Hijrah

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Senin, 09 Agustus 2021 – 10:54 WIB
Ilustrasi, jemaah menunaikan salat saat pandemi. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Hijrah menandai suatu periode paling penting dalam sejarah perkembangan Islam.

Secara etimologis, hijrah berarti migrasi, perpindahan dari satu wilayah ke wilayah lain.

BACA JUGA: Kemenag: Tahun Baru Hijriah Tidak Berubah

Namun, secara strategis hijrah adalah perubahan strategi dakwah yang mendasar dengan meninggalkan Makkah sebagai pusat awal perkembangan Islam, menuju Madinah yang akan menjadi ibu kota baru negara Islam.

Hijrah yang terjadi pada 622 Masehi, adalah keputusan strategis terbaik yang pernah terjadi dalam sejarah umat manusia. Dengan melakukan hijrah, Nabi Muhammad saw berhasil melakukan konsolidasi internal di Madinah, kemudian memperkuat posisi politik dengan mengintegrasikan semua kekuatan sosial politik dalam perjanjian ‘’Piagam Madinah’’.

BACA JUGA: Inilah Kegiatan Habib Rizieq Jelang Tahun Baru Islam 1443 Hijriah

Dalam waktu sepuluh tahun periode Madinah, umat Islam muncul menjadi kekuatan politik regional yang solid, dan kemudian berhasil merebut kembali Kota Makkah tanpa ada peperangan fisik dan tidak ada korban jiwa.

Belum pernah dalam sejarah dunia terjadi penaklukan seperti penaklukan Makkah. Kemenangan cemerlang ini menjadi puncak pencapaian prestasi Nabi Muhammad sebagai nabi dan sekaligus politisi dan negarawan.

BACA JUGA: Tahun Baru Hijriah, Remaja Masjid Nurul Islam Gelar Festival

Montgomerry Watt menyebut Nabi Muhammad sebagai perpaduan antara utusan Tuhan dan seorang politisi-negarawan.

Era Makkah selama 13 tahun adalah periode perjuangan Muhammad saw sebagai rasul Allah.

Era Madinah selama sepuluh tahun adalah periode perjuangan Muhammad sebagai rasul cum negarawan. Dua masa itu merentang selama 23 tahun, dan Muhammad berhasil menyatukan Arabia dengan keterampilan dakwah dan diplomasi politiknya.

Dalam gerakan politik modern strategi mirip hijrah dilakukan oleh pemimpin China Mao Zedong, yang melakukan perjalanan panjang dari utara ke selatan bersama puluhan ribu Tentara Merah.

Gerakan ini dikenal sebagai ‘’Long March’’ yang menghasilkan sebuah revolusi politik besar di China dengan kemenangan pasukan komunis Mao pada 1949. Mao berhasil menumbangkan rezim monarki yang sudah menguasai China ribuan tahun.

Revolusi yang dilakukan Muhamad saw membawa dampak peradaban yang jauh lebih besar dari revolusi yang dilakukan oleh para pemimpin dunia mana pun.

Michael Hart menyebut Muhammad saw sebagai pemimpin dunia paling berpengaruh sepanjang sejarah peradaban manusia.

Para pengikut Muhammad saw menempatkan Hijrah sebagai tonggak penting yang menandai awal era baru yang dikukuhkan dalam bentuk kalender Islam. Untuk menegaskan independensi politik Islam harus ada sistem kalender sendiri yang terpisah dari sistem kalender lain.

Sistem penanggalan Masehi dibuat berdasarkan tanggal kelahiran Nabi Isa. Sistem ini dihitung secara astronomis mengikuti hitungan putaran matahari atau Syamsiah.

Umat Islam tidak mengikuti sistem ini, dan menciptakan sistem penanggalannya sendiri berdasarkan putaran astronomis bulan atau Qamariah.

Umat Islam ketika itu berunding untuk menentukan awal penanggalan Islam. Muncul ide agar menjadikan tanggal kelahiran Muhamad saw sebagai awal penanggalan, sebagaimana yang dilakukan umat Nasrani.

Umar bin Khattab yang menjadi khalifah ketika itu tidak menghendaki terjadinya kultus individu oleh umat Islam terhadap Muhammad. Karena itu, ia memilih momentum hijrah sebagi titik tolak awal penanggalan Islam.

Maka kalender Islam itu disebut sebagai kalender Hijriah.

Masa hijrah Muhammad saw di Madinah hanya sepuluh tahun, relatif pendek untuk sebuah gerakan politik.

