Hikmahanto: Hanya Upaya Kolektif yang Bisa Mendamaikan Rusia-Ukraina

Jumat, 22 Juli 2022 – 22:54 WIB
Pakar hukum internasional Prof Hikmahanto Juwana. Foto: Ricardo/jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana menegaskan tidak ada individu yang bisa seorang diri mewujudkan gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina.

Menurutnya, upaya mengakhiri konflik yang berpotensi besar memicu krisis pangan global itu harus kolektif dan sinergis.

BACA JUGA: Presiden Ukraina Dikelilingi Pengkhianat, 2 Pejabat Tinggi Sudah Dipecat

"Harus dilakukan upaya kolektif dan sinergis untuk mewujudkan gencatan senjata, baik antara negara-negara yang terlibat perang secara langsung, maupun negara-negara yang mendukung salah satu pihak," kata Hikmahanto dalam Webinar Moya Institute di Jakarta, Jumat (22/7).

Hikmahanto melanjutkan, upaya kolektif ini juga harus melibatkan negara-negara yang tidak memihak kepada pihak manapun dalam perang.

BACA JUGA: Sekjen Gelora Nilai Diplomasi Jokowi di Rusia dan Ukraina Terbukti Sukses

Selain itu, Hikmahanto juga mengingatkan bahwa kontak-kontak informal perlu dilakukan diantara para pemimpin negara-negara di dunia. Dia melihat, Presiden Jokowi sudah melakukan cara ini, dengan para pemimpin G-7, Rusia dan Ukraina.

"Dan ke depannya, diharapkan Presiden juga akan melakukan langkah serupa dengan pemimpin negara-negara Asia seperti China dan Jepang. Hal ini sangat bagus sekali, dan Presiden juga bisa menyampaikan proposal Indonesia di Forum G-20, dalam kontak-kontak informal itu agar perekonomian dunia bisa kembali maju lagi," tambahnya.

BACA JUGA: Warga Ukraina Menderita, Presiden Iran Justru Sanjung Rusia

Sebisa mungkin, sambung Hikmahanto, gencatan senjata sebaiknya terwujud sebelum pelaksanaan KTT G-20.

Namun, apabila hal itu tak berhasil, skenario buruknya adalah pada saat KTT G-20 bisa disepakati adanya gencatan senjata tersebut.

"Karena negara-negara yang terlibat atau terkait perang Rusia-Ukraina semua hadir di forum itu. Maka, Indonesia bisa memanfaatkan momentum itu untuk mengupayakan gencatan senjata," ujarnya.

Sementara itu, pemerhati politik internasional dan isu-isu strategis Prof. Imron Cotan juga berharap forum KTT G-20 menjadi momentum menuju terwujudnya gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina.

Gencatan senjata, menurut Imron, punya beberapa arti penting. Pertama, gencatan senjata bisa membuka peluang lebih besar bagi terwujudnya perdamaian, karena sudah ada "good will" dari kedua belah pihak yang bertikai.

"Dalam proses gencatan senjata itu, para pihak yang terlibat akan memiliki peluang yang sama untuk berbicara, sehingga proses perdamaian pun menjadi lebih terbuka," ujar Imron.

Kemudian, arti penting lainnya dari gencatan senjata adalah proses itu akan membuka koridor humanitarian bagi para korban perang.

Selain itu, lanjut Cotan, gencatan senjata juga bisa membantu dunia menghindarkan diri dari krisis pangan dan energi, di tengah-tengah ancaman pandemi Covid-19 yang belum mereda.

"Karena perang Rusia-Ukraina bukan hanya berdampak pada kedua negara tersebut saja, tetapi mendisrupsi rantai pasok energi global, bahan makanan, pupuk, yang sangat dibutuhkan dunia. Sebagai contoh, Eropa mengimpor 30 persen energi fosil dari Rusia, sedangkan untuk gas, Eropa mengimpor 46 persen dari Rusia," tandasnya.

Sangat beruntung, kinerja perekonomian Indonesia masih baik, dengan tingkat pertumbuhan 5 persen dan inflasi 4 persen berdasarkan kalkulasi IMF.

Namun, Indonesia tetap tidak bisa berpangku tangan. Langkah Presiden Jokowi ketika berkunjung ke Ukraina dan Rusia perlu diikuti oleh langkah kolektif oleh semua negara untuk turut menciptakan perdamaian. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler