tidak akan mengangkat jaksa agung dari parpol," ungkapnya.
Sedangkan Jokowi berbeda. Menurut Hidayat, Jokowi punya beban janji masa lalu ketika kampanye pada Pilpres 2014 dengan menyatakan tidak akan mengangkat kader parpol menjadi jaksa agung. "Jadi yang disampaikan oleh Pak Jokowi justru mengonfirmasi apa yang selama ini ditagih dan dipertanyakan oleh publik tentang komitmen beliau melaksanakan janji kampanye 2014," paparnya.
Selain itu, kata Hidayat, janji Jokowi soal tidak mengimpor beras juga berbeda dari kenyataan. Bahkan, Prabowo sampai menanyakan soal kekompakan para menteri Kabinet Kerja dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan.
Jokowi, kata Hidayat, menyampaikan tidak ada masalah bila para menteri berbeda pendapat dan saling mengontrol karena pada akhirnya yang memutuskan adalah presiden. Menurut politikus yang beken disapa dengan panggilan Ustaz HNW itu, dari situ bisa disimpulkan bahwa Jokowi pula yang memutuskan impor beras.
"Padahal, pada debat Pemilu 2014 beliau tegas menyampaikan mules mendengar kata impor. Tidak akan impor," katanya.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Arie Kriting Pertanyakan Jawaban Prabowo Soal Korupsi
Redaktur & Reporter : Boy