Namun, dalam masa singkat itu Nabi Muhammad dengan cepat melakukan konsolidasi internal dengan memperkuat pondasi keimanan dan tatanan sosial kemasyarakatan.

Pada periode itu Muhammad saw harus mengintegrasikan para emigran, yang disebut sebagai muhajirin, dengan penduduk asli yang disebut sebagai anshar. Integrasi sosial berlangusung dengan mulus, dan kedua kelompok ini bisa berasimilasi dan menyatu dengan cepat.

Wahyu Al-Qur'an yang turun pada periode Madinah mengatur tata cara hubungan sosial dan kemasyarakatan, termasuk tata cara politik dalam menghadapi musuh yang terdiri dari orang-orang kafir, musyrik, dan Yahudi.

Pada periode Makkah ayat-ayat Al-Qur'an yang turun lebih banyak mengatur penguatan tauhid Islam, karena ketika itu umat Islam adalah minoritas yang tertindas.

Musuh-musuh Muhammad di Makkah tidak membiarkannya membangun basis kekuatan politik di basisnya yang baru di Madinah.

Maka, satu tahun setelah Muhammad hijrah, koalisi besar suku-suku di Makkah berkumpul untuk melakukan serangan besar terhadap Madinah.

Koalisi itu berhasil mengumpulkan seribu tentara bersenjata lengkap, termasuk pasukan berkuda, dan pasukan pemanah.

Dalam tradisi perang di jazirah Arab seribu tentara adalah jumlah yang sangat besar, karena umumnya perang waktu itu terjadi antarsuku atau kabilah, dengan tentara puluhan saja.

Negara baru Madinah belum mempunyai tentara profesional untuk menghadapi serangan dari Makkah. Dengan persiapan cepat muslim mengumpulkan 300 orang untuk dilatih kilat menjadi milisi.

Persenjataan pasukan muslim sangat sederhana dibanding pasukan Makkah. Baju perang, yang dikenal sebagai zirah, adalah barang mewah yang belum terjangkau oleh kebanyakan tentara milisi. Pasukan berkuda dibangun dengan mengumpulkan donasi dari orang-orang kaya dari kalangan muslim Madinah.

Pasukan milisi muslim menyongsong pasukan Makkah di daerah Badar, di luar kota Madinah. Pertempuran tidak seimbang satu dibanding tiga tampaknya akan dengan mudah dimenangi oleh pasukan Makkah.

Muhammad saw mengatur strategi berdasarkan wahyu yang diterima dari Allah. Ia menguasai sumur-sumur yang menjadi perbekalan air yang sangat penting untuk menjamin ketersediaan logistik militer.

Pertempuran Badar akan menentukan masa depan perkembangan umat muslim. Kekalahan akan berpotensi memusnahkan umat Islam, dan kemenangan akan membawa keuntungan besar bagi umat muslim. Kekayaan logistik yang dibawa pasukan Makkah dalam bentuk unta, kuda, hewan piaraan, dan persenjataan, akan menjadi pampasan perang yang sangat penting bagi pasukan muslim.

Pada keesokan harinya, perang besar terjadi. Pasukan Makkah terkejut oleh keberanian pasukan muslim yang merangsek tanpa kenal rasa takut. Keunggulan jumlah pasukan dan kecanggihan peralatan perang tidak menjamin sebuah kemenangan.

Dalam waktu relatif singkat pasukan muslim berhasil memukul mundur lawan yang lari tercerai berai.

Pasukan muslim memenangi pertempuran paling penting dalam sejarah perkembangannya. Harta pampasan perang yang berhasil dikumpulkan akan menjadi modal penting dalam perang-perang selanjutnya.

Kemenangan Badar secara psikologis telah menaikkan semangat umat Islam dan menghancurkan mentalitas pasukan Makkah.

Hijrah dan Perang Badar menjadi dua momentum paling penting dalam sejarah Islam.

Sampai sekarang semangat Badar tetap menjadi spirit yang dikenang dalam setiap perjuangan Islam. Ketika sekarang umat Islam mengalami kemunduran dan menjadi objek kekuasaan Barat, semangat Badar menjadi kekuatan yang selalu menjadi inspirasi perjuangan.

Semangat Badar memberi keyakinan, bahwa meskipun jumlah pasukan muslim lebih kecil dan lebih lemah, tetapi akan ada kekuatan besar tersembunyi yang akan membantu pasukan muslim untuk meraih kemenangan. (*)


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler